3 point yg bisa saya ambil
1. Ketika agama menjadi biang kerok, bunuhlah pemimpinnya, umatnya pasti kacau
Analogi ini terlalu kejam? Tidak perlu dibunuh tetapi dibetulkan cukup pemimpinnya saja anak buahnya manut.
Lihat betapa kacau arah dan tindakan pengikut 'pendeta wanita' yg hendak mengorbankan anak kecil demi keselamatan dirinya dari serangan monster,ketika 'pendeta wanita' itu terbunuh. Di sini yang saya soroti adalah betapa iman itu dapat membuat manusia menjadi buta hati tanpa dapat memakai akal dan nalar yg telah dikaruniakan, dogma menjadi utama.
2. Ketika batas uji kita di ujiankan. Bersabarlah sampai mati. Ikuti perintah tanpa membangkang. Dalam hal ini Tuhan tidak tahu batas2 ketahanan manusia atau manusianya yg cengeng, cepat2 ambil tindakan,nanti menyesal.
Saking takutnya dimakan monster, sebuah kematian yg telah dilihat begitu mengerikannya, seoarng ayah tega menghabisi anaknya sendiri. Tindakan ini menurut anggapannya adalah tindakan bijaksana sesuai keadaan. Ayah ini tidak ingat peringatan untuk dilarang membunuh manusia dalam situasi apapun. Pemikirannya tindakan dia lebih masuk akal dr perintah Tuhan. Apa akibatnya? Penyesalan mendalam.
3. Akal sehat perlu, nalar harus diatas iman, dan iman perlu. Memang perlu kepercayaan diri untuk menjadi orang berkepribadian. Tidak bisa kita berciri khusus/berkepribadian/beragama hanya karena mayoritas/orang tua kaya/ayah ibu hebat atau turunan. Kita Harus punya Kepercayaan diri penuh, menjadi diri sendiri.
Beranikah kita keluar dari 'comfort zone' kita untuk melihat dunia yg lebih luas? Melihat sudut pandang yg lebih nyata? Beranikah kita menjadi diri sendiri dengan kemungkinan dimusuhi rekan2 kita hanya karena keyakinan (tdk selalu agama) kita?
The Mist memang memiliki banyak arti...