Bos yang satu ini sangat jeli soal melihat kesalahan bawahannya, namun sering kali menutup mata ketika ada bawahan yang berprestasi dan menguntungkan perusahaan. Dan sudah bisa ditebak tidak ada mekanisme reward dalam kepemimpinannya yang pongah kecuali: punishment, punishment and punishment! Sadis bener…?
Di kantor C saya juga menemukan bos yang wataknya tidak terlalu berbeda dengan bos di kantor B. Malah mungkin lebih parah. Bos yang satu ini sangat gemar menjatuhkan orang lain di hadapan banyak orang, namun ketika ‘kesalahan’-nya disentil sedikit saja, dia bereaksi seperti orang yang kebakaran jenggot. Bahasa kelas pinggirnya dia ini (mungkin) tipe orang yang pandai menjilat ke atas dan gemar menendang ke bawah. Hmm..cukup horor!
Dulu di kantor A saya juga punya bos yang sangat down to earth kepada bawahan. Istilah jaman sekarang bos gaul. Tapi sayang ketika sudah bersinggungan dengan fullus, dia berlaku tidak fair. Ia, dengan alasan yang dibuat-buat, mengatur pembagian “jatah” yang lebih menguntungkan pribadinya. Setelah itu, sudah bisa dipastikan semua yang pernah merasakan sepak terjangnya akhirnya mundur teratur. Ogah bekerja sama lagi dengan si bos.
Dari ketiga bos di atas, secara intelegensi, mereka ini bisa dibilang orang-orang pintar. Kalau tidak pintar mana mungkin mereka bisa menduduki posisi yang strategis di tempatnya masing-masing. Pengalaman ini membuat mata saya terbuka: Orang pintar belum tentu bijaksana. Itu saja pesannya. Salam hangat!