Hampir di seluruh Negara, lingkungan selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat. Menguraikan persoalan lingkungan sama saja mengeja A sampai Z, rumit dan pelik, yang tidak akan pernah tuntas untuk dibahas. Upaya menjegal permasalahan lingkungan yang semakin kritis ini bagaikan menentang arus pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Sedangkan nasib wajah masa depan berada di genggaman keberlangsungan lingkungan hidup hari ini.
Perlu kita sadari bersama bahwa bumi memiliki kapasitasnya sendiri untuk menyokong kehidupan seluruh komponen yang hinggap padanya, yang dapat kita sebut dengan Earth Carrying Capacity. Angka populasi manusia di dunia mencapai 7,2 milyar pada tahun 2014, dapat dilihat dari Worldometer. Menurut sumber dari McConeghy, bumi hanya dapat menyokong kehidupan 2 milyar dan 40 milyar manusia.
Estimasi angka earth carrying capacity hanya dapat ditentukan oleh gaya hidup manusia itu sendiri. Apabila manusia di dunia menganut gaya hidup dengan hanya mengkonsumsi apa yang dibutuhkannya, maka kemampuan bumi untuk menyokong kehidupan manusia dapat mencapai kapasitas 40 milyar manusia. Namun apabila kita semua menganut gaya hidup dengan pola diet (makan) yang serba instan dan senang memboroskan energi fosil, maka bumi hanya dapat menampung 2 milyar manusia. Lalu bagaimana dengan nasib milyaran manusia lainnya? Apakah para peneliti di seluruh dunia perlu didudukkan bersama untuk menemukan bumi-bumi lainnya yang mengumpat di balik ribuan galaksi yang melayang di alam semesta hanya untuk memenuhi gaya hidup kita?
Selalu ada pilihan untuk peduli atau tidak peduli akan tanggung jawab kita bersama terhadap lingkungan. Sebelum kita turut memutuskan apakah kita membutuhkan planet cadangan atau tidak? Mari sejenak jelajahi dan mengisi kuis Ecological Footprint apabila anda ingin mengetahui jejak ekologi yang anda tinggalkan pada anak cucu kita kelak. Jangan sampai kita turut melahirkan mimpi buruk untuk mendampingi kehidupan masa depan.
Seperti sebuah pepatah yang berbunyi, “when there is a will, there is a way”. Terdapat tiga pilar dalam aksi kepedulian lingkungan yang dapat kita lakukan, yaitu reducing (mengurangi), reusing (gunakan kembali), dan recycling (daur ulang). Penulis disini mencoba fokus pada usaha reducing, karena bukankah lebih mudah mencegah daripada mengobati? Di sini pun penulis mencoba menjabarkan kiat-kiat reducing yang merujuk pada ramah lingkungan dan dapat kita lakukan pada kehidupan sehari-hari.
Kiat-kiat ‘reducing’ yang ramah lingkungan
Menumpangi transportasi umum memang tidak senyaman mengendarai kendaraan pribadi. Walau harus merogoh kantung lebih dalam dan menguras energi lebih banyak untuk naik turun kendaraan umum maupun harus berdiri karena tidak kebagian tempat duduk, tetapi usaha ini sangat worth it untuk menghemat energi atau bahan bakar fosil. Penulis pun merasakan betapa lelahnya menumpangi transportasi umum, karena harus tiga kali naik turun commuter line dan tiga kali naik turun angkutan umum dari rumah menuju tempat penelitian dimana penulis mencoba menyelesaikan tugas akhirnya. Walaupun melelahkan, tapi itulah resiko dan tanggung jawab terhadap bumi. Namun kini penulis diberi hidayah untuk memilih jalur alternatif dengan menyewa kamar dan menggoes sepeda ke tempat penelitiannya, dan berhasil secara tidak langsung menggoda orang lain untuk mengendarai sepeda juga.
Memperbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran akan jauh lebih baik untuk kesehatan tubuh dan lingkungan dibanding mengkonsumsi daging. Dengan mengurangi konsumsi 1 kg daging sapi dan 1 kg daging unggas, maka kita dapat menghemat 700.000 kg dan 260.000 kg air. Penulis lebih memilih gado-gado atau pecel dengan nasi dibanding mengkonsumsi fast food seperti fried chicken atau beef stick. Selain itu, memilih produk belanja yang cenderung lebih ramah lingkungan juga merupakan salah satu kontribusi besar yang bisa kita upayakan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan. Contohnya dengan memilih berbelanja produk yang berbahan dasar kelapa sawit berkelanjutan bersertifikat (CSPO). Berbelanja produk berlabel CSPO sama saja turut dalam mendukung perlindungan hutan.
Kemana pun pergi, penulis membawa gelas minum dan tempat makan. Penulis masih dapat take away segarnya es cincau dan sedapnya nasi goreng tanpa harus dibungkus dengan plastik atau steroform. Sodorkan saja gelas minum atau tempat makan pada penjual makanan yang ingin kita jajal! Dengan melakukan hal tersebut kita dapat mengurangi kira-kira 14% dari total komposisi timbulan sampah. Tak lupa juga penulis selalu membawa goodie bag kemana pun untuk menenteng makanan, belanjaan, atau sekedar baju kotor.
Efisiensi waktu dalam melakukan suatu aktivitas. Penulis selalu diperingatkan oleh ibunya untuk tidak melakukan dua pekerjaan rumah dalam waktu yang bersamaan, karena alasan efisiensi dalam menggunakan energi listrik. Maka sebaiknya kita fokus pada satu pekerjaan agar cepat selesai dengan baik, lalu pindah ke pekerjaan yang lainnya. Sehingga aliran listrik yang membantu pekerjaan kita tidak akan terbuang sia-sia.
Kita bisa memanfaatkan Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) dengan disiplin memilah sampah organik dan anorganik dari sumbernya. Setelah kurang lebih tiga bulan penulis mengabdikan dirinya untuk mengamati kinerja salah satu IPS rumah tangga di Jakarta Selatan, penulis mendapati bahwa proses memilah sampah yang mesti dilakukan oleh pekerja di IPS tersebut merupakan faktor penyebab lemahnya kinerja IPS tersebut, seperti sulitnya mendaur ulang sampah menjadi pelet plastik atau pupuk organik. Sehingga membuat sampah-sampah yang tak habis terpilah atau terolah harus ditampung di lahan urug Bantar Gebang. Apabila warga sekitar membantu pekerja IPS rumah tangga dengan hanya memilah sampah organik dan anorganik, maka hal tersebut memudahkan pekerja IPS untuk mendaur ulang dan menjual sampah yang layak dijual ke pengepul sampah.
Dibanding mencari hiburan ke mall, liburan masal menikmati alam akan lebih menyenangkan. Untuk beberapa hari dalam beberapa minggu, penulis rutin mengikuti atau mengajak teman-temannya pergi ala backpacker mengunjungi tempat wisata alam. Walaupun harus repot-repot naik turun transportasi umum jarak jauh maupun dekat, justru hal tersebut akan mengundang keseruan dan membingkiskan cerita tersendiri. Selain jenis dan gaya liburan ini lebih ramah lingkungan, kita turut berkontribusi dalam melakukan perputaran uang kepada masyarakat pedesaan.
Seringkali untuk menghemat isi kantong, penulis mendatangi perpustakaan terdekat untuk tetap dapat membaca buku tanpa berkontribusi secara tidak langsung dalam penebangan pohon. Selain kita dapat mendatangi perpustakaan, kita juga bisa membaca buku lewat ebook berbayar tanpa harus repot-repot keluar rumah. Dengan membaca e-book, kita dapat terbiasa untuk membuat catatan yang juga menjadi salah satu usaha menghemat kertas. Kita juga bisa menikmati tulisan atau berita terhangat hanya dengan mengklik situs BlogDETIK, WWF Indonesia, atau Kompasiana tanpa harus membeli majalah.
Harapan pada Pemimpin yang Baru
Menjelang Pemilu 2014 yang akan jatuh pada juli nanti, banyak harapan-harapan pada Kepemerintahan yang baru oleh penulis untuk direalisasikan. Salah satunya adalah Pemerintah diharapkan mampu mengembangkan transportasi masal yang telah ada agar dapat dirasa lebih murah dan nyaman oleh masyarakat, baik bagi jenis transportasi jarak jauh maupun dekat. Pemerintah terlihat sudah mulai berupaya dalam membangunkan kehidupan transportasi umum, namun masih banyak transportasi umum yang terasa berat sebelah seperti mahalnya tarif untuk penumpang APTB, sedikitnya armada Transjakarta, dan overcrowded-nya (kelebihan) penumpang Commuter Line. Semoga Pemerintah mampu membenahi kekurangan-kekurangan tersebut.
Selain masalah tranportasi masal, masalah sampah merupakan salah satu persoalan genting yang juga harus dibenahi. Penulis berharap Pemerintah Indonesia mampu belajar dari Pemerintah Jepang yang telah pantang menyerah mendisiplinkan masyarakatnya untuk memilah sampah organik dan anorganik dalam kurung waktu 10 tahun. Selain mendisiplinkan masyarakatnya, kebijakan keras mengenai sampah pun juga harus dirasakan sampai pada pendiri industri untuk wajib mengelola sampah yang diproduksi oleh industri tersebut.
Setelah menjabarkan dua permasalahan di atas, penulis pun berharap Pemerintah turut membuka lebar ruang baca bagi masyarakat dengan konsep ramah lingkungan. Pemerintah diharapkan dapat mempermudah masyarakatnya untuk memperoleh bahan bacaan dengan membangun perpustakaan-perpustakaan di setiap belahan wilayah Indonesia. Dengan begitu, sumber daya alam yang digunakan untuk mencetak satu buku tidak akan terbuang sia-sia atau lebih efisien apabila dinikmati bersama daripada hanya milik personal. Selain membangun perpustakaan, Pemerintah juga diharapkan mampu memberi jalur alternatif untuk memudahkan masyarakatnya memperoleh bahan bacaan melalui ebook berbayar yang murah.
Semoga dengan kedisiplinan kita semua dan dukungan besar dari Pemerintah, anak cucu kita kelak masih dapat melantukan lagu kebahagiaan nan indah. Mari angkat genggaman tangan dan sorakkan bahwa KITA MAMPU MENJAGA LINGKUNGAN!