Â
Toh bila juga harus berterus terang, andai kata saya jadi presiden di waktu yang sama, maka akan sangat mungkin keputusan menaikan harga BBM itu juga saya pilih.Tapi ini hanyalah pengandaian. Jangan cepat marah. Plis. Presiden dan jajaran pemerintahan yang bekerja sekarang boleh jadi sudah melalui jalan panjang perdebatan dan tindih-menindih pendapat perihal kalkulasi stabilitas APBN.
  Â
Lupakan saja. Efek dari kenaikan harga BBM tadi pelan dan seketika mulai terlihat. Beruntung kita punya dua senjata andalan untuk situasi seperti ini: pertama, kebiasaan beradaptasi dan kedua sudah tentu ketabahan tingkat tinggi dalam mengarungi sesulit-sulitnya badai. Iyakan?
   Â
Dua bulan lalu publik tanah air sempat turut dalam duka mendalam ibunda brigadir Joshua yang tewas dalam kasus yang semula katanya adalah baku tembak sesama polisi. Setelah kasus itu berkali-kali naik tingkat ke penyidikan lanjutan hingga muncul fakta-fakta baru kita pun kenal dengan yang namanya FS, PC, RR, KM, pengacara-pengacara yang terlibat maupun lembaga yang dulu namanya sungguh asing.
  Â
Kasus kematian brigadir Joshua nampak jelas mengaduk-aduk perasaan kita. Memunculkan opini dan dugaan liar yang berkembang tanpa bisa dikendalikan. Rakyat kita seperti menonton sinema elektronik panjang dengan skrip cerita yang sulit ditebak. Ada pro dan kontra.
  Â
Hingga akhirnya harga BBM diumumkan naik. Tak begitu banyak demo-demo penolakan di daerah seperti dulu-dulu. Rakyat seakan kehabisan energi untuk bereaksi keras terhadap pemerintah. Entah karena memang kebanyakan kita yang terlanjur ikhlas dengan kondisi, atau jangan-jangan karena perhatian dan energi kita memang sudah terkuras banyak semenjak kasus FS. Tak akan ada jawaban pasti.
   Â
Berita di seantero negeri lalu lalang melintasi ruang dan waktu sampai menjadi hidangan orang banyak. Sebagian besar menyikapinya dengan analisis bak pakar, ada juga yang malah memilih diam dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Pelan-pelan kita pun akan terbiasa dengan harga BBM yang baru. Jangan khawatir, kiamat dunia bukan di antrean SPBU, bukan pula di barisan nasabah bank. Semua akan baik-baik saja.
   Â
Yah, segalanya kelak akan baik-baik saja. Namun mungkin tidak dengan saya. Kabar pertunangan Jessica Mila dan si cowok terasa berkali-kali lebih menggedor perassan dari urusan BBM. Ini jadi kegagalan cinta yang kesekian. Berat rasanya tapi harus diterima. Lagipula pilihan ada di tangannya, sedang di tanganku uang pun tiada. Sial.
  Â
Orang-orang mengira saya tak sekali jua pernah merasa dilema akan satu hal. Padahal mereka tak tahu bagaimana dilematisnya saya saat harus memilih antara Jessica Mila atau Raisa Andriana dulu. Sialnya Raisa lebih memilih Hamis teman baikku, dan Jessica Mila entah orang asing siapa yang berhasil merebut cintanya.
   Â
Sekarang saya jadi sadar bahwa ungkapan hidup adalah panggung sandiwara itu tak benar. Buktinya segala masalah cintaku selalu terlampau serius untuk disebut sandiwara belaka.