Pengantar
Kesadaran manusia menjadi kekuatan fundamental untuk membangun kehidupan yang penuh makna. Dengan kesadaran yang penuh ia tidak lagi menjadi manusia "mandul", tetapi sebaliknya, dari dalam dirinya akan memancar sebuah "ilmu yang tak kelihatan" yang mampu mempengaruhi orang banyak untuk mendengarkan apa yang ia ucapakan. Menjadi suatu yang penting dan harus diungkapkan dalam tulisan ini, bahwa keberadaan seseorang sebagai manusia selalu mempunyai tujuan. Kebertujuan hidup manusia ini harus disadari sepenuhnya agar kita tidak terjebak dalam ritual semu yang "menjijikan", dangkal dan penuh kemunafikan Sebagai OMK yang hidup di tengah derasnya arus globalisasi, tentunya kita selalu dituntut untuk setidaknya mengembangkan diri kita baik dalam iman maupun dalam kedewasaan berfikir. Tidak mudah untuk mewujudnyatakan itu semua, apalagi kalau boleh secara satir saya mengungkapkan bahwa dunia ini begitu kejam dan tega karena ia telah menawarkan kenikmatan yang sedemikian rupa sehingga banyak orang muda menjadi korban karenanya, secara khusus lupa diri, lupa akan tujuan hidupnya, dan dalam beberapa kasus ekstrim: meninggalkan imannya. Kejamnya dunia ini diperburuk dengan situasi sosial politik yang terjadi di negri ini. "konon katanya berbeda-beda tapi tetap satu, tapi kenyataannya, yang berbedalah yang harus dimusnahkan".[4]Lalu apa yang harus dilakukan oleh kita OMK? Apakah kita harus ikut arus yang "jahat"[5] itu? Dan bagaimana seharusnya kita bertindak?
Spiritualitas
Langkah pertama dan mendasar, untuk berkembang secara penuh sebagai OMK adalah dengan meneladani Kristus. Tetapi bagaimana mungkin meneladani Kristus kalau kita tak pernah mengenal spiritualitas Kristiani? Maka dari itu, pada bagian ini akan diuraikan soal bagaimana harus menyikapi spiritualitas Kristiani dan apa pentingnya bagi kita OMK.
Dalam hidup ini, ada tiga hal yang penting, yakni Allah, sesamaku manusia dan aku. Aku membayangkan hubungan antara aku, Allah dan sesama sebagai sebuah segitiga sama sisi yang tentu saja tak terpisahkan antara sisi yang satu dengan yang lainnya. Allah sebagai sudut yang tertinggi, sedangkan aku dan sesama sebagai sudut yang lainnya. Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku dan sesamaku karena Allah maha pengasih juga penyayang. Aku memuji dan memuliakan Allah, selain itu aku juga (harus) menghormati sesamaku sebagai makluk yang juga dikasihi Allah. Sesamaku mengasihiku juga memuji dan berserah pada Allah.
Dasar dari spiritualitas Kristiani secara khusus berpijak pada sosok, pribadi dan hidup Yesus sendiri serta relasiNya dengan dunia. Singkatnya, bagaimana Yesus yang kita kenal dalam Kitab Suci bertindak, berkarya, mengajar dan berelasi dengan orang-orang di sekitarnya, dan menjadi sumber inspirasi dalam hidup kita. Kepekaan atas kehadiran Yesus dalam hidup kita ini tentunya dilatih dari kebiasaan kita berdoa, dan memandang hidup kita dari kacamata iman, atau dalam kesadaran bahwa Tuhan selalu menyertai, dan kita diajak untuk senantiasa mencari kehendakNya. Persahabatan dengan Yesus inilah yang memberi makna dan tujuan dalam hidup kita. Persahabatan dengan Yesus yang demikian ini merupakan hal yang fundamental.[6]
Secara simplistik dapat dikatakan bahwa spiritualitas Kristiani mengajak kita untuk lebih mengenal dan "bersahabat" dengan Kristus lewat segala hal finding God in all things. Dengan berpegang teguh pada Kristus, niscaya hidup kita akan menjadi penuh makna.
Komunitas
Sebagai OMK, kita tidak bisa lepas dari kegiatan berkomunitas. Dalam lingkup paroki misalnya, ada banyak kegiatan yang melibatkan OMK. Dalam kegiatan berkomunitas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni, kejujuran, keterbukaan, dan kesederhanaan.[7]Kejujuran menjadi modal untuk membangun suatu hubungan antara subjek kehidupan, tanpa kejujuran tak akan terjadi hubungan yang harmonis. Menurut hemat saya, jika kinerja teman- teman dalam suatu kepengurusan lamban itu tidak masalah asalkan ia dapat bekerja dengan jujur. Kejujuran merupakan kunci mendapatkan kepercayaan orang lain.Keterbukaan, hampir sama dengan kejujuran, hanya saja keterbukaan lebih mengacu kepada bagaimana cara berkomunikasi dengan baik. Agar tidak terbebani, dalam suatu kepengurusan dibutuhkan komunikasi dua arah. Maksud saya, dibutuhkan komunikasi antara "penguasa" dengan sang eksekutor kegiatan. Dalam satu kasus tertentu bisa dicontohkan sebagai hubungan OC dan SC. Tidak bisa SC seenaknya menyuruh atau bertindak tanpa dikomunikasikan dengan SC ataupun sebaliknya. Kesederhanaan juga menjadi poin yang tak boleh dilupakan. Seperti yang sudah diuraikan pada bagian spiritualitas Kristiani, bahwa kita harus bersahabat dan mengimani kesederhanaan Yesus, maka acara atau kegiatan yang direncanakan oleh OMK hendaknya menekankan aspek ini. Jangan sampai OMK dicap sebagai anak muda yang hobi foya foya dan menghamburkan uang.
Ketika dalam kegiatan berkomunitas ketiga hal itu luput, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan. Sebab, di dalam kejujuran, keterbukaan, dan kesederhanaan tersirat spiritualitas Kristiani yang tidak bisa tidak harus kita lakukan sebagai anak- anak Allah.
Mission: Jadilah Saksi Kristus!!
Age quod agis[8] merupakan sebuah slogan atau bisa dikatakan semacam "mantra" yang harus dijalankan oleh tiap individu guna mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup. Namun "mantra" tersebut tidaklah mudah untuk dilakukan. Sebagai seorang manusia yang bereksistensi secara penuh, tentunya manusia memiliki kebebasan dalam melakukan banyak hal. Manusia itu bebas dalam menjalankan segala sesuatu, oleh karena itu segala tindakan manusia harus didasari oleh pertimbangan rasional juga intuitif agar apa yang ia lakukan tidak merugikan pihak lain tapi sebaliknya tindakan yang dilakukan malahan berdampak untuk kebahagiaan sebanyak mungkin orang. The greatest happiness for the greatest number!
Bahwa memang seharusnya kita sadar terkadang kita melakukan sesuatu hanya untuk kesenangan kita saja, kita kadang malas untuk melakukan yang benar benar menjadi tanggung jawab kita, ya..kita lari dari realita dimana kita hidup, kita lari dari tanggung jawab kita. Sebagai seorang mahasiswa kita lari dari kewajiban kita untuk belajar, kadang kita bahkan melakukan hal bodoh dan hina, yakni menyontek saat ujian! Padahal diluar sana masih banyak orang muda yang tidak bisa kuliah hanya karena tidak punya biaya, namun kita yang bisa kuliah malah menyia nyiakan kesempatan yang ada, sungguh ironis bukan!
Sebagai seorang Kristiani, seharusnya kita dapat melihat dan mencontoh kristus yang telah menderita untuk kita, Ia telah menyerahkan nyawaNya demi menebus semua kesalahan kita, namun apa daya, kita sering tak mempedulikannya, kita acuh terhadap penderitaan Yesus. Dengan meneladani semangat Kristus yang disalib bagi kita, seharusnya kita tidak mudah terprovokasi oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab, kita juga jangan hanya berpangku tangan seakan tak peduli dan tak mau tahu dengan nasib negri dan sesamanya.
The greatest happiness for the greatest number, itulah semangat yang harus kita pegang dan kita terapkan dalam hidup kita, apa yang kita lakukan haruslah berdampak baik bagi sebanyak mungkin orang, bukan untuk pihak tertentu saja.
Mari berbagi!! Saat kita sudah bisa berbagi dengan orang lain, artinya kita juga bisa menghargai kehadiran orang lain juga. Dengan demikian hubungan kita dengan orang lain akan menjadi hubungan yang baik pula, tidak ada curiga apalagi dendam. Saat seperti itu menandakan kita tidak lagi mengobjekkan yang lain, karena kita bisa memaknai kehadiran orang lain sebagai satu entitas yang utuh, yang sama dengan kita, tanpa ada perbedaan yang secara substansial beda.
Penutup
Akhir kata, semoga dengan uraian yang sangat tidak sempurna ini, dapat memberikan sedikitnya gambaran mengenai kehidupan ber-OMK yang mungkin baik untuk direspon. Semua yang saya tulis di sini merupakan hasil refleksi yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi sebanyak mungkin orang. Semua demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar.
Sumber Internet
http://www.loyola-smg.sch.id tanggal 20 Febuari 2012 pukul 19.15 WIB.
Buku Referensi
J. Bawden, Who's who in Theology (1990)
A. E. McGrath (ed), The Blackwell Encyclopedia of Modern Christian Thought (1993)
[1] Orang Muda Katolik dapat didefinisikan dengan orang-orang yang beragama Katolik berusia 13-35 tahun dan belum menikah.
[2] Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang ada-di-dunia, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
[3] Tiga pilar tersebut merupakan hasil peng-abstraksi-an saya dari pengamatan terhadap aktifitas OMK di Paroki St. Ignatius Loyola, Jakarta selama tahun 2010-2012.
[4] Salah satu kutipan dalam naskah "Demokrasi Bertopeng" yang pernah saya buat dan dipentaskan oleh Teater Driyarkara dalam rangka mengisi rangkaian acara refleksi awal tahun di STT Jakarta, Januari 2012.
[5] Kata jahat disini harus dijelaskan lebih lanjut agar penyerapan maknanya tidak salah. Saya menggunakan kata jahat bukan untuk menunjukkan bahwa arus globalisasi itu jahat, tetapi hal yang ingin saya katakan disini bahwa arus globalisasi memungkinkan OMK terjebak dalam "kenikmatan yang sesat" dan ke-terjebak-an itu adalah jahat.
[6] Diunduh dengan perubahan dari http://www.loyola-smg.sch.id tanggal 20 Febuari 2012 pukul 19.15 wib.
[7] Ide ini pernah saya sampaikan pada saat pidato pembukaan acara Natalan bersama tahun 2010 OMK wilayah Paulus Miki, paroki Santo Ignatius Loyola, Jakarta.
[8] Lakukanlah apa yang harus kamu lakukan.