Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Artikel Utama

Nobar Sembari Menanti Kereta Api Terakhir di Stasiun Beos

19 Februari 2012   18:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27 2288 5

Sabtu (18/02/2012) pk 18.30 .. stasiun Jakarta Kota atau biasa disebut Beos terlihat sedikit lengang. Beberapa calon penumpang menunggu kedatangan kereta dengan duduk santai di bangku peron sembari memencet-mencet HP atau mengobrol dengan teman di sebelahnya. Petugas di pintu pengecekan tiket pun terlihat santai melayani calon penumpang.

Namun suasana berbeda tampak di hall yang berada di sisi kanan stasiun. Hall dengan langit-langit yang tinggi Sabtu kemarin menjadi tempat yang dipilih oleh sebagian orang untuk menikmati malam minggu. Meski di tengah ruangan digelar karpet yang cukup empuk, beberapa diantaranya sengaja memilih duduk senderan ke dinding dan yang lain merapatkan diri di sekitar pilar.

Masing-masing memilih tempat yang dirasa nyaman dalam ruangan yang agak panas karena tidak berpendingin walau beberapa kipas angin yang menempel di dinding ditambah empat kipas angin besar telah ditegakkan di dalam ruangan untuk menghalau panas. Suasana ini mengingatkan saya pada perayaan 80 tahun stasiun Beos yang digelar di tempat yang sama dua tahun lalu sambil mendengar cerita Ghijsel yang dituturkan oleh Poetri Suhendro. Yang membedakan kali ini acaranya bukan mendengarkan cerita tapi nonton bareng (nobar) film Kereta Api Terakhir.

Pk 19.00 hall sudah dipenuhi 300 orang yang mulai mengatur posisi duduk senyaman mungkin agar bisa bertahan duduk selama 3 jam!

Kereta Api Terakhir merupakan road movie pertama diIndonesia dengan alur cerita berfokus pada kereta terakhir yang diberangkatkan dari stasiun Purwokerto ke Yogyakarta. Kereta dengan kondektur Bronto ini dikawal oleh Letnan Firman dan Sersan Tobing. Perjalanan mereka tidak mulus dari gerbong yang terbakar, digempur pesawat Belanda di tengah jalan, juga diwarnai kisah asmara alias cinlok di atas kereta. Meski mengambil setting dalam suasana perang, Kereta Api Terakhir tidak didominasi suara tembakan atau deru pesawat pembom tapi juga diwarnai adegan maupun dialog yang mengundang tawa. Kegalauan Letnan Firman yang jatuh cinta pada pandangan pertama untuk mentukan pilihan pada gadis yang ternyata kembar, juga tak ketinggalan gaya kocak Sersan Tobing (diperankan oleh Gito Rollies) bernyanyi dengan gitar dari Kol. Gatot Subroto melantunkan karya Ismail Marzuki Rindu Lukisan dan Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi di markas maupun saat menunggu keberangkatan kereta di stasiun. Tidak mengherankan jika selama pemutaran film penonton dibuat tegang, tertawa bahkan bertepuk tangan campur haru. Kereta Api Terakhir didukung oleh deretan pemain yang menjadi bintang pada jamannya: WD Mochtar dan istrinya Sofia WD, Marlia Hardi, Bangun Sugito atau yang tenar dengan nama Gito Rollies, HIM Damsyik, Doddy Sukma, Deddy Sutomo, Rizawan Gayo dan Pupung Harris.

Mengingat durasi film yang cukup panjang 172 menit (2 jam 52 menit) untuk menghalau angin, seduhan teh atau kopi panas serta bandrek tersaji sebagai pelengkap penganan kecil membuat mata enggan berpaling dari layar. Penonton yang membawa bekal makan malam sendiri pun bebas untuk menyantap bekalnya. Tepat pk 22.00 setelah berfoto bersama dengan sutradara, para peserta nobar yang bertahan sampai film selesai satu per satu meninggalkan stasiun Beos. Mereka menanti kereta terakhir dan transjakarta terakhir yang membawa kembali ke tujuan masing-masing dengan perasaan puas.

Sahabat Museum

Website: http://www.sahabatmuseum.com

Milis: SahabatMuseum-subscribe@yahoogroups.com

Email: adep@cbn.net.com

Facebook: http://www.facebook.com/SahabatMuseum

Twitter: @sahabatmuseum

Indonesia Railway Preservation Society

Website: http://www.irps.or.id

Email: secretariat@irps.or.id

Bagaimana dengan anda, apa kegiatan malam minggu anda kemarin? [oli3ve]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun