Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Ayah, Aku Takut Kehujanan!!

20 Desember 2009   09:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:51 569 0

Saat off-duty 2 minggu yang lalu, di suatu hari Sabtu saya harus menjalankan tugas sebagai ayah. Menjemput jagoan pertama saat pulang sekolah SD, sementara bersama istri juga harus menemani jagoan kedua mengikuti acara outbond sekolah TK-nya. Menarik juga menyaksikan jagoan kecil saya beraksi di setiap acara permainan ketangkasan semacam laba-laba spiderman atau pun flying fox yang harus meluncur di tali sepanjang hampir 30 meter. Saya sangat terberkati ketika harus memberi semangat kepada jagoan kecil saya atau saat mendampingi dia untuk sabar saat antre menunggu giliran dengan teman-temannya.

 

Tapi sayang, saat anak saya masih antre untuk menunggu giliran flying fox, langit mendadak gelap dan turunlah hujan gerimis rintik-rintik. Anak saya tetap bermain gembira bersama teman-temannya, tampaknya dia sangat menikmati hujan gerimis itu. Saya menoleh kepada isteri dengan raut wajah kuatir sebagai pertanda apakah harus segera berteduh. Isteri tercinta menggelengkan kepala pertanda biarkan saja, toh hujan hanya gerimis saja.

 

Sementara itu, beberapa orang tua mulai gelisah dan kuatir lalu memaksa anaknya untuk segera berteduh meninggalkan barisan antrenya. Bahkan ada seorang bapak yang memaksa menggendong anaknya untuk menyelamatkan anaknya dari keganasan hujan gerimis itu. Yang saya kagetkan, tiba-tiba ada seorang teman anak saya yang menangis dengan keras (lalu segera digendong oleh ayahnya) meminta dengan sangat untuk segera pulang saja, nggak usah meneruskan outbond sampai selesai. Sang guru tentu saja membujuk supaya tidak pulang tapi sambil menangis terisak sang anak menjawab “Papa, ayo kita pulang. Aku takut kehujanan.......nanti kena petir !”. Dan sang orang tua pun meninggalkan arena sambil menggendong anaknya yang terkasih itu, langsung pulang.

 

Beberapa menit kemudian, hujan gerimis akhirnya memang mulai berubah agak deras. Kami pun memanggil anak-anak untuk berteduh. Untungnya kemudian hujan berhenti dan jagoan kecil saya bisa meneruskan keinginannya untuk meluncur dari ketinggian 10 meter di tali sepanjang 30 meter itu. Hari itu, dia tampak puas rupanya.

 

Sebelum acara hujan gerimis itu, saya sempat terkejut juga ketika melihat seorang bapak memarahi dengan kasar seorang ibu guru untuk menyampaikan protesnya karena anaknya sempat terjatuh saat menaiki laba-laba spiderman (padahal sudah pakai helm dan diikat oleh tali pengaman lho). Setelah marah-marah, sang bapak kemudian menggendong anaknya keluar arena sambil memarahi pula isterinya.

 

Saya yakin semua orang tua pasti sayang kepada anak-anaknya. Tapi saya merenung apakah begini model pendidikan kita jaman sekarang ? Mungkin subyektif ya, tapi saya merasa kok kayaknya sebagai orang tua kami bersifat over protektif kepada anak sehingga anak-anak kami menjadi penakut, berjiwa lembek, mudah menyerah dan tidak menyukai alam dan lingkungannya. Bagi kami sendiri, bukan berarti kami tidak sayang kepada anak-anak kami. Kami tidak melarang karena kami sudah mengukur apakah hujan gerimis itu berbahaya bagi anak-anak kami. Bagaimanakah kami bisa mengganti kegembiraan anak yang menikmati hujan gerimis itu kalau kami melarangnya.

 

Kami juga sudah siap dengan resikonya dengan keputusan tersebut. Memang benar, karena kecapekan selesai outbond tersebut dikombinasi dengan kehujanan akhirnya anak kami harus mengalami sakit flu dan demam sehingga akhirnya tidak masuk sekolah selama 3 hari. Dan kami membayar resiko tersebut untuk kehilangan rasa nyaman dengan merawat anak kami sampai sembuh dan bisa bersekolah kembali.

 

Saya yang dibesarkan dalam keluarga miskin jadi bertanya-tanya apakah seiring dengan meningkatkan tingkat ekonomi dan intelektual, kita sebagai orang tua memang akan semakin over-protektif terhadap anak-anak kita ?

 

Tapi ketika saya bercermin pada pengalaman selama berkelana di Eropa beberapa tahun lalu saya kok menjumpai hal yang berbeda ya ?

 

Vienna, Austria awal bulan Desember temperaturnya memang sangat dingin, tapi suasana di sana sangat ramai dengan adanya bazar-bazar Natal di beberapa pekarangan depan katedral yang ada di sana. Sudah dingin, kalau hujan deras lagi, begitu yang saya alami saat itu.

 

Tapi dalam keadaan hujan dan hawa dingin tersebut, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri barisan anak-anak TK sedang menikmati suasana sebuah bazar Natal. Dengan ditemani oleh guru-gurunya, mereka; masing-masing mengenakan jas hujan; tampak senang menikmati sebuah panggung boneka.

 

 

 

Setelah selesai, mereka pun kembali ke sekolahnya sambil berbaris dua-dua, dengan berjalan lho, bukan berlarian ke sana ke mari, padahal di bawah guyuran hujan lebat. Kalau seandainya sang bapak teman anak saya ada di sana saat itu, saya bayangkan dia pasti akan memarahi sang guru karena sudah mengajak anaknya hujan-hujan he..he...

 

Saya juga melihat dengan mata kepala teman-teman Indonesia saya yang mendapat tugas bekerja di Paris. Di sana, dalam keadaan dingin dan hujan, mereka tetap mengajak anak bayinya untuk jalan-jalan. Tentu saja anak tersebut berada dalam kereta bayi dan dikenakan jaket dan baju hangat sehingga tidak kedinginan. Saya kadang tersenyum sendiri, apakah kalau di Indonesia mereka akan melakukan yang sama dengan anak bayi mereka di saat hujan dan dingin tersebut. Mungkin mereka sih berani-berani saja....tapi kakek neneknya yang akan memarahi mereka dengan kelakuannya itu he..he...

 

Mungkin saya perlu bertanya kepada Anda, apakah kita di Indonesia yang terlalu over-protektif kepada anak kita ataukah para orang tua bule itu yang tidak memperdulikan anaknya ?

 

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 20 Desember 2009)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun