Mohon tunggu...
KOMENTAR
Edukasi

Hati-hati Sendal [Anak] Anda!

29 November 2011   00:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:04 805 1

Kita sudah sering mendengar dan membaca berita anak kecil kakinya terjepit di sebuah mall karena sendal karet yang digunakan "disedot" eskalator. Untuk mengantisipasi hal ini tidak berulang terjadi, pihak mall sendiri memasang peringatan di sekitar eskalator agar pengguna sendal karetberhati-hati. Sayangnya, banyak orang tua yang tidak menaruh perhatian pada peringatan tersebut. Buktinya, beberapa kali saya disewotin oleh ibu-ibu bahkan baby sitter ketika menegur anaknya yang tidak mau diam, maunya manjat-manjat di eskalator. Mungkin mereka pikir nih "orang reseh banget ya, gw aja ibunya cuek beibeh hehe." Atau ibu-ibu ini kelompok orang dewasa yang tidak percaya bagaimana eskalator bisa menggigit sendal karet. Tulisan ini dibuat sebagai pencerahan berdasarkan pengalaman Minggu siang (27/11) setelah shock therapy menolong anak kecil yang sendalnya terjepit di eskalator menuju lantai 2 ITC Kuningan.

Pk 14.45 sehabis mutar-mutar di ITC Kuningan, berdua kawan kami hendak balik ke Mall Ambasador untuk latihan choir di gereja. Naik dari eskalator di sisi kiri belakang yang sepi, di lantai 1 seorang bocah laki-laki berumur 6 (enam) tahunan juga naik tepat di belakang saya. Dia sepertinya hendak mendahului kami tapi langkahnya merapat ke sebelah kiri sisi dimana kami berdiri, bukan ke kanan yang kosong. Kami sempat tersenyum melihat kelakuannya. Saat sudah berada di ketinggian antara lantai 1 dan 2 mendadak dia berteriaktapi suaranya tersekat di kerongkongan. Dua buah tangan kecilnya tiba-tiba sudah memegang erat pergelangan tangan saya. Spontan saya menengok ke belakang dan mengikuti gerakan kepalanya yang menunduk lalu ikut berteriak, "kakinya kejepit!" Teman saya yang posisi berdirinya di depan ikut panik dan berusaha untuk mencapai lantai 2, sementara saya tak kalah panik berusaha tenang membantu si bocah menarik kakinya agar tidak ikut tersedot. Karena posisi berdiri saya satu tangga di atas dia, saya kesulitan untuk membungkuk dan melepas sandal gunung yang talinya mengikat kakinya. Saya berusaha memegang dia sekuat mungkin agar tidak jatuh, sembari memasang kuda-kuda yang kencang karena posisi berdiri saya tidak stabil. Melihat pergantian anak tangga diiringi ujung sendal yang makin disedot menambah kepanikan. Teriakan minta tolong yang keluar dari mulut saya sepertinya hanya menggema kembali ke kedua kuping sendiri, karena orang-orang yang ada di lantai 2 tak ada yang bergerak. Lagi tarik-tarikan, tiba-tiba eskalator berhenti dua anak tangga sebelum lantai 2. Bersamaan dengan itu, kaki si bocah ikut tersentak dari gigitan eskalator; tadinya saya sudah pasrah jika harus melihat pemandangan yang tidak sedap. Syukurlah ternyata eskalator berhenti setelah tombol untuk menghentikan lajunya ditendang kawan saya.

"Loe apain eskalatornya? Gw pikir berhenti karena kakinya kesedot"

"Gw cuma kepikir, mana tuh tombol? kalo nih bocah kenapa-kenapa kita bisa dijadikan tersangka karena hanya kita bertiga di tangga."

Syukur si bocah meski takut dan panik, tidak sampai menangis sehingga kami juga tidak dibuat tambah senewen untuk membantunya. Lebih bersyukur lagi saat eskalator berhenti mendadak, badan yang goyang tidak meluncur bebas ke lantai bawah. Pfiiiuuuuuuh, satu pengalaman yang bikin sport jantung. Setelah melangkah ke lantai 2, bocah ini sempat terdiam sebelum balik badan meraih dan menggegam tangan saya. Dengan suara bergetar kepala mengangguk-angguk mulut kecilnya berucap,"makasih ya mbak." Bocah yang pintar, baik, sopan dan tenang walau mungkin agak lasak; sangat jarang lho ada bocah seusia dia yang bisa tetap tenang dan sempat bilang terima kasih dalam kondisi seperti itu. Dalam kondisi normal aja, anak kecil mesti diingatkan untuk memperkatakan kata dahsyat itu karena yang dewasa juga sering lupa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun