Seperti yang sudah saya tuliskan di tulisan sebelumnya bahwa Maarschalk en Gouverneur Generaal Herman Willem Daendels sebenarnya dikirim ke Hindia Belanda mewakili kekuasaan Raja Lodewijk yang pada dasarnya adalah atas nama Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte.
Daendels menginjakkan kaki di pantai Anyer sebagai bule tak dikenal pada tanggal 5 Januari 1808 dan menuju Batavia dalam waktu 4 hari bersama ajudan setianya. Ketika sampai di istana gubernur di Batavia, tiada penyambutan untuknya, malahan beberapa penjaga gerbang terkantuk-kantuk tak berdiri memberi hormat. Mau tahu kalimat pertama apa yang Daendels katakan saat tiba di Batavia ? “Monyet, apa kamu tidak melihat tanda pangkat saya ? Saya adalah tuanmu yang baru, tahu !” ]
Dia mulai marah-marah setelah Gubernur jenderal Wiese tidak ada di tempat karena sedang di Semarang. Lalu dikirimlah kurir untuk menjemput Wiese datang kembali ke Batavia. Hanya butuh 2 minggu bagi Daendels untuk menggeser Gubernur Jenderal Wiese, padahal dia tidak membawa surat apa pun, karena tertinggal di kapal saat dia meloncat ke laut untuk menghindari Inggris.
Walaupun memerintah hanya selama 3,5 tahun, Daendels berhasil membawa dan menancapkan pengaruh kolonial Perancis dan Belanda di Nusantara baik dalam hal tata pemerintahan, arsitektur, sosial budaya maupun militer.
Pada saat itu, Batavia adalah kota yang kotor dan berawa dengan wabah penyakit malaria dan kolera. Hal pertama yang dilakukan Daendels adalah memeriksa keadaan Batavia lalu keluar perintah pertamanya, “Bersihkan semua kotoran di sini !”. Akibatnya semua bangunan tua dibongkar termasuk istana JP Coen, tembok kota, asrama tua, gudang dan gereja tua termasuk makam JP Coen (hebat kan ? padahal JP Coen adalah pendiri Batavia). Lalu bahan bongkarannya dipakai untuk membangun Istana Daendels sebagai gedung pemerintahan yang baru dengan nama Gouvernements Hotel. Dibangunnya juga asrama tentara dan rumah sakit tentara yang begitu baik dan megah. Batavia (atau sekarang Jakarta Kota) dijadikan lokasi perkantoran dan usaha. Untuk tempat tinggal dipilihlah Weltevreden (sekarang Jalan Raden Saleh Jakarta).
Daendels juga membangun jumlah pasukan yang semula berjumlah 3.600 orang sampai akhirnya menjadi 10.000 orang. Benteng Meester Cornelis dibangun di daerah Jatinegara. Pabrik senjata dibangun di Surabaya dan Semarang. Daendels juga berkeras memaksa Banten untuk membuat pelabuhan di pesisir Selat Sunda. Kurir yang diutus Daendels untuk memaksa Sultan banten malah dibunuh sebagai tanda ketidaksutujuan terhadap rencana proyek yang nggak jelas itu. Walaupun proyek tersebut gagal, keberingasan Daendels berbuah perlawanan rakyat Banten yang tidak pernah surut bahkan walaupun sultannya sendiri dibuang ke Ambon. Tampaknya sejarah berulang. Waktu Megawati menjadi presiden, dia meresmikan pembangunan Pelabuhan Internasional di Cilegon, tapi nggak tahu kenapa sampai sekarang belum ada peresmian penggunaannya ?! he..he..
Salah satu proyeknya yang sangat terkenal keberingasannya adalah saat membuka dan memperbaiki Jalan Raya Pos Anyer Panarukan dengan panjang sekitar 1000 km. Tampaknya dia sangat heran kenapa waktu mendarat di Anyer dulu dia harus butuh 4 hari untuk sampai di Batavia, kalau sudah begitu pastilah pengiriman pasukan juga akan tersendat kalau jalannya tidak bagus. Agar cepat selesai, Daendels seringkali datang memeriksa. Kalau melihat ada pekerja rodi yang tidak cepat, dia membentak dengan suara keras. Karena itulah orang menamai dia Tuan Besar Guntur karena bentakannya itu, atau Mas Galak (plesetan atau logat Jawa dari Maarschalk) karena kegalakannya tersebut. Mungkin gara-gara ini pula sekarang ada guyonan, nggak ada yang kerja kalau mandornya nggak ada he..he..Kata Remy Silado, di sini pula muncul istilah Holopis Kuntul Baris he..he..Anda pasti tahu ceritanya di tulisan saya sebelumnya. Ribuan orang meninggal karena proyek ini, itu yang tercatat dalam sejarah. Toh, setelah hampir 65 tahun kita merdeka, jalan-jalan negara di Jawa kebanyakan masih jalan warisan Daendels pula. Lalu pemerintah membangun apa ya he..he....Membangun jalan kereta monorail di Jakarta yang hanya beberapa kilometer saja pemerintah kita nggak sanggup lho he..he..
Sebagaimana orang Perancis pada umumnya (tidak semua orang perancis sih), keangkuhan dan kesombongan juga ditunjukkan Daendels saat berhadapan dengan raja-raja Jawa. Cenderung meremehkan dan tidak mau menghormati tradisi Jawa, inilah yang membuatnya punya banyak musuh di mana-mana. Kalau sebelumnya pejabat Belanda atau VOC masih menghormati tradisi penyambutan ala kraton Jawa, Daendels melarang itu semua. Pejabat Belanda harus dihormati ala Eropa karena merekalah penguasa sebenarnya kraton Jawa. Mungkin sejak inilah kita sampai sekarang selalu memiliki perasaan rendah diri dengan orang bule he..he...
Dalam urusan arsitektur juga sama. Kalau sebelumnya orang-orang Belanda sudah mulai terbiasa dengan membuat rumah dengan desain meniru arsitektur istana bangsawan Jawa untuk mengadaptasi iklim tropis. Saat Daendels datang dia melarang itu semua dan mewajibkan penggunaan arsitektur Eropa di setiap bangunan yang dibangun. Gaya arsitektur inilah yang dinamakan gaya Indische Empire. Sebagai model, Gouvernements Hotel dan Societiet de Harmonie dibangun dengan arsitektur ini. Dan sejak itulah, bangunan-bangunan Belanda selalu melanjutkan kebijaksanaan Daendels ini. Kalau Anda melihat gambar Gouvernements Hotel ini, Anda pasti teringat kawasan Concorde dan Museum Louvre di Paris, soalnya mirip sih he..he..
Dalam urusan anti korupsi, Daendels bisa dijadikan model yang lumayan. Ia bersikap keras, tak segan untuk menurunkan pangkat, denda, pemecatan, pemenjaraan, penembakan dan penggantungan. Tidak pandang bulu, Belanda atau pribumi diperlakukan sama oleh dia.
Di bawah ini adalah daftar peraturan dan tindakan yang dilakukan Daendels:
- Kerja tanpa dibayar hanya boleh dilakukan terhadap gubermen Belanda, tidak kepada bupati dan pegawai pemerintah lainnya.
- Uang hasil bumi tidak boleh lewat perantara, harus langsung dibayar kepada petani.
- Tidak boleh lagi ada komisi dari leveransir barang-barang gubermen. Dilarang mendapat keuntungan dari kerja sambilan pegawai gubermen.
- Memberi gaji yang lebih baik, tapi melarang pejabat menerima hadiah dari bupati atau rakyat.
- Membuat Biro Pembukuan untuk menghitung dan memeriksa pembukuan setiap residen (jadi ingat KPK nih he..he...)
- Melarang penyambutan meriah terhadap inspeksinya ke daerah.
- Sedadu yang mencuri akan dihukum mati.
- 5 pegawai yang menggelapkan uang Gubermen langsung dihukum gantung.
- Seorang kapten yang menurunkan kualitas makanan bagi prajuritnya, diturunkan pangkatnya menjadi prajurit biasa.
- Seorang komisaris polisi yag menerima suap dikeluarkan dari kepolisian.
- Seorang residen yang menerima hadiah sesaku uang emas langsung dipenjara.
- Orang Cina kaya yang mengambil bunga tinggi dari penduduk miskin langsung digantung di depan pintu rumahnya.
- Seorang jenderal yang tidak dia sukai, dikirimnya pulang ke Holland.
- Gubernur Engelhard yang menurut Daendels memiliki kekayaan lebih besar dari gajinya langsung dipecat.
Bayangkan kalau Daendels menjadi presiden RI sekarang he..he....Sudah berapa banyak pejabat yang digantung dan ditembak ya ? he..he....
Tapi apakah Daendels adalah tokoh yang selalu bersih ? Musuh-musuh Daendels selalu berusaha mencari kelemahan Daendels dan mereka berhasil. Inilah hasilnya:
- Lewat mencuri-curi baca surat Daendels kepada istrinya, ternyata Daendels pernah menilep uang hasil pengiriman 60.000 kilogram kopi ke Eropa dan memberikannya kepada isterinya di Holland.
- Menguasai secara sepihak istana Bogor untuk dirinya sendiri.
- Daendels secara sembunyi-sembunyi pernah mau menjual kepulauan Nusantara kepada Inggris. Malahan Bonthain (selatan Sulawesi) dan Manado telah jatuh ke tangan Inggris.
- Untuk menutup defisit anggaran karena proyek-proyek ambisiusnya, Daendels menjual tanah kepada orang Cina dan Eropa lengkap dengan desa-desa, penduduk dan pamong prajanya. Terjadilah fenomena negara dalam negara, misalnya di Jasinga-Bogor, Besuki, Panarukan, Probolinggo, Pamanukan dan Ciasem.
Karuan saja musuh-musuh Daendels seperti menemukan amunisi untuk mendepak Daendels dari Hindia Belanda. Akhirnya mereka mengadukan kesalahan-kesalahan Daendels kepada Raja Lodewijk (Louis Napoleon) dan Raja Lodewijk kemudian memanggil dia pulang kembali ke Belanda pada tahun 1811. Sejarah memang terulang ya, saya jadi ingat dengan apa yang terjadi pada Pansus Century sekarang he..he...
Kisah hidup Daendels ini memang menarik. Kalau Anda ingin tahu lebih banyak tentang Mas Galak ini, silakan membaca buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels oleh Pramoedya Ananta Toer. Anda juga bisa membaca makalah berjudul Daendels dan perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19 karya Pak Handinoto, staf pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Sekali lagi mari kita berandai-andai kalau saja Daendels menjadi presiden kita sekarang. Mungkin......ihh.ngeriii !!! he..he...
Sumber kepustakaan:
- Peperangan Kerajaan di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Capt. RP Suyono, Grasindo, Jakarta 2003.
- Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, Pramoedya Ananta Toer, Lentera Dipantara, Jakarta, 2008.
- Makalah “Daendels dan perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19” karya Pak Handinoto, staf pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra Surabaya. http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/DAENDELS.pdf.
Sumber ilustrasi:
1. http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/DAENDELS.pdf. makalah berjudul Daendels dan perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19 karya Pak Handinoto, staf pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra Surabaya.
2. http://home.planet.nl/~eljee/D.htm
3. http://gresik.wordpress.com/2009/04/01/jalan-raya-pos-jalan-daendels/
(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 15 Maret 2010)
Tulisan terkait:
4. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/21/l%e2%80%99histoire-est-repete-3-kekuatan-sumpah/
5. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/03/l%e2%80%99histoire-est-repeate-2/
6. http://sosbud.kompasiana.com/2009/11/23/l%e2%80%99histoire-est-repeate-1/