Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi Pilihan

(Apakah) Kompasiana dan Kompasianer sebagai Bagian dari Insan Pers Nasional

9 Februari 2022   17:14 Diperbarui: 9 Februari 2022   17:33 304 26
Bojong Koneng, Bogor Jawa Barat | Luar Biasa, data Januari 2021 menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta atau 73,7 % dari total jumlah penduduk RI.

Jumlah yang fantastis. Sehingga, secara prosentase Indonesia berada pada level atas mengakses internet. Tapi, jangan cepat bangga. Karena yang mereka akses tersebut adalah platform media sosial (FB, IG, WA, dll), kanal Video, Live Streaming TV, musik, hiburan, dan sejenisnya; bukan situs berita atau media pemberitaan lainnya.

Lalu, apakah menjadikan orang Indonesia ketinggalan berita atau update informasi? Tak lah. Mereka malas baca tapi rajin dengar dan cenderung percaya begitu saja terhadap apa-apa yang didengar (terutama dari Medsos).  

Malas baca itulah yang menjadikan termasuk sebagai 'Masyarakat Miskin Literasi.' Bayangkan, dari 1.000 orang, hanya satu yang terbiasa baca dan membaca. Sehingga tak salah jika rakyat Indonesia, walau kaya-kaya, pendidikan tinggi, 'status sosial di atas awan,' tapi miskin literasi.

Sikon itulah insan Pers Nasional Indonesia ada dan hadir. Hadir dengan konten pemberitaan yang cerdas mampu menaikkan minat baca pada masyarakat.
Jadi, bukan sekedar mengisi kebutuhan (akses) internet dengan hal-hal yang sesuai selera mereka. Tapi, ada peran edukasi publik agar orang Indonesia rajin baca atau membaca.

Dan, kehadiran Kompasiana plus Kompasianer atau penulisnya (penulis di Kompasiana), jika ditanya maka hampir semuanya (akan) menjawab, "Untuk Menaikkan Minat Baca." Jawaban baku, sejak lama, ketika ngumpul saat Kompasianival.

Dengan demikian, jujur, walaupun sekarang ada banyak platform sejenis, tapi 'kualitas jurnalistiknya' belum sebanding Kompasiana. Apalagi ada semacam 'aturan sangat ketat' terhadap konten yang layak tayang di Kompasiana, (aturan yang kadang menjengkelkan ketika artikel dihapus Admin. Bha bha bha bha).

Juga, katakanlah, sejumlah kutipan artikel di/dari Kompasiana, menjadi refrensi penulis Skripsi, Thesis, atau pun Doktor, dan masuk di daftar pustaka. Itu bermakna, ada konten-konten pada Kompasiana, tidak ditemukan pada tempat lain; sehingga hanya Kompasiana menjadi sumber utama.

Jelas, Kompasiana sebagai Media Online Non-mainstream, sekaligus Platform Warga yang Menulis, telah meramaikan dan berdampingan dengan Media-media Arus Utama, bahkan memperkaya Dunia Pers Nasional.

Dengan demikian jika pers dimaknai sebagai semua bentuk kegiatan yang bersifat pemberitaan (mengumpulkan, membuat, serta memberitakan) melalui media dalam bentuk media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan berbagai buletin kantor berita; serta diperluas menjadi semua media massa yang ada seperti media online, radio, televisi, dan media cetak.

Serta, menurut UU No. 40 Tahun 1999, bahwa pers sebagai atau merupakan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, gambar, suara, gambar, data dan grafik dan dalam bentuk lainnya. Penyebaran berita tersebut menggunakan media elektronik, media cetak, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Kompasiana (dan Kompasianer) telah melakukan banyak hal sesuai makna pers dan UU No 40 tahun 1999.

Maka, apakah Kompasiana dan Kompasianer termasuk bagian dari Pers Nasiona? Atau, menyapa diri sebagai Insan Pers?

Atau, Kompasianer hanya dianggap sebagai 'Jurnalis Warga' yang kemampuan jurnalistik serta menulis artikel kalah kualitas dari para 'pemegang Kartu Pers.'
Untuk yang itu, saya berani taruhan bahwa, "Sangat Banyak Kompasianer yang mutu tulisannya di atas rata-rata penulis di media sejenis, bahkan lebih baik dari Jurnalis Media Mainstream. He he he he he ...

Nah kembali ke awal, "Kompasiana dan Kompasianer termasuk Insan Pers Nasional?"

Cukuplah

Opa Jappy | Kompasianer Tuwir

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun