Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

KPK : sebuah anti Klimaks

5 April 2013   22:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:40 315 1
Dulu ketika pertama kali dibentuk, saya mempunyai harapan besar bahwa lembaga ini akan mampu untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Diisi oleh orang - orang yang mempunyai integritas tinggi (meski tidak populis) KPK mampu membuat memberi harapan pada masyarakat bahwa suatu saat nanti Indonesia akan bersih dari perilaku korupsi.

Setelah sekitar 10 tahun berlalu, ternyata apa yang saya harap ( dan mungkin masyarakat Indonesia juga harap) semakin jauh panggang dari api. pengamatan saya, klimaks kinerja KPK hanya terjadi pada masa - masa kepemimpinan pertama komisi ini. setelah periode tersebut KPK seperti terjebak pada program - program lipstik pemberantasan korupsi yang sebagian besar adalah pemenjaraan koruptor. Jika diibaratkan dokter, langkah KPK ini hanya mampu memberikan shock terapi saja pada para koruptor, selebihnya ia gagal dalam memberikan terapi holistic yang mampu menyembuhkan secara tuntas penyakit korupsinya.

Memang kita akui bahwa banyak KPK telah banyak memenjarakan para koruptor negeri ini. Tapi bukankah itu adalah domain polisi dan jaksa. Jika KPK melakukan penyidikan kasus - kasus korupsi harusnya yang sifatnya ekstra ordinary crime, yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang lain. Namun kenyataannya kejahatan mega skandal BLBI, Century, dan Hambalang ( masih) tidak dapat dituntaskan. terlebih lagi sejak roda kepemimpinan KPK jilid 2, komisi ini sepertinya terjebak pada permainan one man show. Dengan menangani kasus2 yang yang bersinggungan dengan lembaga hukum lain, KPK seperti ingin menunjukkan powernya sebagai lembaga penegak hukum superbody yang kastanya lebih tinggi dari Polisi, Jaksa maupun Hakim. Akibatnya komisi ini mendapat serangan balik dari lembaga yang merasa gerah dengan aksi KPK ini. dan sekali lagi upaya pemberantasan korupsi secara masif semakin terabaikan, konflik - konflik yang tercipta antar lembaga hukum justru menegaskan bahwa agenda pemberantasan korupsi semakin terabaikan.

Pada jilid III kepemimpinan KPK ( termasuk masa transisional), KPK merasa diatas angin (menjadi pemenang)  karena dari sekian konflik yang terjadi, dukungan masyarakat  semakin deras mengalir, bahkan kalo  boleh dikatakan semakin membabi buta. KPK menjadi kebal kritik, karena dukungan masyarakat yang begitu besar akan menampik semua kritik yang ditujukan ke lembaga ini ( meski itu membangun). Bahkan akhir - akhir ini  KPK semakin menikmati nuansa konflik yang dialaminya. Merasa memenangkan opini publik, KPK pun memasuki level konflik yang lebih tinggi dengan lembaga - lembaga tinggi negara ( Presiden dan partainya, DPR dengan menyandera ketua partai)  dan tampaknya KPK semakin lihai juga membuat skenario konflik di internal KPKsendiri agar drama komisi ini terus mendapat perhatian masyarakat (kasus sprindik). Namun sekali lagi, bagaiamana improve dari misi utama yang harus diemban lembaga ini ? jalan ditempat. hampir tidak ada inovasi, improvement dan achievement yang kongkrit yang dicapai lembaga ini. Apakah masyarakat semakin peka terhadap perilaku korupsi? Apakah ada evaluasi hasil atas upaya pemberantasan korupsi? atau apakah ada bukti bahwa slogan berani jujur itu hebat menjadi poeple movement?. tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa semua hal diatas terjawab. bahkan rating korupsi Indonesia juga tidak beranjak signifikan. Ya KPK semakin terbuai dengan sinetron yang diciptakannya sendiri, penuh tangis, heroisme, bahkan menegangkan, tapi semua hanya sandiwara di media dan terasa semakin membosankan.

KPK dengan segala kelebihannya harusnya bisa memberi nuansa lain bagi pemebrantasan korupsi dinegeri ini. Tidak hanya jumawa dimedia karena bisa menagkap para koruptor tingkat teri ( yang sebenarnya adalah domain Polisi dkk). Namun jika memang bergerak diranah hukum, lakukanlah sesuatu yang besar sebagaimana kewenanganmu yang begitu besar pula, tuntaskan BLBI, Century, dan Hambalang itulah domain yang mesti KPK lakukan. Jika masih belum bisa menuntaskan kasus  -kasus tersebut, setidaknya keluarlah dari zona nyaman popularitas yang selama ini telah mengkerdilkan misi besar KPK. Pemberantasan korupsi tidak hanya dari ranah hukum saja. Jika mau berbuat lebih berarti, buatkan program pemberantasan yang hoslistik yang mencakup ranah edukasi, budaya, moral / agama.  Korupsi yang melanda negeri ini tidak dapat diselesaikan dari meja hukum saja, yang lebih penting justru melalui bangku2 sekolah, mimbar2 tempat ibadah, sanggar2 seni budaya, dan juga layar2 tv dan media. KPK harusnya menjadi inspirator dan motivator pemberantsan korupsi  di Indonesia dan tidak hanya menjadi eksekutor para koruptor.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun