Jadi aspek kulturalnya adalah tanaman buah bisa dikaitkan dengan kemiskinan struktural yang berujung terciptanya moralitas kemiskinan atau mental miskin atau lebih parah budaya miskin. Kebudayaan di belakang kepala memang mendasari bagaimana perilaku dan pikiran pelakunya. Kemiskinan yang akut dan menjelma menjadi "budaya miskin" mampu memformat perilaku dan pemikiran sebuah komunitas untuk "selalu mendefinisikan diri miskin". Penyelesaian pun tak bisa seketika (diberi materi) karena budaya miskin tak seketika lenyap sekalipun kekayaan sudah meningkat (berapa kali lipat pun).
Budaya kemiskinan dapat dicontohkan seperti dalam keluarga-keluarga yang tak ingin sisihkan anggaran untuk wisata melainkan menjejal seumur hidup untuk bekerja sambil menggerutu. Mereka yang sadar melihat wisata sebagai upaya mewakafkan waktu dan anggaran sesuai kemampuan untuk merehat waktu kerja dan tidur. Wisata keluarga bisa berfungsi merefresh tenaga dan semangat untuk kembali serius bekerja, tapi bibir pengidap budaya miskin akan bilang, "Kami kan bukan keluarga kaya, dari mana uangnya. Kalaupun ada kan mending buat makan." Padahal tujuan wisata bisa disesuaikan waktu dan anggaran. Wisata bukan harus bermalam seminggu di Bali atau Singapura. Jalan-jalan santai di pinggir selokan pun jadi. Budaya kemiskinan juga bisa terkait dalam pemenuhan kecukupan nutrisi vitamin buah. Pernah dengar ungkapan, "Boro-boro vitamin buat makan aja kurang!" Vitamin akhirnya kelewat ngga kebeli atau memang ngga kepikir buat dibeli. Padahal vitamin penting buat membantu penyerapan nutrisi makanan dan menghambat tumbuh sel-sel degeneratif semacam kangker.
Kebun buah di sekolah-kampus adalah harapan terakhir dalam suasana kultur demikian buat pamenuhan kecukupan nutrisi vitamin. Sekolah-kampus jadi tempat gelantungan siswa-mahasiswa? Ah itu soal lain lagi. Tampaknya jargon Prabowo dalam kampanye presiden bisa dipakai dalam hal ini. KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI, KALAU BUKAN KITA SIAPA LAGI bisa diaplikasi dalam kampanye kecukupan vitamin masyarakat menjadi KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI, KALAU BUKAN SEKOLAH-KAMPUS SIAPA LAGI.