Â
Pertemuan di Olivier GI di muka bulan Januari 2016 kala itu mungkin hanyalah pertemuan biasa. Selayaknya jumpa pertemanan. Namun, cerita sekian menit setelah itu, rupanya menjadi sekian menit yang memicu babak panjang hidup Jessica.
  Â
Sekian menit itu, yang sungguh singkat untuk sebuah waktu, tapi melahirkan tontonan berbulan-bulan bagi masyarakat. Sekian bulan yang panjang bagi Jessica dan kuasa hukumnya yang naik turun meja pengadilan menyuarakan pembelaan.
  Â
Dari securah kopi vietnam menjadi sebuah kasus yang rumit. Disebutkan mengandung sianida yang mematikan.
  Â
Beberapa hari setelah kematian Mirna, Jessica pun ditetapkan tersangka. Ia ditahan. Kasusnya menjadi heboh. Kopi vietnam berubah kopi sianida. Publik yang lapar hiburan sebagian bahkan menjadikan ini guyonan.
  Â
Sekian bulan publik seakan dipaksa menatap layar-layar televisi. Mengikuti langkah berjalan kasus ini. Silang menyilang argumen para tokoh hukum, pakar, lawyer menjadi tontonan harian. Di masa saat tiktok dan ige belum mendominasi hari-hari masyarakat Indonesia. Di masa saat menonton yutub pun masih dianggap mahal karena belum sebegini maraknya jaringan wifi.
  Â
Lantas apakah memang Jessica bersalah? Iya secara situasi. Tapi apa ia yang menaruh asam sianida ke kopi Mirna ini yang masih menjadi misteri.
  Â
Delapan setengah tahun menjadi tahanan lapas lalu bebas bersyarat dari vonis awal 20 tahun tentu cukup menyita sedikit perhatian.
 Â
Delapan tahun yang panjang bagi Jessica. Dan dunia di luar banyak berubah. Jauh sebelum kemunculan kasus Sambo dan kehebohan kasus kematian Vina.
  Â
Banyak hal yang berubah. Krishna Murti yang menangani kasus Jessica perlahan sudah jadi perwira tinggi polri. Dimana kala itu Khrishna masih berpangkat kombes, kini perwira dua bintang. Sambo yang saat itu jadi wakil Krishna karirnya melesat dengan cepat, sebelum terjerembab pula begitu cepatnya.
  Â
8 setengah tahun yang panjang. Ibukota negara berganti. Masa jabatan presiden mendekati usai. Dunia sempat disapu badai covid dan pulih. Daftar orang terkaya berganti-ganti rangking, tapi namanya hampir itu-itu saja. Kasus-kasus besar yang mewarnai cerita negeri ini muncul berganti. Lanskap politik tak pelak ikut berubah. Dulu langkah dan kebijakan pemerintah sulit ditebak. Kini porsi anggaran di pemerintah, kursi menteri, calon penguasa, bahkan perkara calon pimpinan partai politik pun bisa ditebak dengan mudahnya oleh bapak-bapak yang saban hari cuma duduk di pangkalan ojek. Dan itu seringkali benar kejadian.
8 setengah tahun yang panjang. Teknologi kian maju seakan tanpa ada rintangan berarti. Di tahun 2016 android masih berjalan di versi marshmallow, kini android sudah versi 14. Iphone 7 di tahun itu kini bahkan siap meluncurkan Iphone 16. Teknologi layar lipat di hape bahkan bukan lagi khayalan. Ia sudah warawiri di atas beragam banner, ditemui di konter-konter.
 Â
Laptop dan komputer lebih canggih. Snapdragon yang familiar di hape bahkan sudah ada di sana. AI ditanam di hape untuk memudahkan kerja manusia.
  Â
8 setengah tahun dunia berinovasi dengan cepat. Tapi itu tetaplah 8 setengah tahun yang lama bagi Jessica.
   Â
Dunia banyak berubah. Kini usianya 35 tahun. Jessica bebas. Masih bersyarat. Ia banyak belajar. Ia banyak bersabar. Ia bahkan mengaku sudah memaafkan semuanya. Jessica siap memulai dunia yang baru. Memulai kembali semua dari awal. Tak ada kata terlambat untuk hal baik.
Ia mengajarkan kepada dunia terutama perempuan. Untuk tidak takut pada dunia. Apalagi takut pada kata terlambat. Anda bisa memulainya kapan saja.
  Â
Dunia berubah dengan cepat. Tapi Jessica tetap terlihat cantik. Barangkali ruang tahanan hanya membatasi pandangannya. Tapi pikiran dan perasaannya bisa Ia kelola dengan positif sebagaimana pengakuannya sesaat setelah dinyatakan bebas.
 Â
Kini Jessica kembali pada keluarganya. Ia bisa melihat bagaimana kerut di wajah bapak ibunya yang kian mengerut. Melihat kembali keponakan yang beranjak dewasa.