doc megatron.biz/kompasiana.comHubungan antara Indonesia semakin memanas gara-gara terkuak adanya operasi penyadapan terhadap para petinggi RI. Apalagi ditambah dengan penarikan Dubes RI di Australia serta sejumlah pernyataan, pendapat, opini, dan demo (dari kedua belah pihak) yang tidak menyejukan namun menambah bara api permusuhan antar kedua negara.
Selain itu, ada sejumlah besar orang Indonesia, terutama pejabat, mantan pejabat, politikus, militer dan mantan militer, secara bersama dan hampir bersamaan menyatakan amarah kepada Australia; mereka secara serentak seakan menyatakan Australia telah melakukan pengimgkaran terhadap hubungan baik antar negara, bangsa, dan pemerintahan.
Ketika hampir semua menyatakan seperti itu, beda dengan AM Hendropriyono, mantan Kepala BIN ini, malah berkata sebaliknya. Saat pejabat negara, akademisi, maupun para pengamat asyik melontarkan kritik serta kecaman terhadap intelijen negeri jiran tersebut, ternyata ada cerita lain yang serupa: Indonesia lebih dulu menyadap Australia. Jend. (purn) AM Hendropriyono, jsutru mengakui bahwa Indonesia pernah menyadap percakapan para petinggi pemerintahan Australia saat terjadi krisis Timor Leste, tahun 1999 sampai 2004, [selanutnya lihat SUPLEMEN; atau copas lengkap di kolom komentar].
Apa yang dilakukan atau diungkapkan AM Hendropriyono tersebut adalah pengakuan, kejujuran, atau hanya mau menghantam balik pemerintahan SBY yang sementara panik akibat penydapan dari/dan oleh intelejen Australi!? Tentu, hanya AM Hendropriyono yang tahu dengan persis.
Yang pasti, urusan sadab-menyadab, saling ingin tahu rahasia, saling bertelik sandi, melakukan operasi intelejen atau sejenis dengan itu, terjadi mana-mana. Hampir semua negara di planet Bumi, yang mempunyai Badan-Kesatuan Intel - Intelejen, pasti mempunyai tugas untuk melakukan spionase untuk kebutuhan politik, pemerintah, dan pertahanan negaranya.
Jadi, jika ada operasai intelejen, spionase, penyadapan, yang terbongkar (bandingkanlah dengan hal yang pada negara-negara di Eropa, Timur Tengah, dan Amerika), maka agar tidak terbuka aib dan kelemahan lembaga kontra intelejen, sekuriti ineternal, maka hal tersebuttidak atau jarang diungkapkan publik; atau bahkan tunjukan kemarahan yang meluap-luap. Hal-hal itu, hanya ingin menunjukan kelemahan serta ketidakberdayaan upaya menjaga diri agar tak tersadap.
Dengan demikian, agaknya diriku harus setuju dengan AM PHendropriyono, bahwa Indonesia tak perlu munafik atau marah berlebihan menanggapi skandal penyadapan Australia tersebut. Selain itu, ada banyak hal lain yang harus diurus daripada menambah atau menciptakan permusuhan dengan negara tetangga.
Bukankah jika ada orang yang mengintai ladang kita, karena pagar ladang yang rusak, maka hal yang utama dilakukan adalah perbaiki pagar!? Itu lebih baik, daripada mencaci maka si pengintai yang telah lari bersembunyi.
Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono, (Warta Kota/Alex Suban)SUPLEMEN
Menurut Jenderal (purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono
"Kala itu, intelijen Indonesia menyadap komunikasi sipil serta militer Australia. Tak hanya itu, Indonesia juga menyadap sambungan telepon masuk maupun yang keluar dari alat komunikasi sejumlah politikus Australia. Terutama politikus yang gencar mendukung Timor Leste.
Ada upaya intelijen Indonesia yang gagal untuk mengorek lebih banyak informasi rahasia pemerintah Australia. Saat itu, BIN tak mampu merekrut pejabat Australia agar mau bekerja sebagai aset bagi Indonesia. BIN juga gagal merekrut intel Australia supaya mau menjadi agen ganda guna memberikan informasi bersifat rahasia kepada Indonesia. Hampir, tapi tak bisa, ..."
[lihat copas lengkap di kolom komentar]Jangan Lupa KLIK