Masa kecilku selalu meracik imajinasi menjadi santapan berkesan. Kami bersantap dengan menjulurkan jabat tangan perkenalan. Apa kau masih ingat dengan malu-malu mengucap nama sendiri? Kupikir, tak ada yang dibanggakan selain punya teman bermain. Seperti mentari yang mengintip di sela-sela awan, ia mengajakku bermain petak umpet. Lalu, kulipat-lipat kertas menjadi pesawat yang menembus awan. "Mentari!!, kena kau." aku senang menemukan mentari dari persembunyiannya. Aku selalu menang dalam permainan itu.
KEMBALI KE ARTIKEL