Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

15 Agustus 1945 (Siang)

14 Agustus 2010   23:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:01 3573 0
Saya pikir ini saatnya saya memperkenalkan beberapa tokoh non fiksi yang secara langsung terlibat dalam kehebohan menjelang proklamasi kemerdekaan. Tidak secara detail sih, hanya secara umum saja supaya Anda bisa menangkap hubungan antar mereka, satu sama lain. [caption id="attachment_226485" align="aligncenter" width="197" caption="Laksamana Tadashi Maeda (sumber: Laksamana Tadashi Maeda (sumber: www.rosodaras.wordpress.com)"][/caption]

 

Perkenalkan, Laksamana Muda Tadashi Maeda. Maeda saat itu masih berumur 47 tahun (lebih tua sedikit dari Bung Karno yang 44 tahun dan Bung Hatta yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 43 pada tanggal 12 Agustus, 3 hari sebelumnya saat masih di Saigon) adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut dengan Angkatan Darat di Jakarta. Sejak Januari 1943, dia mendapatkan tugas dari komandannya, yaitu Panglima Armada 2 Selatan di Surabaya untuk membina hubungan dengan kepemimpinan nasional Indonesia melalui operasi khusus yang dikendalikan oleh Dai Sanka (Departemen 3) Kantor Penghubung.

 

 

 

Sekedar info, Panglima Armada 2 Surabaya memang punya visi masa depan untuk membina hubungan baik antara Jepang dengan Indonesia yang diprediksi cepat atau lambat pasti akan merdeka. Untuk itu dipilihlah Maeda dalam tugas ini, mengingat dia pernah menjadi perwira hubungan luar negeri dan Atase AL di Belanda serta berpengalaman dalam misi Jepang ke berbagai negara. Usut punya usut, secara pribadi Maeda memang bersimpati kepada perjuangan Indonesia. Kok tahu ? Saya akan ceritakan di akhir serial Agustusan ini.

[caption id="attachment_226487" align="aligncenter" width="200" caption="Mr. Ahmad Subardjo (sumber: www.serbasejarah.wordpress.com)"][/caption]

 

Dalam menjalankan tugasnya Maeda membentuk Kantor BEPANG (intelijen Jepang ?!) yang berkantor di Kebon Sirih Jakarta. Kantor ini dikepalai oleh Mr. Subardjo. Walaupun sebagai aktivis muda politik, secara resmi Sudiro dan Wikana adalah para pegawai Mr. Subardjo di kantor tersebut. Mr. Subardjo juga merekrut AM Hanafi untuk bekerja di kantornya dalam urusan PETA yang dinamakan Gunseikanbu Sidobu. Di bagian ini bekerja pula Haji Agus Salim yang bertindak sebagai Ketua Penasehat Jawatan. Dalam jawatan ini bekerja pula beberapa perwira PETA yaitu Kemal Idris, Zulkifli Lubis, Otto Djajasuntara dan Daantje Mogot. Banyaknya aktivis kemerdekaan berasal dari kantor ini sehingga mereka dijuluki sebagai Kelompok Pemuda Kaigun. Dasar aktivis, sejak menyambut Bung Karno tanggal 14 Agustus 1945, AM Hanafi sudah tidak pernah lagi masuk kantor dan terlarut dalam gelora revolusi yang membara. Padahal saat itu dia sudah punya 2 anak lho he..he... Mr. Subardjo memanfaatkan posisinya untuk membentuk Asrama Indonesia Merdeka dengan sepengetahuan Maeda. Wikana ditugaskan untuk mengepalai asrama ini.

[caption id="attachment_226488" align="aligncenter" width="227" caption="Wikana (sumber: www.id.wikipedia.org)"][/caption]

Saat itu ada beberapa kelompok pemuda pergerakan yang biasanya mengelompok karena ada kesamaan pekerjaan, latar belakang pendidikan atau pun pandangan ideologi. Selain kelompok di atas, sebagai contoh lain adalah yang sering dijuluki Grup Pemuda Sjahrir. Dalam kelompok inilah Subadio Sastrosatomo dan Subianto Djojohadikusumo (paman Prabowo Subianto) biasa berdiskusi. Juga ada Kelompok Mahasiswa Kedokteran Ika Daigaku yang berasrama di Prapatan 10, bisa disebut di sini misalnya Alizar Thaib, Djohan Nur, Eri Sudewo, Nasrun Iskandar, Piet Mamahit dan MT Haryono.

 

 

Ada juga Sukarni, pemuda pemberani yang dikenal suka tawuran, bersama-sama Adam Malik dia bekerja di Kantor Berita Domei. Demikian pula dengan Chaerul Saleh dan Sayuti Melik yang bekerja di Jawatan Penerangan atau Sendenbu. Isteri Sayuti Melik yang bernama SK Trimurti saat itu adalah sekretaris pribadi Bung Karno. Ada juga Darwis dan DN Aidit yang tercatat cukup aktif dalam masa-masa revolusi itu. Beberapa dari nama di atas adalah alumni pendidikan politik oleh Bung Karno dan tokoh-tokoh yang lain saat mereka masih diijinkan tinggal di Menteng 31 (sekarang Gedung Joang 45), sehingga sering mereka disebut Grup Menteng 31.

 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun