Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Investasi Air Kemasan "Haram," tapi Berlabel Halal

2 Maret 2014   16:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 1243 8

Saling silang pernyataan-pendapat antara salah satu Ketua MUI belum reda, kini muncul lagi plintiran terhadap kata-kata Ketum MUI, Din Syamsuddin. Pernyataan Din Syamsudin yang menunjukan kekecewaan pada suburnya investasi air kemasan oleh swasta dan asing di Nusantara, "Kalau bagi saya, air kemasan itu haram;” dikutip oleh media (dan dibaca publik) sebagai Din telah haramkan air kemasan.

Agaknya, ucapan Din pada waktu Munas Tarjih di Palembang (28 Februari 2014) tersebut, yang kebetulan, MUI sementara disorot mengenai jual beli sertifiakt halal; jadinya, dengan mudah median melakukan pembelokan pesan, sehingga sekan Din haramkan air kemasan.

Ok lah, kali ini (kita, anda, saya) setuju dengan Din Syamsudin. Kenyataannya, Negara melakukan membuka peluang dan pembiaran pengelolaan air kemasan, air minum (melalui pipa dari rumah ke rumah) oleh swasta nasional dan asing. Akibatnya, tarif harga air minum di Indoensia, termasuk mahal di dunia.

Data menunjukan bahwa adanya peningkatan konsumsi air kemasan di Indonesia, bersamaan dengan itu meningkat pula investasinya. 10-13 %/tahun. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menunjukkan investasi pada sektor industri air minum dalam kemasan (AMDK) tumbuh 10% per tahun, mencapai sekitar Rp1,4 triliun (2010)dan naik 10% menjadi Rp1,56 triliun (2011), dipastikan pada tahun-tahun berikutnya, angka tersebut semakin menaik.

Jika seperti itu, maka saran dan seruan (terang-terangan maupun tersirat) dari Din Symsudin agar kembalikan pengelolaan air (untuk rakyat serta hajat orang banya) kepada Negara patut didengar dan diapresiasi oleh publik serta Negara.

Itu idealnya.

Lebih dari itu, MUI pun, terutama yang berwenang memberi sertifikat Halal, tidak atau bila perlu jangan memberikan label Halal kepada semua produk air kemasan di Indonesia. Dengan demikian, jika tak ada label halal, maka penjualan menurun, dan perusahan bisa bangkrut, kemudian ditutup.

Tetapi, jika menelusuri Direktori Halal Online, ada daftar panjang produk air kemasan (dan juga minuman ringan), lebih dari 100 jenis produk, yang mendapat sertifikat Halal dari MUI; termasuk produk dalam negeri dan asing. Tentu saja, label Halal yang mereka dapatkan tersebut, tidak didapat dengan gampangan, melainkan melalui proses yang berliku.

Nah, jika seperti itu, maka siapa yang harus dan seharusnya bertanggungjawab!?

Sekali lagi, jika mengikuti pernyataan Din Syamsudin, maka (dan diriku setuju) Negara sudah salah (dan melanggar UUD 1945) karena menyerahkan pengelolaan air kepada Swasta Nasional dan Asing; namun MUI pun ada salahnya juga karena memberikan label Halal kepada para pengusaha air kemasan tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun