Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

L’histoire se Repete-21: Kehidupan Nenek Moyang Nusantara

14 Juli 2010   19:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 1561 0
Sepertinya sudah waktunya kita mencoba melihat kehidupan nenek moyang kita di Nusantara ini. Hal ini menarik karena secara tidak langsung juga membuat kita sedikit mengerti mengapa sebagian besar dari kita memiliki naluri awal untuk bercocok tanam. [caption id="attachment_194330" align="aligncenter" width="300" caption="Rekonstruksi manusia purba Nusantara (sumber: http://sains.kompas.com/read/2009/12/12/13074299/Nenek.Moyang.Bangsa.Asia.dari.Asia.Tenggara)"][/caption] Seandainya benar bahwa Meganthropus Javanicus adalah manusia pertama di Jawa maka berdasarkan penelitian arkeologis manusia Jawa yang hidup 1 - 2 juta tahun lalu itu memiliki postur tubuh yang tegap dan berrahang kuat. Mereka hidup dari mengumpulkan makanan yang tersedia melimpah di Nusantara ini dan makanannya adalah tumbuhan. Sedangkan Pithecanthropus Erectus yang hidup di kurun waktu sama dengan Meganthropus Erectus hidupnya berkelompok dan mendapatkan makanannya dari mengumpulkan tumbuhan dan berburu binatang. Lain lagi dengan manusia modern Homo Sapiens. Mereka sudah hidup dengan taraf peradaban yang lebih maju dari manusia purba sebelumnya. Mereka memiliki tengkorak berbentuk bulat, otak yang besar, wajah dan rahang yang lebih halus dari pendahulunya juga sudah memiliki dagu. Seperti hasil penelitian Huber Forestier, manusia Homo Sapiens pertama di Jawa juga masih hidup dari berburu. Alat berburunya pun ternyata sudah lebih maju. Kalau Anda membaca disertasinya Hubert Forestier, alat-alat batu yang ditemukan dan diteliti ternyata menggunakan teknik pemangkasan dengan metode standar tertentu. Jadi bukan alat berburu yang sekedar diambil dari alam saja. Mereka sudah berpikir dengan hebat untuk memilih batu yang cocok untuk dapat dipangkas dengan baik. Mereka juga sudah memiliki standar tertentu yang berupa urutan langkah untuk memangkas sebuah batu. Peradaban kemudian berkembang. Dari hidup nomaden karena berpindah-pindah mengikuti buruannya, mereka kemudian mulai hidup menetap untuk memulai budi daya pertanian. Riset Prof. J.H. Kern menunjukkan bahwa generasi Proto-Melayu maupun Deutero-Melayu sudah mulai bertani. Kalau yang pertama menggunakan teknologi batu, generasi yang kedua sudah mulai menggunakan teknologi logam. Inilah yang menjadi sebab kenapa kita lebih cenderung memiliki budaya pertanian ketimbang industri. Karena itulah sektor pertanian seharusnya tetap menjadi prioritas dari pemerintah di samping sektor industri karena di bidang itulah naluri manusia Indonesia berada. Terus terang walaupun saya seorang insinyur yang sering mengoperasikan peralatan canggih dan modern, tetap saja kalau saya pulang ke rumah saya akan meneruskan hobi bercocok tanam dan berkebun saya. Demikian pula rencana pensiun saya, menjadi penulis dan petani he...he... Budidaya pertanian akhirnya menghasilkan sekumpulan metode dan sistem budaya baru termasuk sistem irigasi. Tatanan sosial terbentuk karena pertanian membutuhkan kerjasama dari semua warga komunitas. Dalam komunitas ini terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab demi kesejahteraan bersama dan ketertiban umum. Kemungkinan besar kondisi inilah yang memunculkan rasa toleransi, kerja sama dan tanggung jawab yang kelak diwariskan kepada kita. Kalau sekarang kita mulai menganut paham individualistis dan liberalisme, sepertinya kita sudah menyimpang jauh dari warisan nenek moyang kita tersebut. Dari konsep komunitas yang melahirkan konsep kepemimpinan kemudian berkembang menjadi konsep kerajaan yang kelak melahirkan konsep raja-raja. Sang pemimpinlah yang bertugas untuk menjaga dan memelihara tradisi dan adat-istiadat. Menurut Bernard H.M. Vlekke, budi daya pertanian yang sangat bergantung pada cuaca dan alam lama kelamaan membentuk konsep spiritual nenek moyang Nusantara. Konsep inilah yang kita kenal sebagai "animisme", di mana diyakini bahwa semua perwujudan alam adalah konsekuensi karya kekuatan supranatural, yaitu roh-roh yang harus dilayani dengan persembahan supaya murkanya bisa dihindari. Konsep animisme yang pertama adalah keyakinan panteistik bahwa segala sesuatu dan segala mahluk hidup mempunyai "jiwa", "energi kehidupan", yang sama untuk semua tapi mungkin lebih kuat pada orang-orang tertentu atau bagian tubuh tertentu. Dari sinilah akar kenapa beberapa manusia Nusantara terkadang masih mempercayai jimat-jimat maupun melakukan praktek kanibalisme walau dalam situasi terbatas (seperti memakan hati sang korban untuk menghindari balas dendam dan sebagainya). Konsep animisme yang kedua adalah keyakinan pada keberadaan jiwa personal yang mendiami seorang manusia seumur hidup. Jiwa tetap hidup sesudah tubuh mati dan tetap tinggal di sekitar tempat di mana tubuh itu pernah hidup. Jiwa itu tidak keluar dari komunitas tapi terus terlibat dalam kehidupan komunal. Karena itulah adat istiadat harus rajin dilakukan dan dipelihara supaya jiwa-jiwa tersebut tidak marah dan menurunkan kutuk. Setelah Anda membaca konsep di atas, apakah Anda mendapatkan keterkaitan antara yang terjadi dan lumrah dilakukan oleh manusia Indonesia sekarang dengan konsep kepercayaan nenek moyang tersebut. Karena itulah sering ada ungkapan bahwa manusia Indonesia itu tetap saja berjiwa animisme walupun tulang-tulangnya dari Hindu dan Buddha, menggunakan baju dari Islam dan memakai parfum dari Kristen he..he..Anda boleh-boleh saja setuju atau tidak dengan ungkapan tersebut, namanya juga pendapat orang. Konsep spritual seperti ini kelak akan menghasilkan sistem pemujaan sekaligus benda-benda pemujaan yang bertumpu pada kreatifitas kebudayaan nenek moyang kita. Karena itulah kita menemukan adanya peninggalan menhir, piramid (batu berundak) atau batu-batuan di beberapa tempat di Nusantara. [caption id="attachment_194331" align="aligncenter" width="273" caption="Punden berundak. (sumber: http://www.wacananusantara.org/2/450/Punden%20Berundak?mycustomsessionname=51a1e73eb115fb346b0beecd01183abf)"][/caption] [caption id="attachment_194333" align="aligncenter" width="273" caption="Menhir (sumber: http://www.wacananusantara.org/2/450/Punden%20Berundak?mycustomsessionname=51a1e73eb115fb346b0beecd01183abf)"][/caption] Bernard H.M. Vlekke menduga bahwa lingkungan Pulau Jawa bagian tengah dan timur lebih subur dan menguntungkan sehingga lebih sempat mengembangkan peradaban ke tingkat yang lebih tinggi. Penduduk Jawa bagian barat diduga lebih lambat pertumbuhan peradabannya, demikian pula Pulau Madura, Kalimantan Sulawesi dan Nusa Tenggara. Bukan berarti tidak ada perkembangan peradaban, tapi lebih lambat dibandingkan Jawa bagian tengah dan timur. Benarkah dugaan Bernard Vlekke yang dikemukakan dalam buku terbitan tahun 1961 itu ? Dengan adanya bukti-bukti baru sejarah maupun arkeologis ternyata dugaan tersebut tidak sepenuhnya benar sekarang. Beberapa catatan yang beredar malah kerajaan pertama di Nusantara muncul di Kalimantan, lalu di Jawa Barat baru di Jawa bagian tengah dan timur. Saya akan kisahkan kerajaan-kerajaan awal di Nusantara itu dalam serial selanjutnya. Sampai jumpa lagi. Sumber literatur: 1. Hubert Forestier, Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2007. 2. Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2008. 3. http://ariesgoblog.wordpress.com/2010/05/16/manusia-purba-di-indonesia/ (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 15 Juli 2010)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun