Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Chemotherapy, Cara Penyembuhan kanker yang Tidak Manusiawi

17 September 2010   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:10 8735 3

Satu2nya terapi penyembuhan penyakit yang paling banyak mendapat kecaman di dunia ini adalah yang bernama Chemotherapy. Bagaimana tidak? Terapi ini sangat mahal harganya, sangat membuat pasien menderita dan yang paling tidak masuk akal adalah bahwa tingkat kesembuhannya hanya dibawah 5%.

Chemotherapy atau Chemo secara harafiah berarti usaha penyembuhan dengan menggunakan bahan kimia. Konon, terapi Chemo pertama dilakukan pada awal 1900-an. Bahannya adalah arsenik [yang sangat beracun itu] untuk mengobati penyakit kelamin sipilis. Jadi arsenik adalah bahan chemo yang pertama. Pada saat selesainya Perang Dunia 2, ahli mencoba gas mustard yang dipakai sebagai Bom Kimia yang diubah dalam bentuk cairan untuk mengobati Leukemia. Ide ini didapat karena semua korban mati akibat gas ini didapati memiliki sumsum tulang belakang yang berkurang sel darah putihnya. Selanjutnya berbagai zat kimia yang dianggap dapat mempengaruhi system pembelahan sel digunakan sebagai bahan kimia untuk chemo. Yang sangat penting dimengerti adalah bahwa seluruh jenis bahan kimia ini adalah merupakan bahan yang tergolong carcinogen, atau dapat menimbulkan kanker. Fakta ini merupakan bentuk kontroversi terbesar dari penggunaan chemotherapy untuk menyembuhan kanker. Ia disebutkan dapat membunuh sel kanker dan sebaliknya dapat menimbulkan kanker. Didalam realitanya sangat sering terjadi kasus dimana seseorang dinyatakan bebas dari kanker, namun beberapa tahun kemudian ini mengidap kanker lagi. Ada dua kemungkinan yang terjadi disini. Pertama adalah bahwa kanker pertamanya memang belum sembuh atau kedua ia mendapatkan kanker baru, hasil dari dampak zat chemo yang digunakan.

Seberapa mahalkah ongkos terapi ini? Dalam satuan rupiah, satu sessi chemo yang bisa terdiri dari 5-10 kali pemberian zat kimia ini dapat berjumlah beberapa juta rupiah hingga diatas seratus juta rupiah untuk satu sessi saja. Jangan lupa juga bahwa biasanya penderita akan memerlukan beberapa sessi chemo selama dia sakit, bukan sekali saja. Mengapa begitu besar variasi harga ini? Hal ini tergantung dari zat yang digunakannya. Ada yang murah dan ada yang mahal dan ini konon katanya bergantung pada kualitas obatnya dan tingkat kesembuhannya. Ada juga yang tergantung selera pasien, mungkin ada yang tidak ingin rambutnya rontok, ada yang tidak suka dengan efek mual dan sebagainya. Konon, zat chemo yang mahal tidak perlu membuat rambut menjadi rontok dan tanpa mual, namun ada juga ahli yang berbisik bahwa bisa saja zatnya sama, namun dosisnya yang dikurangi. Terlihat sudah banyak varian2 yang dibuat secara kreatif untuk menyenangkan konsumen.

Memang kalau kita lihat para pasien yang memakai kartu AsKes untuk chemo, maka rambutnya selalu menjadi gundul, jadi kesan bahwa ada obat murah, tapi gundul. Untuk masyarakat kaum menengah, biaya pengobatan untuk kasus kanker dengan pengobatan chemo untuk total perawatan sejak terkena hingga sembuh atau meninggal akan berkisar antara 500 Juta hingga diatas 1 Milyar. Ini angka yang didapatkan dari informasi langsung dari sebahagian penderita atau keluarganya. Sebagai perbandingan, angka yang sama di USA berjumlah sekitar 4 Milyar rupiah. Pertanyaannya, mengapa demikian besar? Perlu diketahui bahwa ini sudah termasuk biaya diagnosa dengan peralatan, kemudian operasi bila diperlukan mengangkat sejumlah jaringan dan pembayaran berbagai obat2an untuk menyembuhkan symptom2 yang terjadi akibat penggunaan chemo tadi. Sebagai contoh kecil, bila pasiennya merasa mual setelah chemo, maka dokter memberikan obat meredakan mual, bila lemas diberikan sejumlah obat lain untuk memperkuat fisiknya, diarrhea akan diberi obat yang diperlukan, dst.

Pengobatan dengan chemo membuat pasien sangat menderita. Mengapa? Cairan chemo akan membunuh sel2 tanpa pandang bulu, baik itu sel kanker maupun bukan. Sebagai contoh kecil, sel kulit kepala juga menjadi mati dan rambut menjadi rontok. Pemberian chemo itu dapat diibaratkan sebagai membakar suatu kawasan hutan untuk membunuh tikus didalamnya yang beranak pinak dengan cepat. Setelah semuanya hangus, tikus beserta pohon, maka diharapkan pohonnya dapat tumbuh kembali. Itu adalah kiasan ringkas untuk menerangkan cara ini. Penggunaan chemo dilakukan dengan mengesampingkan kemampuan daya tahan tubuh untuk mengobatidan memerangi penyakit yang ada. Sebaliknya daya tahan tubuh atau kekebalan penderita akan ikut ambruk pada saat pengobatan tadi. Karena itulah para pasien ini di isolasi selama prose’s chemo agar terhindar dari kemungkinan infeksi maupun tertular penyakit, karena pada saat ini ia tidak memiliki daya kekebalan tubuh. Pasien akan merasakan kesakitan dan panas seperti terbakar, rambut yang rontok, nafsu makan yang hilang, nyeri akibat kulit dan kuku yang mengelupas, sakit perut, mual, pusing hebat dan badan terasa tidak bertenaga. Akibat sampingan lain adalah perdarahan, steril dalam hal reproduksi, dan impoten untuk lelaki. Masalah terakhir ini rupanya cukup serius, sehingga sekarang ini juga ditawarkan untuk menyimpan sperma2 lelaki yang masih ini memiliki anak, sebelum ia di chemo. Ini adalah sebahagian dampak sampingan akibat chemo yang umumnya bisa kembali normal dengan perawatan. Yang lebih serius adalah akibat2 sampingan permanen berupa kerusakan permanen pada ginjal, hati, pendengaran dan kerusakan jantung. Hal ini umumnya tidak dapat dikembalikan pada kondisi normal.

Masalah kerusakan permanen ini juga ditunjukkan oelh statistik kesuksesan pengobatan alternatif [non-orthodox] bagi pasien2 yang telah pernah mengalami pengobatan chemo. Pada umumnya tingkat kesuksesan pengobatan alternatif berkurang separuhnya, bila pasien ini telah pernah diobati dengan cara chemo. Tidak jarang para pasien yang datang ke pengobatan alternatif ditolak untuk diobati bila mereka diketahui telah menjalani chemo. Ini adalah contoh konkrit lain untuk menggambarkan kerusakan yang terjadi.

Mengingat mulai banyaknya penolakan atas dampak sampingan ini, ahli farmasi membuat inovasi baru dengan memproduksikan obat2 atau zat yang kurang dampak negatifnya. Jenis2 ini umumnya adalah mutasi dari jenis yang telah ada dan varian varian pada dosisnya. Beberapa obat baru pada tahun tahun terakhir juga dipromosikan sebagai chemo yang selektif, yang bisa membedakan mana sel kanker dan mana bukan dan tidak banyak dampak sampingannya. Mengenai “keampuhan” pendatang baru ini tidak dapat diketahui secara pasti, karena biasanya diperdagangkan lebih mahal dan hanya dikonsumsi mereka mereka yang berkantong tebal dan tidak suka memberitakan berita buruk tentang hasilnya.

Setelah kita bercerita tentang mahal dan menderita, tentu biasanya kita mengharapkan diberikan hasil akhir yang menggembirakan… happy ending… maka ia kembali hidup sehat seperti sedia kala hingga beranak cucu hingga larut senja….

Ternyata tidak…. Lha inilah masalahnya mengapa Chemo disebut sebagai cara pengobatan yang tidak manusiawi. Mengapa? Karena menurut statistik, tingkat keberhasilan cara pengobatan chemotherapy ini hanya kurang dari 5%. Yang dimaksud dengan keberhasilan disini adalah bahwa pasien tadi sembuh dari penyakit kanker, kanker didalam tubuhnya benar2 hilang dan dia hidup sehat hingga akhir hayatnya, dan bila ia meninggal, ini bukan oleh penyakit kanker. Definisi ini adalah definisi yang wajar dan cukup dapat diterima akal sehat. Angka yang sangat rendah ini segera akan dibantah oleh para Oncologist dan para ahli pengobatan kanker. Mereka akan muncul dengan berbagai angka [yang umumnya tidak sama], dan besarannya diatas 50%, bahkan saya pernah mendengar angka mendekati 100%, yang katanya khusus untuk pasien dengan stadium awal penyakit. Lho… mana yang benar?

Jawabannya ada pada definisi kata “sembuh” tadi. Dunia kedokteran [Orthodox] menetapkan secara umum bahwa seorang pasien dikatakan sembuh bila ia masih hidup setelah 5 tahun diketahui mengidap kanker. Itulah definisinya sebagai ukuran umum penentuan sembuh atau tidak. Bila ingin lebih rinci, sebenarnya ada jumlah2 yang berbeda untuk beberapa jenis kanker. Hodgkin’s Disease dipatok sebagai 10 tahun, atau Burkitt’s lymphoma 1 tahun saja. Jadi bila anda menderita Burkitt’s lymphoma, dan anda menjalani chemo dan ternyata setelah setahun anda masih hidup, maka berbahagialah, karena anda dinyatakan sebagai sembuh [walaupun seminggu setelahnya anda akan meninggal misalnya]. Definisinya ini dipakai secara meluas oleh para dokter. Jadi bila seorang dokter memberikan obat atau therapy cancer [bukan hanya chemo saja], ia selalu berusaha membesarkan hati pasiennya dengan mengatakan bahwa dalam kasus seperti ini [misalnya], tingkat kesembuhannya adalah 60%. Pasien mendapatkan persepsi yang salah bahwa 60% kasus seperti ini benar2 sembuh, namun yang dikatakan dokter adalah bahwa ada 60% pasien yang masih dapat hidup dalam 5 tahun setelah dia dinyatakan terkena kanker jenis ini. Pada umumnya para dokter akan berlindung pada definisi tadi bila terjadi silat lidah antara pasien dan dokter. Pengertian ini sangat perlu dimasyarakatkan agar tidak ada kesalahan penafsiran.

Ada dua definisi lagi yang selalu dipakai untuk menggambarkan statistik kesembuhan penyakit kanker dan definisi ini juga dipakai di Indonesia. Yang pertama adalah “umur kesempatan hidup” atau umur rata2. Katakanlah umur rata2 lelaki di Indonesia adalah 62 tahun, maka bila seseorang penderita kanker masih hidup melewati umur ini, dia dinyatakan sembuh dari kanker. Definisi tidak membedakan apakah ia mulai kena kanker umur 61 tahun [berarti hanya setahun], atau umurnya 70 tahun waktu didiagnosa terkena kanker [berarti dia sudah sembuh sebelum terkena kanker…]. Definisi yang lain lagi menyatakan bahwa seorang pasien penderita kanker dinyatakan sembuh, bila ia mati dikarenakan penyakit lain. Ini mungkin daerah abu abu, namun seperti diketahui bahwa tindakan seperti chemo dapat merusak organ lain seperti jantung atau liver. Walaupun ia mati karena kerusakan jantung akibat chemo tadi, maka ia tetap dikatakan telah sembuh.

Keseluruhan definisi ini mengakibatkan kontroversi berkepanjangan atas kinerja pengobatan kanker dan khususnya chemotherapy yang sayangnya hingga sekarang masih dianggap senjata pamungkas untuk pengobatan kanker.

Pertanyaannya kini, mengapa cara ini tetap dipakai hingga sekarang? Para dokter sangat merekomendasikannya dan mayoritas pasien memilihnya? Satu satunya jawabannya adalah bahwa Sistem pengobatan orthodox tidak memiliki cara lain yang lebih baik untuk menyembuhkan kanker. Kanker sudah pada tahapan dimana banyak orang mendefiniskannya sebagai “penyakit yang tidak bisa disembuhkan” atau “penyakit seumur hidup”. Disisi lain masyarakat juga tidak mengetahui cara alternatif lain yang dapat ditempuhnya, karena walaupun cara lain itu ada, hal ini tidak dipublikasikan secara luas dan benar dan selalu mendapatkan tekanan dari pelaku kesehatan orthodox. Alasan lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa cara pengobatan ini, walaupun buruk hasilnya, telah mendatangkan bisnis yang sangat besar bagi seluruh komponen pada system ini, mulai dari pabrik farmasi, pembuat alat diagnostik, Rumah Sakit, Dokter dan seluruh system terkaitnya. Dengan alasan ini, seluruh komponen ini, terutama pabrik Farmasi akan berjuang keras agar cara penyembuhan ini terus berlangsung. Dunia membelanjakan lebih dari 9.000 Triliun Rupiah setiap tahun, hanya untuk penyakit kanker, jauh melebihi anggaran belanja Negara kita pertahun, hanya untuk memberi kurang dari 5% kesembuhan.

Chemotherapy adalah berita buruk untuk dunia kesehatan Orthodox. Cara pengobatan ini disebutkan sebagai sangat sangat tidak manusiawi, karena selain ia memang mahal, menimbulkan kesakitan dan penderitaan fisik bagi pasiennya, kemiskinan bagi keluarga yang ditinggalkannya dan pada akhirnya tetap tidak memberikan penyembuhan yang diharapkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun