Beberapa tahun yang lalu masyarakat Indonesia dibuat geram oleh kelakuan negara tetangga kita yang mengklaim beberapa hasil budaya kita. Tidak bisa dipungkiri memang ada negara-negara yang melakukan klaim secara sewenang-wenang terhadap budaya dari negara lain, demi meraih berbagai keuntungan, diantaranya menaikkan prestise dan menggenjot sisi kepariwisataan.
Untuk itulah, mutlak diperlukan sebuah kesadaran dari seluruh warga bangsa untuk turut melindungi, melestarikan dan mengembangkan budaya leluhur. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka negara kita akan semakin harum namanya sebagai negara yang berbudaya dan menarik banyak wisatawan.
Apalagi adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan bila Indonesia memang dikenal kaya akan hasil kebudayaan. Sangat ironis jika kita sebagai warga negara Indonesia tidak menjaga,melestarikan serta mengembangkan kebudayaan sendiri, lalu kemudian baru bersuara lantang ketika ada negara lain yang mulai mengklaimnya.
Di tengah usaha dan upaya untuk melestarikan kekayaan budaya, kita melihat kenyataan yang cukup kontradiktif, di mana saat ini anak-anak muda, yang notabene sebagai penerus bangsa, lebih menyukai budaya dari luar negeri. Well, sungguh kontradiktif memang tapi itu lah yang terjadi. Contoh yang paling nyata adalah demam K-Pop yang dalam tiga tahun belakangan ini menjangkiti generasi muda Indonesia.
Mengapa K-Pop yang notabene adalah produk budaya dari negeri ginseng Korea mampu menjadi sesuatu yang begitu digemari? Ada beberapa alasan, antara lain tampilan dan sajian dari K-Pop yang terlihat jauh lebih “keren” bagi mereka ketimbang kebudayaan negeri sendiri. Apalagi, khusus untuk lagu dan film-film Korea, banyak anak muda yang merasa para artis dari Korea itu jauh lebih menarik secara fisik.