Perjalanan ke Bali pada bulan Desember tahun lalu merupakan perjalanan saya yang ketiga pada tahun 2013. Namun demikian perjalanan kala itu sangatlah spesial karena saya mendapat hadiah dari Kompasiana – Garuda Indonesia. Pada bulan Juli tahun lalu saya memenangkan lomba menulis blog kerja sama antara Kompasiana dan Garuda Indonesia. Perlu waktu yang lama sekali untuk mengatur perjalanan ini. Terima kasih untuk Mas Dieki Setiawan dari Kompasiana yang sudah mengatur perjalanan kali ini.
Pesawat Airbus Garuda Indonesia A 330-300 tinggal landas tepat pukul 11:30 dari Jakarta menuju Bali pada tanggal 19 Desember 2013. Suasana bandara Sukarno Hatta pada saat itu cukuplah ramai karena menjelang musim liburan. Sepertinya pihak Garuda Indonesia sudah tanggap dengan hal tersebut dan tidak ada kesan penumpang menunggu lama untuk proses check-in. Sebelumnya saya tidak pernah menyangka akan naik pesawat dengan tipe ini.
Saya selalu terkesan karena setiap kali naik pesawat Garuda Indonesia karena pasti ada sesuatu yang baru. Seminggu sebelumnya saya juga naik pesawat Garuda Indonesia dari Incheon Korea Selatan ke Jakarta. Di situ saya juga sangat kagum karena Garuda Indonesia sudah menggunakan pesawat Boeing 777-300ER. Yang membuat lebih terperanjat adalah fasilitas internet di dalam pesawat. Begitu hebatnya maskapai nasional ini.
Dalam perjalanan tersebut saya bersama dengan Presiden Universitas saya yang kebetulan baru sekali naik pesawat Garuda Indonesia. Dia sempat memberikan kesan “Ony, this is the best business class service I have ever had in my life”. Selain pelayanan yang prima di dalam pesawat, pelayanan luar biasa juga kami dapatkan ketika kami sampai di bandara. Kami dipersilahkan menunggu dan petugas Garuda di bandara mengambil bagasi kami dan mengantarnya sampai ke mobil yang menjemput kami. Tidak pernah saya dapat pelayanan seperti ini selain dari Garuda Indonesia.
Di dalam pesawat Garuda Indonesia saya sempatkan untuk menonton film Indonesia. Pilihan saya jatuh ke film 5cm. Sebagai orang Indonesia saya sangat bangga akan kekayaan Indonesia. Biasanya kita akan lebih mencintai Indonesia ketika kita berada jauh dari Indonesia. Kita bisa membandingkan negara kita dengan negara lain. Kekayaan Indonesia yang luar biasa ini adalah anugerah yang tiada tara. Mari kita terus menjaga dan mengenalkan kekayaan Indonesia ini kepada siapa saja.
Perjalanan selama 1 jam 40 menit berlangsung dengan cepat. Pilot pesawat saat itu yaitu Kapten Timbul Januarso mengumumkan bahwa kurang lebih 20 menit lagi pesawat akan mendarat di bandara internasional Ngurah Rai. Ada hal lain yang dapat saya lihat ketika pesawat akan mendarat yaitu jembatan baru di samping bandara Ngurah Rai. Jembatan yang membentang sepanjang kurang lebih 12 km tersebut menghubungkan Nusa Dua, Bandara Ngurah Rai, dan Benoa.
Akhirnya Indonesia mempunyai jembatan baru lagi. Mungkin ada baiknya jembatan-jembatan lain di bangun sehingga memudahkan orang untuk melakukan perjalanan. Infrastruktur adalah ‘kata kunci’ untuk pariwisata Indonesia. Jika infrastruktur dibuat lebih baik maka saya percaya bahwa akan banyak lagi wisatawan Indonesia yang menjelajahi Indonesia. Jembatan ini mengingatkan saya akan jembatan Incheon di Korea Selatan yang juga menghubungkan bandara Incheon ke kota Incheon.
Tari Kecak di Uluwatu dan Makan Malam di Jimbaran
Setibanya di Bali saya sudah dijemput oleh Bapak Ngurah dari pihak travel. Beliau memberikan agenda mengenai tempat-tempat yang akan saya kunjungi. Setelah check in di hotel Santika Nusa Dua, pilihan saya pertama jatuh ke Uluwatu. Cuaca memang kurang bersahabat pada saat itu. Hujan mulai turun ketika saya sampai di Uluwatu. Saya harus menunggu beberapa saat sebelum masuk ke Uluwatu. Selain melihat keindahan Uluwatu dari atas tebing kegiatan lain yang tidak boleh dilewatkan adalah menonton pertunjukan Tari Kecak.
Sebelum petunjukan dimulai MC mengucapkan salam dalam beberapa bahasa yang intinya mengingatkan kita semua apa arti Bhinneka Tunggal Ika. Di pulau Bali inilah saya dapat secara nyata melihat bagaimana orang Indonesia mempraktekkan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam perjalanan menuju Uluwatu, saya juga dapat melihat lima tempat ibadah yang secara khusus dibangun secara berdampingan. Memaknai Bhinneka Tunggal Ika tidaklah mudah tetapi jika kita mau maka kita akan dapat melihat lagi betapa indahnya Indonesia.
Sesudah selesai menonton Tari Kecak, saya lanjutkan perjalanan ke pantai Jimbaran untuk makan malam. Pantai Jimbaran memang menjadi tempat favorit para turis khususnya yang ingin menikmati makan malam di pinggir pantai. Suasana seperti itu memang sangat romantis. Terlebih lagi banyak pertunjukan seperti tarian tradisional Bali dan juga musik yang membuat penonton betah untuk berlama-lama makan di sini. Harga makanan di sini memang relatif lebih mahal. Namun demikian harga tersebut sebanding dengan pelayanan yang diberikan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika saya kembali ke hotel. Bapak Ngurah sudah menyiapkan agenda lain di hari kedua kunjungan saya ke Bali
(Daejeon, Korea Selatan, 7 Januari 2014, FB: Travel with Ony Jamhari)