Hari Bahasa Ibu ada sebagai usul dari Rafiqul Islam, seorang warga Bangladesh yang tinggal di Vancouver, Kanada. Ia berkirim surat kepada Sekjen PBB, Kofi Annan, mengusulkan agar PBB mengambil tindakan penyelamatan pada bahasa-bahasa di dunia yang jumlahnya semakin menipis. Tanggal 21 Februari dipilihnya sebagai hari Bahasa Ibu untuk mengenang perjuangan rakyat Bangladesh dalam memperjuangkan bahasa asli mereka pada tahun 1952.
Apa yang terjadi pada hari dan tahun itu?
Pada tahun 1952, terjadi konflik antara rakyat Pakistan timur dengan pemerintah Pakistan karena keputusan pemerintah Pakistan memilih Urdu sebagai bahasa nasional. Padahal, mayoritas warga Pakistan Timur saat itu berasal dari wilayah timur yang berbahasa Bangla atau Bengali. Banyak warga berpendapat seharusnya bahasa Bangla juga menjadi bahasa nasional. Unjuk rasa besar-besaran pun terjadi pada tanggal 21 Februari 1952, yang akhirnya memakan korban sipil dari kalangan mahasiswa.
Perjuangan tersebut tidak  berakhir sia-sia. Pada tahun 1956 Pemerintah Pakistan memberikan status resmi kepada bahasa Bangla sebagai bahasa nasional. Warga Pakistan timur pun (kini sudah menjadi Bangladesh), akhirnya bisa menggunakan bahasa Bangla sebagai bahasa yang dianggap resmi oleh Pemerintah.
Saran dari Rafiqul Islam ini diterima dan ditetapkan PBB pada 1999, serta mulai diperingati pertama kali pada 21 Februari 2000. Semenjak itu, UNESCO sebagai badan PBB yang mengurus budaya dan pendidikan telah merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional selama hampir 20 tahun dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman bahasa dan mengingat bahwa keragaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting untuk pembangunan berkelanjutan.
Yang terbaru, dalam penutupan sidang tahunan PBB di New York, Amerika Serikat, 18 Oktober 2019, UNESCO menetapkan tahun 2022 sampai tahun 2032 sebagai kampanye massal Hari Bahasa Ibu Internasional. Melalui kampanye berkurun waktu 10 tahun tersebut, PBB mendorong masyarakat adat di seluruh dunia untuk melakukan berbagai upaya di dalam menyelamatkan Bahasa Ibu dari ancaman kepunahan.
Adapun tema Hari Bahasa Ibu pada tahun 2020 ini adalah "Indigenous languages matter for development, peacebuilding, and reconciliation"
Lalu, apa pentingnya bahasa Ibu atau bahasa daerah yang harus kita sadari?
Banyak, tetapi sayangnya tidak banyak orang yang menyadari hal ini, sehingga tidak banyak yang berupaya untuk melestarikan bahasa Ibu.
Sedikitnya ada 6 fungsi yang dimiliki oleh bahasa Ibu/daerah, yaitu:
1. Identitas bangsa dan budaya
2. Kekayaan tradisi, budaya, dan literasi
3. Sarana untuk menjalankan tradisi lokal atau pengetahuan adat
4. Transmisi lintas generasi untuk warisan budaya dalam hal nilai-nilai, kearifan lokal, pangan, obat-obatan, penanganan sengketa/konflik, seni, dan literatur.
5. Sarana untuk mencapai pendidikan yang berkualitas untuk semua
6. Modal untuk pembangunan yang berkelanjutan, terutama dalam hal penyerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perspektif global
Nah, tanpa saya harus jelaskan satu persatu, kita semua pasti sudah paham maksud dari masing-masing fungsi tersebut. Namun, khusus untuk poin no. 5 dan 6, begini penjelasannya: meski kita memiliki bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia, bahkan sudah fasih berbahasa bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, tetapi jangan lupa masih ada saudara-saudara sebangsa kita yang belum menguasai bahasa Indonesia apalagi bahasa asing yang lain. Di sinilah mengapa bahasa Ibu atau bahasa daerah perlu dipertahankan dan dilestarikan, yaitu agar para penutur bahasa daerah tetap dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan yang ada dengan adanya orang-orang yang mampu mentrasfer baik wacana, pengetahuan, maupun pendidikan tersebut ke dalam bahasa daaerah.
Sayangnya, meski bahasa Ibu di seluruh dunia mencapai 7.000 bahasa, tetapi sekarang hanya ada sekitar 4000 bahasa asli yang masih dituturkan oleh sekitar 6 persen dari total populasi dunia. Sementara, 2680 bahasa (sekitar 43%) terancam hilang dari peradaban manusia.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Summer Institute of Linguistics, terdapat sekitar 719 bahasa daerah, yang  707 diantaranya masih aktif digunakan. Ini berarti ada sekitar 12 bahasa (atau sekitar 2%) yang sudah punah.
Apa sih yang menjadi penyebab dari punahnya bahasa Ibu atau bahasa daerah itu?
Ada beberapa penyebab, di antaranya:
1. Semakin turunnya jumlah atau bahkan ketiadaan penutur asli
2. Arus globalisasi dan modernisasi
3. Perkembangan teknologi dan media (massa dan sosial)
4. Perkawinan campur
5. Minimnya kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa ibu/daerah
Kerugian terbesar yang akan kita alami dengan semakin banyaknya bahasa ibu atau daerah yang punah adalah kian hilang pula jati diri atau identitas kita sebagai pribadi, komunitas, maupun bangsa. Dengan demikian, semakin miskin pula kita dengan keanekaragaman dari berbagai daerah dan tradisi yang memuat kekayaan nilai, filosofi, pengetahuan, budaya, dan kearifan lokal yang diteruskan dan diwariskan melalui bahasa ibu.
Selamat memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional.
Referensi:
1. Sary, Hotnida Novita. "21 Februari, UNESCO Maknai Hari Bahasa Ibu Internasional"
2. Putera, Dewa Putu Ardita Darma "Diusulkan oleh Bangladesh, 5 Fakta Hari Bahasa Ibu Internasional"
3. _____ "International Mother Language Day"
4. _____ "International Mother Language Day21 February"
5. Walters, Sydney. "International Mother Language Day celebrates multilingualism and cultural diversity"
6. Pratama, Aswab Nanda. "Bangladesh di Balik Lahirnya Hari Bahasa Ibu Internasional..."
7. Firmino, Roberto. "PBB Keluarkan Resolusi Hari Bahasa Ibu Internasional"
7. Sudiaman, Maman. "Bahasa Daerah Semakin Punah"
8. Kusuma, Anisa Tri "11 Bahasa Daerah di Indonesia Punah, Mengapa?"