membuat lamang pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang bulan puasa (Ramadhan),
menyambut bulan haji (Idul Adha), peringatan Maulud Nabi, kematian,dan lainnya. Dari segi
historis, konon lamang dan tradisi malamang telah ada semenjak Syech Burhanuddin yang
mengenalkan makanan berlapiskan daun pisang dengan wadah berupa talang (bambu) pada masyarakat waktu itu. Tradisi malamang pada dasarnya mengandung nilai budaya masyarakat pengembannya (Minangkabau) yang patut diwarisi oleh masyarakat sekarang seperti nilai sosial (kerjasama, gotongroyong, persatuan dan kesatuan) karena membuat lamang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat. Nilai lain adalah nilai keagamaan yang tergambar dari pelaksanaannya yang terkait dengan peringatan hari-hari besar agama Islam yakni maulud nabi, Lebaran dan lainnya. Sedangkan nilai ekonomi terlihat dari adanya masyarakat yang menjadikan
lamang untuk dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari.