Mengapa di negara kita sedikit harapan berta'aruf? Faktor utama yaitu mengenai liberalisme, jelas sebuah ideologi yang bertentangan dengan islam dan tentu saja membawa penganut kepada aklaq yang buruk. Kita tidak mungkin berta'aruf dgn orang yg suka berpacaran, tidak memakai jilbab, bahkan kepada wanita santri pun perlu kita waspadai jika berada dalam lingkungan liberalisasi.
Ada sebuah kisah menarik seorang anak yang dilahirkan dari keluarga berprinsip mengharamkam pacaran. Sebuah keluarga yang mungkin kadarnya 65 % bersyariah Islam. Cukup tertutup dan selalu dilingkupi hal-hal agamis. Tapi musibah besar datang saat bapaknya berani mencomot calon ibu barunya yang berasal dari pondok pesantren. Rasa over confident ini membawa petaka buruk bagi anak-anaknya termasuk dia sendiri dan menhasilkan trauma besar bertahun-tahun hingga saat ini. Ternyata akibat pernikahan yang sangat instan itu tanpa melihat kurang jeli segala latar belakang sifat calon dan sifat keluaraga mempelai menjadi buah simalakama bagi bapaknya.
Masalah jodoh memang ditangan tuhan. Tapi masalah berusaha dalam bibit bebet dan bobotnya adalah masalah usaha kita. Bukanya saya menghasut untuk tidak melaksanakan Syariah Islam. Tapi alangkah baiknya jika cara ta'aruf tersebut kita pergunakan dengan sebaik-baik dan secermat mungkin demi kehidupan masa depan yang cerah.
Persepsi ta'aruf yang dikatakan serba instan kita rubah bahwa ta'aruf adalah proses panjang dalam melhat dan memantau calon jodoh kita, yang tanpa pacaran, tanpa bermesraan sebelum ada ikatan suci.
Kuncinya iklash, pasrah dan terus berdoa agar dimudahkan dalam mencari jodoh yang benar-benar berakhlaq mulia. Sembari beristikharah dengan semurni-murninya.
Jangan bernafsu ingin segera membina rumah tangga.