Penyidikan terhadap kasus penyerangan lapas Cebongan ini, menimbulkan berbagai interpretasi, yaitu: mulai dari identitas para pelaku penyerangan, dimana Pangdam Yogya pun telah mengatakan, bahwa pelaku penyerangan bukan anggota TNI, berlanjut sampai dibentuknya tim investigasi, baik dari Kepolisian maupun dari TNI, akhirnya KSAD mengeluarkan statement, bahwa pelaku penyerbuan/penyerangan lapas Cebongan adalah anggota kopassus.
Kasus ini menimbulkan beberapa pertanyaan dalam diri saya, yaitu:
1. Bagaimana kalau kasus pengeroyokan terhadap seorang anggota kopassus ini (catt: yang merupakan pasukan elite TNI), diserahkan saja sesuai dengan proses hukum yang berlaku untuk di-proses oleh Polri, apakah ini bisa diterima dengan legowo oleh TNI, khususnya rekan-rekan almarhum sesama anggota kopassus ?.
2. Apakah masyarakat tidak bertanya-tanya, kenapa TNI/kopassus membiarkan seorang anggotanya dikeroyok oleh para preman sampai tewas, hanya berdiam diri, padahal kopassus dimata masyarakat sangat bersinar dan masih disegani.
Kesimpulan, akhirnya kasus ini menjadi bahan pelajaran bagi kita semua dan yang menjadi inti persoalannya adalah, kembali menyangkut keberadaan/peranan para preman (baik secara individu/per-orangan, maupun kelompok/ormas) di negeri yang dipayungi oleh hukum ini dan kasus penyerangan/penyerbuan lapas Cebongan ini tidak terlalu dipermasalahkan oleh masyarakat, bahkan sampai ada flashback kebelakang, yaitu: apakah perlu dilakukan "petrus" jilid dua ?