Albert Einstein pernah bilang, "Tuhan tidak bermain dadu saat menciptakan dunia ini." Begitu tulis Andrea Hirata dalam novelnya. Artinya tidak ada yang kebetulan di dalam dunia ini, bahwa segala sesuatu yang telah, sedang dan akan terjadi dalam dunia ini sebenarnya saling berhubungan dalam suatu rangkaian kejadian yang memiliki maksud tersembunyi. Begitulah kira-kira filosofinya, lalu apa hubungannya dengan pengalaman saya ketika terbang? Ceritanya begini. Pada akhir Oktober 2010 yang lalu saya berencana mengikuti sebuah pelatihan di Yogyakarta. Tempat dan tanggal pasti pelaksanaan pelatihan sudah ditentukan. Tapi entah kenapa ketika saya akan membeli tiket pesawat saya ada perasaan nggak enak sehingga memutuskan menelpon dulu pihak penyelenggaranya untuk konfirmasi akhir. Dan benar, pihak penyelenggara sambil minta maaf memberitahukan bahwa pelatihan dibatalkan karena jumlah peserta tidak memenuhi kuota. Ada perasaan jengkel juga kenapa nggak memberitahu dari kemarin, setelah ditelpon baru memberitahu adanya pembatalan. Tapi siapa sangka ternyata selang beberapa hari kemudian Gunung Merapi meletus dengan hebatnya sehingga menganggu jadwal penerbangan di sana. Sebagai pengganti, saya akhirnya mendapatkan pelatihan yang sama yang diselenggarakan di Bandung pada awal November 2010. Setelah mendapatkan konfirmasi kepastian akhirnya saya membeli tiket pesawat Garuda dengan rute Balikpapan - Jakarta dan sebaliknya. Tampaknya semua sudah direncanakan dengan matang, saya akan naik Garuda yang terbang jam 09.00 dari Balikpapan dan kembali seminggu kemudian dengan menggunakan pesawat Garuda jam 16.00 dari Jakarta. Beberapa penerbangan saya dengan Garuda rata-rata tepat waktu sehingga masalah jadwal bisa diandalkan ketepatannya. Saya sudah menulis hal ini dalam serial berikutnya kan? Nah, sesuai jadwal sejam sebelum lepas landas kami sudah ada di Bandara Sepinggan Balikpapan untuk melakukan check-in. Dan tidak kami duga sebelumnya, waktu kami melakukan check-in ternyata baru saja kami diberitahu kalau pesawat delay sampai jam 12.00-an. Bayangkan betapa menjengkelkannya mendengar kabar seperti ini, jam baru menunjukkan angka 08.00 dan kami sudah ada di bandara tapi ternyata kami baru terbang jam 12.00. Saya mengomel, kenapa kalau sudah jelas mau delay para penumpang tidak diberitahu melalui telepon atau sms sehingga tidak perlu harus ke bandara sepagi ini. [caption id="attachment_107112" align="aligncenter" width="300" caption="Bandara Sepinggan Balikpapan (koleksi pribadi)"][/caption] Isteri saya mengingatkan, "Ah...sudahlah. Tidak usah dimasukkan ke dalam hati. Kalau memang terlambat dan kita harus menunggu lama di bandara, ya kita nikmati saja. Itung-itung kita bisa ngobrol lama tanpa harus diganggu anak-anak di rumah." "Benar juga kata isteriku ini," begitu saya berpikir setelah emosi agak reda. Dan benar juga, kami seperti sedang "berpacaran" saja pagi itu sampai pesawat akhirnya datang dan kemudian lepas landas seperti yang dijadwalkan. Terus terang, rencana kami berantakan dengan adanya keterlambatan ini. Tapi sudahlah kita nikmati saja. Singkat cerita akhirnya kami sampai pula di Bandung dan melaksanakan pelatihan sesuai jadwal yang direncanakan. Tapi di hari terakhir ada lagi kejadian yang menarik. Ketika kami mau mengontak travel untuk membawa kami dari Bandung ke Bandara Soekarno Hatta Cengkareng ternyata kami mendapat jawaban bahwa travel pada jam yang kami harapkan sudah penuh. Kalau mau, kami bisa menggunakan travel yang berangkat jam 09.00. Lagi-lagi kejengkelan melanda. Kami perkirakan Bandung - Jakarta hanya 2 jam jadi kira-kira jam 11.00 kami sudah berada di Bandara untuk menunggu keberangkatan pesawat jam 16.00. Jadi hampir 5 jam kami harus menunggu di Bandara dong, begitu protes saya. Lagi-lagi isteri saya mengingatkan, "Ya sudah...ambil saja travel yang jam 09.00. Nggak usah banyak ngomel, kita nikmati saja apa yang akan terjadi." Dan kalau sudah mendengar suara isteri tercinta sudah seperti itu, suami manakah yang bisa menolaknya? He...he.. Benar saja, akhirnya kami berangkat dari Bandung dengan menaiki travel jam 09.00. Saya berpikir, dulu waktu mau berangkat kami kepagian di bandara sekarang untuk pulang kembali kami juga kepagian ada di bandara. Tepat sesuai perkiraan, jam 11.00 akhirnya kami sampai pula di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng. Dan bayangkan saudara-saudara, kami lontang-lantung saja di bandara seperti dua sejoli nggak ada kerjaan di bandara he..he..Itu pun pesawat Garuda yang kami tumpangi juga akhirnya terlambat juga, sehingga kami akhirnya baru terbang jam 17.00-an. Menariknya, dalam menunggu itu kami menonton siaran berita di televisi, bahwa debu dari letusan Gunung Merapi ternyata sudah sampai pula di Jalan Dago Bandung pada jam 10.00-an pagi tadi, jadi sejam setelah kami meninggalkan Bandung. Nah lho.... Saya geleng-geleng kepala, seandainya tidak mendengarkan apa kata isteri...... (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 4 Mei 2011)
KEMBALI KE ARTIKEL