sudah sekian lama kunikmati gizi dari susumu...
bukan aku saja ibu.
Bermacam raga kau rengkuh di sana,
kau gemukkan dengan daging dan nafasmu.
Ah, tapi banyak juga yang kurang ajar ibu.
Bilang lapar, tapi dengan serakah menjarah
sudah kenyang menimbun pula
Tak peduli dengan sesama yang lapar meminta
Ibu, matamu berabad menerawang
jutaan peristiwa yang merahim di ragamu
Bukan muda lagi sejak kau merdeka
kau ingatkah ibu? Peristiwa miris yang tak seharusnya tak lagi kuucap
raga-raga kasar yg mencabik mahkotamu
mengatasnamakan dagang, rempah, company dan mulut manis merayumu
Tapi durja dan nista yg mereka tinggalkan
dan penjajahan yang membuat kau terluka
Ibu, betapa kau menerima semua dengan lapang dada
mulut tetap tersenyum, meski menyisakan darah dan airmata
kau bangkit dengan sejuta harap Bukankah masa depan selalu ada?
Itu yang selalu kau ucap
Ibu, kubersujud dipangkumu
rasa berdosa dan gelisah membuncah,
di hari bahagiamu tangis ternyata masih tersisa
Ibu, Ibu, sudahkah kau merasa merdeka?
sudahkah bahagia yang seharusnya milikmu kini benar-benar milikmu?
Ah ibu, senyum apa yang engkau pamerkan itu?
Seyum kasih yang menutup derita?
masihkah kau tetap berharap ibu?
Ibu, masih banyak luka di ragamu
Belum pulih, karna masih banyak manusia durja yang berkarya
Bilang lapar, tapi dengan serakah menjarah
sudah kenyang menimbun pula
Tak peduli dengan sesama yang lapar meminta
Ibu, di pangkumu kubersujud
Setulus hati kuberucap...
Selamat ulangtahun bunda
Ku tau seyummu abadi
harapmu tidak akan pernah sirna
Bukankah masa depan selalu ada?.....................
(Dirgahayu RI tercinta. Entah kapan negeri ini benar-benar merdeka, tapi bukankah masa depan selalu ada?)