Ki Hajar Dewantara membedakan antara pendidikan dan pengajaran, di mana pendidikan diarahkan untuk membimbing seluruh kodrat alam anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan, sementara pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang bertujuan memberikan pengetahuan atau keterampilan. Pendidikan menekankan pada karakter dan mengacu pada dua kodrat, yaitu kodrat alam (lingkungan sosial dan budaya) dan kodrat zaman (perkembangan teknologi).
Ki Hajar Dewantara menegaskan pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup, dan pendidikan harus didasarkan pada tiga lingkungan utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Melalui lingkungan di masyarakat dapat diambil dari konteks soosi kultural lingkungan peserta didik.Â
Konteks sosio-kultural di daerah peserta didik dapat menjadi salah satu bentuk terciptanya karakter serta penebalan karakter peserta didik. Salah satunya melalui tradisi turun temurun dari adat istiadat maupun budaya. Contoh budaya adalah tradisi sekaten dari Yogyakarta, Jolenan dari Somongari Jawa Tengah, tradisi Lomban dari Jepara, dan tradisi sedekah laut.Â
Berdasarkan contoh tersebut terkandung salah satu karakter yaitu gotong royong. Gotong royong tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam diri anak, apabila anak tersebut ikut berpartisipasi. Â Dalam konteks sosial-budaya, pendidikan diarahkan untuk membimbing peserta didik sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat tempat mereka tinggal.Â
Sistem pendidikan yang diterapkan juga melibatkan peran guru dalam menuntun peserta didik sesuai dengan potensi dan bakat mereka, serta menghormati kebebasan dan kemerdekaan peserta didik.
Sebelum saya mempelajari mengenai dasar-dasar pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya percaya bahwa budi pekerti/karakter peserta didik dibentuk oleh guru atau sekolah. Guru menentukan karakter yang harus dimiliki siswa sesuai dengan pembelajaran di kelas, tanpa ada koneksi/hubungan dengan sosial budaya peserta didik. Â Ternyata pemikiran saya salah dan tidak tepat.Â
Setelah mempelajari mengenai dasar-dasar pendidikan Ki Hajar Dewantara saya memahami bahwa peserta didik memiliki budi pekerti/karakter yang berasal dari tripusat pendidikan yang utama yaitu keluarga. Lingkungan sekolah sebagai penebal budi pekerti/karakter peserta didik.Â
Penebalan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sosio kultural tempat tinggal peserta didik dalam pembelajaran dikelas. Â Pendidik sebagai pamong atau penuntun, artinya "menuntun" dalam proses pendidikan anak adalah menunjuk, mengarahkan, membimbing, atau momong peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan sifat maupun kemampuan yang tumbuh dalam diri seorang peserta didik serta membimbing peserta didik untuk menjauhi sikap/perbuatan buruk atau negatif.Â
Dalam hal ini anak diberikan kebebasan dan kemerdekaan sesuai kemampuan dan bakat anak, dan seroang guru (pendidik) tidak boleh memaksa kemampuan seorang anak.
Di dasarkan pada pemikiran Ki Hajar Dewantara hal-hal yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah menggunakan model pembelajaran contextual teaching learning. Contextual teaching learning (CTL) merupakan  proses pembelajaran yang holistik, bertujuan membantu siswa untuk memahami materi ajar dan mengakaitkannya dengan konteks kehidupan siswa sehari hari ( kontek pribadi, sosial dan kultural) sehingga mereka berpengetahuan, berketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya.Â
Siswa bisa belajar dengan baik bila materi ajar terkai dengan penngetahuan  dan kegiatan yang terlah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya.Â
Contoh penerapannya adalah  berdoa sebelum belajar, menerapkan kegiatan diskusi di dalam kelas, bergotong royong, menghargai pendapat teman saat presentasi didepan kelas, pembiasaan berbicara jujur dan bersikap adil.Â