Kembali kata "Allah" itu bukanlah Allah sesungguhnya. Ia hanya representasi makna penganutnya atas Allah sesungguhnya. Jadi biarpun berapa kali kaligrafi dihancurkan itu hanya sebuah kaligrafi bertulis nama Allah. Bahkan kata Allah yang diucap pun bukan Allah yang sesungguhnya. Allah ada dalam dimensi entah-berantah berbeda dari dimensi material dikuasa manusia. Pun menemukanNya, memahamiNya dengan cara material tentu gagal sekalipun sekedar memeluk ujung bayanganNya. Allah berada alih-alih "bekerja" dalam dimensi kuasa lain di sela dimensi materi; serupa acara stasiun radio SW yang tak mampu dicari dalam gelombang FM ataupun AM walau gelombang ada mengeliling radio. Tiada mampu mendeteksi "sebuah aksistensi" bukan berarti eksistensi tiada. Ia hanya tak muncul dalam layar radar kita. Tiada terdeteksi bukan berarti Sang Tak Terdeteksi tak mengerjakan sesuatu. Bila dalam ilmu grammar istilah predikat dimaknai sebagai kata kerja dalam struktur kalimat, mungkin Sang adikodrati mengerjakan "tugas predikat"Nya sendiri dengan kemerdekaan caraNya sendiri. Kegagalan logika "berhala" memahami adalah mebayangkan Allah hidup, duduk, bekerja, menilai seperti dalam pengalaman dunia materi manusia melakukan. Singgasana bagiNya tak selalu sebuah kursi layaknya kursi takhta raja Jawa duduk atau balai-balai tahta para kaisar Romawi rebah. Allah "bekerja" tak penting merujuk birokrasi layaknya dalam pengalaman dunia material. Dan Allah menilai (hisab) bukan harus merukuk metode hakim dunia material bekerja. Ia merdeka dalam dimensi keberadaanNya, Ia merdeka dalam yang dilakukanNya, Ia berkuasa dalam dimensi keputusanNya.
Kata "Allah" itu bukanlah Allah sesungguhnya. Ia hanya representasi makna penganutnya atas Allah sesungguhnya. Jadi biarpun berapa kali kaligrafi dihancurkan itu hanya sebuah kaligrafi bertulis nama Allah. Bahkan kata Allah yang diucap pun bukan Allah yang sesungguhnya. Ia tidak terpenjara dalam hitung angka. Angka 1..2..3.. adalah analogi material yang memudahkan. Tapi analogi material hanya memudahkan memahami dimensi materia bukan sesungguh memahamil; di luar dimensi materiali ia bukan sesungguh analogi; ia hanya membantu menghadirkan rasa dekat yang mungkin melegakan atau jauh yang menakutkan. Jangan simplifikasi yang dikerjakan Allah dengan sekedar logika dimensi material --Ia merdeka dalam kuasa dimensiNya. Dosa-pahala--seberapa dosa-seberapa pahala, siapa pendosa-siapa pengamal, siapa surga-neraka atau emperan saja itu prerogatifNya. Itu bukan keputusan jasad-jasad material.