Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Yang Lucu, Unik dan Menarik Ketika Terbang (Tulisan ke-9)

29 Juli 2010   21:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28 938 0
Akhir tahun 1996, lulus dari kuliah saya langsung direkrut oleh sebuah perusahaan petrochemical milik Jepang di Cilegon, Banten untuk menjadi salah seorang insinyur muda di sana. Sebagai seorang bujangan muda tentu agak membosankan juga selama seminggu penuh harus menjalani rute jalan yang sama yaitu mess - pabrik - mess he..he.... Yang dilihat pun kebanyakan pipa, valve, vessel dan sebagainya sementara hanya sedikit cewek yang bekerja di sana. Beda kalau bekerja di Jakarta he..he... Kalau boleh terus terang, sebenarnya nggak terlalu terasa membosankan sih bekerja dalam kondisi seperti itu. Soalnya lambat laun kami sudah biasa beradaptasi dengan gaya bekerja orang Jepang yang workalkoholic itu. Jadi pagi-pagi kami sudah sarapan di mess, lalu jam 7 pagi berangkat ke pabrik menggunakan bis pabrik, dan malamnya hampir setiap hari kami harus lembur karena tuntutan pekerjaan sehingga baru sampai di mess jam 21 ke atas. Hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional pun terkadang kami masih harus masuk kerja untuk stand-by, berjaga-jaga kalau ada masalah darurat yang harus segera diselesaikan. Terkadang selama tidur malam di mess saya juga harus siap sewaktu-waktu dibangunkan oleh pak satpam untuk segera kembali ke pabrik karena ada kondisi darurat yang butuh penanganan segera. Saat dibangunkan tersebut, mobil jemputan pun sudah siap di depan kamar, siap mengantar ke pabrik. Mirip gerombolan menjemput sang jenderal di Film Pengkhianatan G30S/PKI dulu he..he... Begitulah rutinitas kami setiap hari di sana. Cuma kami bersyukur ada satu fasilitas yang disediakan perusahaan yang sangat berguna, yang membuat kami bisa terbebas sejenak dari rutinitas itu. Fasilitas itu adalah bis setiap jumat sore yang mengantar karyawan yang mau pergi ke Jakarta serta bis yang sudah menunggu di kantor pusat di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta pada Minggu malam untuk menjemput kami yang mau kembali ke Cilegon. Nah, bis itulah yang berjasa selama 9 tahun saya bekerja di sana. Gara-gara bis itulah saya bisa merasakan peradaban Jakarta selama akhir pekan. Bis itu pula yang secara tidak langsung membantu saya dalam proses menaksir, mengenal dan mengejar salah satu gadis sampai akhirnya berhasil menikahinya he..he..... Yang menarik dari bis itu adalah perkara ini. Kalau bis yang mengantar ke Jakarta setiap Jumat malam biasanya penuh dengan karyawan yang memang mau pulang ke keluarganya. Tapi beda dengan bis yang menjemput pada Minggu malam. Bis sebesar itu biasanya hanya diisi oleh penumpang dengan jumlah tak lebih dari 10 orang. Terkadang malah hanya 5 orang. Suatu kali malah hanya terisi oleh saya dan isteri saya saja he..he...Rupanya banyak suami-suami yang tinggal di Jakarta malas untuk segera ke Cilegon pada Minggu malam itu. Mendingan menghabiskan Minggu malam itu bersama isteri dulu he..he.... walau untuk itu Senin subuh mereka harus segera bangun untuk mengejar bis ke arah Cilegon atau Merak. Begitulah, karena terkadang bis jemputan itu kosong melompong seringkali kami menjadikannya sebagai tempat tidur berjalan. Setiap orang mengambil 1 deret kursi lalu langsung tidur sambil merebah di deretan kursi itu he..he...Dengan demikian, sejak bis berangkat dari bilangan Sudirman Jakarta, di dalam bis sudah berisi deretan orang yang tidur rebahan ditimpali oleh suara ngorok yang kencang he...he.... Nah, pemandangan mirip saya jumpai juga setelah saya pindah kerja di Balikpapan. Kalau dulu pemandangan itu terjadi di dalam bis, sekarang pemandangan yang sama bisa saya jumpai di dalam pesawat. Silk Air, anak perusahaan Singapore Airlines adalah satu-satunya maskapai yang melayani penerbangan dengan rute Balikpapan - Singapura. Mereka punya 1 kali penerbangan bolak-balik setiap harinya. Kalau dari Balikpapan, jadwal mereka adalah berangkat jam 10h00 dan jam 16h30 berselang-seling setiap harinya selama seminggu. Sementara kalau dari Singapura, mereka berangkat jam 07h00 dan jam 13h00 berselang-seling setiap harinya selama seminggu. Yang menjadi sasaran Silk Air adalah para karyawan pertambangan dan minyak-gas yang bertebaran di Kalimantan Timur ini, entah yang ekspatriat atau yang lokal. Selebihnya adalah para pebisnis dan anak-anak sini yang bersekolah di Singapura sana. Dengan sasaran penumpang seperti ini, saya merasakan jarang menjumpai pesawat Silk Air itu dalam kondisi penuh. Bahkan terkadang penumpangnya (terutama yang ekpatriat) orang-orangnya ya itu-itu saja sehingga seringkali para pramugari Silk Air sudah kenal akrab dengan mereka. Bagaimana enggak akrab, wong paling lama setiap bulan sekali pasti mereka terbang dengan Silk Air itu. Kalau Anda pernah terbang dengan Silk Air dari Singapura ke Balikpapan yang jam 07h00, Anda akan lebih sering menjumpai pesawat Silk Air dalam kondisi kosong dengan jumlah penumpang yang hanya sebilangan jari tangan. Saya pikir wajar saja kosong, karena kalau memilih jam keberangkatan sepagi itu, berarti kita sudah harus check-out dari hotel jam 05h00 pagi dan itu yang membuat orang malas memilih jadwal terbang pagi. Nah, dalam kondisi penumpang yang tidak penuh itu terkadang nomor kursi di tiket sudah tidak berlaku lagi saat pesawat sudah di udara. Setelah makan pagi diedarkan, beberapa bule itu mengambil deretan kursi yang kosong lalu tidur sambil melonjorkan kakinya. Pemandangan yang persis sama dengan pengalaman di bis milik perusahaan tempat saya bekerja dulu he..he... [caption id="attachment_209892" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto: http://kocim.blogspot.com/2010/04/tertidur-di-pesawat-baru-terbangun-di.html"][/caption] Penerbangan Singapura - Balikpapan adalah sekitar 2 jam jadi mereka masih sempat tidur lagi sekitar sejam. Lalu setengah jam sebelum mendarat biasanya mereka sudah bangun dan kembali ke kursinya masing-masing, siap untuk mendarat di Balikpapan. Biasalah, jaim (jaga image) he..he.. Sebagai catatan, hal di atas biasanya hanya saya temui kala cuaca bagus dan tidak terjadi turbulensi, sehingga kami diijinkan untuk melepaskan sabuk pengaman untuk tidur seperti itu. Silk Air adalah maskapai penerbangan yang sangat tegas dan keras dalam menegakkan aturan keselamatan sehingga mereka sudah pasti berhitung lama dengan mengijinkan hal unik di atas terjadi kalau kondisi memungkinkan saja. Tapi kalau cuaca buruk, pastilah para pramugari akan membangunkan mereka dan menyuruh mereka segera kembali ke kursi dan mengenakan sabuk pengaman seperti semula. Itulah pemandangan unik yang saya jumpai kala terbang pagi dari Singapura ke Balikpapan. Hal yang saya pikir akan jarang terjadi di dalam pesawat-pesawat lain, karena biasanya setiap pesawat selalu penuh atau hampir penuh. Kalau pun kosong, biasanya penerbangan akan ditunda atau dialihkan di jadwal berikutnya, tapi ini pun sangat jarang terjadi di Indonesia yang bisnis penerbangannya sedang menggeliat. Bagaimana dengan saya dalam situasis eperti di atas ? Kalau saya, terus terang saya masih jaim (jaga image) untuk mengikuti mereka yang tidur berselonjor di deretan kursi itu he..he.. Biasanya saya cukup menggunakan 2 deret kursi kosong di sebelah kursi yang saya duduki, itu pun tidak berani berselonjor, cukup mengangkat kaki saja sekedar untuk membuat kaki lebih relaks. Terkadang saya berpikir, dengan kondisi penumpang yang fluktuatif seperti itu hebat sekali Silk Air masih mau dengan sabar melayani rute ini. Apa tidak rugi ya mereka itu ?! Mungkin mereka tidak berpikir instan seperti kebanyakan maskapai kita dalam menjalankan bisnis ini. Bagi mereka, adalah penting untuk tetap memelihara kesinambungan rute penerbangan ini sebagai pelayanan kepada para ekspatriat itu. Tentu saja sasaran akhirnya adalah supaya mereka tetap lebih memilih Singapura sebagai "base camp" ketimbang tinggal di Jakarta. Mungkin begitu insting bisnis mereka. (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 30 Juli 2010)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun