Bagi kita, kaum muslimin, tentunya harus memiliki rencana dalam hidup ini dan sekaligus memiliki tujuan hidup. Rencana yang disusun tertulis akan memberikan dorongan dan tekanan yang kuat agar kita mau mewujudkannya. Sehingga, pencapaian-pencapaian itu akan dipilih dan dipilah sesuai dengan prioritas kepentingannya. Misalnya saja, setelah lulus SMA mau ke mana? Apakah mau melanjutkan kuliah, atau bekerja, atau menikah? Itu semua harus direncanakan. Tak sembarangan menggoreskan rencana jika tak hendak diwujudkan dengan serius. Prioritasnya kita sendiri yang menentukan dan mengukurnya sesuai tujuan hidup yang kita pilih.
Rencana dan tujuan hidup itu harus selaras dan berpola. Tak sembarangan dengan sekadar menuliskan atau membicarakannya berbusa-busa tanpa aksi yang benar dan jelas. Maka, gagal merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Itu sebabnya, jika kita merencanakan dalam hidup ini harus bisa lulus sekolah, lulus kuliah, kemudian bekerja dan juga berkeluarga—maka kita harus menyelaraskan dengan tujuan hidup kita.
Tujuan hidup itu penting. Jika tujuan kita ingin menggapai ridho Allah Ta’ala, dan ini harus dimiliki oleh seorang muslim, maka rencana-rencana tersebut harus diselaraskan dengan tujuan hidup kita. Misalnya, lulus sekolah dan kuliah bukan semata mengantongi nilai, tetapi menjadikan belajar sebagai sarana ibadah dan amal shalih. Jika kemudian dilanjutkan dengan mewujudkan rencana untuk bekerja dan berkeluarga, maka akan menyelaraskan dengan tujuan hidup. Misalnya, bekerja di tempat yang halal, dan menikah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah dengan tetap mengharap keridhoan Allah Ta’ala. Itulah pengertian selaras dan berpola antara rencana hidup dan tujuan hidup. Setidaknya menurut saya saya pahami.
Nah, apa sebenarnya yang kita kejar dalam hidup ini? Apakah sudah merencanakannya dengan matang dan berupaya untuk menyelaraskannya dengan tujuan hidup kita? Sebagai muslim, tujuan utama kita adalah mengejar kebahagiaan akhirat dengan tetap menjadikan kebahagiaan dunia sebagai sarana untuk mendukung tujuan utama tersebut. Jika pun kebahagian dunia tak juga didapat dengan layak, tetaplah menjadikan akhirat sebagai tujuan utama dalam kehidupan kita.
Cukuplah, firman Allah Ta’ala ini bisa memberikan arahan yang benar dan jelas dalam merencanakan dan menentukan tujuan hidup kita, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS al-Qashash [28]: 77)
Salam,
O. Solihin