Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

ODOJ Membantuku untuk Istiqomah

5 Januari 2015   16:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47 84 1
*Asep Sjafrudin #G005



Awal Pekerjaanku

Aku dilahirkan kurang lebih 38 tahun lalu di kota Bogor, sebuah kota yang dekat dengan Jakarta. Aku menghabiskan masa kecilku sampai sekarang di kota kelahiranku. Aku menempuh sekolah semenjak SD sampai SMA dan kuliah S1 di kampus pertanian di kota Bogor, sedangkan kuliah S2 di jurusan Psikometri di kota Depok. Selama kuliah di Bogor, saya aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa sejak tingkat pertama sampai tingkat keempat, bahkan saya pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa. Setelah lulus kuliah, atas ajakan seorang teman saya pun bekerja sebagai staf konsultan pada sebuahproyek yang dibiayai oleh Asian Development Bank (ADB). Bersama 14 teman yang lain saya bekerja dalam project yang bernama Education Management Information System (EMIS) yang bertugas menghimpun data lembaga pendidikan Islam (Madrasah) yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Setelah 1 tahun bekerja, saya bersama teman-teman ditawari untuk menjadi PNS di Kementerian Agama, tepatnya di Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam (Binbaga) yang bertugas melanjutkan pekerjaan menghimpun data lembaga pendidikan Islam (Madrasah).

Tiba-tiba Penyakit Itu Datang

Selama ini, saya tidak menaruh perhatian serius pada penyakit darah tinggi. Seperti yang kita ketahui, hipertensi tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikontrol agar tekanan darah tidak terlalu tinggi. Mungkin ini yang disebut orang penyakit darah tinggi itu ‘The Silent Killer’ karena tidak menimbulkan atau memperlihatkan gejala. Memang ada dalam keluarga saya yang kena penyakit darah tinggi juga, bahkan ibu saya pernah kena stroke juga. Tekanan darah 140 saya anggap biasa, jika dibawah itu bahkan saya merasa lemas. Pusing sedikit saya anggap biasa, setelah makan obat warung, pusing itupun hilang. Saya hanya pantang memakan daging kambing, buah durian dan makanan lain yang dapat memicu penyakit darah tinggi, tidak ada usaha untuk menurunkan tekanan darah pada penyakit darah tinggi, saya hanya rutin memakan ‘garlic’ (bawang putih yang sudah menjadi kapsul). Tetapi ternyata, penyakit darah tinggi itu yang membuat peristiwa besar dalam hidup saya. Pengalaman yang tidak akan saya lupa sepanjang hidup dan disitulah keluarga saya (istri dan anak-anak saya) memperlihatkan semangat dan ketabahan yang luar biasa.

Akhir-akhir ini memang saya sangat sibuk, pulang dari kantor selalu setelah maghrib, bahkan beberapa kali saya pulang setelah jam 24.00. Beberapa kali saya membangunkan petugas penitipan motor-motor saya titip di stasiun-disebabkan saya pulang larut malam  Saya sudah terbiasa untuk membantu atasan saya ke DPR, Bappenas, dan Kemendibud. Bepergian ke luar kota untuk menjalankan tugas sudah terbiasa bagi saya, hampir seluruh ibukota provinsi di Indonesia pernah saya kunjungi dalam rangka tugas. Hari Sabtu itu-1 minggu sebelum Idul Fitri-tanggal 11 Agustus 2012 itu awalnya saya merasakan pusing yang sangat-biasanya rasa pusing bisa saya atasi, tapi yang ini tidak- sampai mata saya juling tapi hanya sebentar. Setelah berbuka puasa, saya diajak ke dokter 24 jam untuk berobat, oleh dokter saya diberi obat tekanan darah tinggi. Saya kemudian ditelepon oleh istri dan menyarankan saya untuk ke RS. Saya ke RS di kota Bogor, di ruang UGD saya diperiksa tekanan darah oleh dokter. Tekanan darah saya waktu itu adalah 160/110, oleh dokter saya disarankan untuk dirawat. Saya berpikir ‘paling hanya sebentar saya dirawat’. Semestinya hari Senin tanggal 13 Agustus itu, saya menemani atasan untuk rapat tentang PMU (Pendidikan Menengah Universal) di Bappenas, tetapi karena disarankan untuk dirawat oleh dokter terpaksa saya izin untuk tidak mengikuti rapat. Di RS awalnya saya dirawat oleh dokter penyakit dalam, setelah mengetahui penyakit saya, direkomendasikan untuk dirawat oleh dokter ahli syaraf.

Satu Setengah Bulan di Rumah Sakit

Awalnya saya tidak menyadari bahwa penyakit saya sangat serius, bahkan saya tidak mengenali anak dan istri saya. Saya terserang stroke bahkan saya sudah meminta pada istri saya untuk menjaga anak-anak. Diagnosis oleh dokter, selain stroke juga ada pembengkakan di jantung saya. Selama 1,5 bulan saya di rumah sakit. Pertama di RS swasta di Bogor, karena pelayanan dokter lambat, dengan memakai ambulance saya dipindahkan ke RS swasta yang lain namun masih di kota Bogor.

Awalnya saya divonis dokter akan mengalami kebutaan dan idiot, dokter yang lain mengatakan akan ada penurunan executive function. Untuk perawatan lebih intensif, dengan memakai ambulance saya dipindahkan ke RS lain di Jakarta. Di RS tersebut,  setelah 2 minggu dokter pun sudah menyerah dan menyarankan saya pulang. Setelah di rumah selama 1 minggu, saya mengalami demam tinggi dan dibawa lagi  ke RS di  Bogor untuk dirawat. Saya dirawat 2 minggu di ruang ICU dan 1 minggu di ruang perawatan. Disinilah istri saya menunjukkan kesetiaannya, selama di RS istri saya selalu menemani. Setelah 3 minggu (2 minggu di ICU dan 1 minggu di ruang perawatan) saya diperbolehkan pulang. Oleh dokter awalnya saya dirujuk kembali ke RS di Jakarta, tapi kami percaya perawatan di rumah lebih baik.

Ibuku Berpulang

Saya tidak sadarkan diri (terjadi penurunan kesadaran) ketika dirawat di RS, saya tidak menyadari berapa lama saya dirawat. Di RS Jakarta saya disuntik perut untuk meredakan stroke saya, ketika dalam perawatan tersebut, tepatnya tanggal 29 Agustus 2012 Ibu saya meninggal dunia, setelah berjuang mengatasi sakitnya. Pesan ibu sebelum meninggal adalah saya harus sembuh seperti sedia kala. Awalnya saya tidak diberi tahu oleh istri saya karena dilarang oleh dokter, khawatir menganggu kondisi saya. Saya baru tahu setelah 3 bulan, setelah saya menanyakan ke istri saya. Ibu saya memang sedang sakit waktu itu, sudah 6 bulan.  Berdasarkan diagnosis dokter, ibu terkena osteoporosis. Ketika ibu sakit saya biasa menginap di rumah ibu, bahkan kakak saya menemani ibu. Dalam sakitnya itu, ibu sudah berobat medis dan tradisional 1 minggu sekali.

Dukungan Keluarga dan Kembali Bekerja

Namun saya beruntung memiliki keluarga yang hebat dan tabah. Istri saya Dian Anggraeni Rahim, dan dua anak saya Hafizhun Shadiq (12 tahun) dan Nasywah Kamilah (8 tahun) semuanya mendukung untuk aktif kembali. Beberapa peran bisa dijalankan Istri saya. Banyak sudah kedukaan yang dialami keluarga saya. Alhamdulillah merekamenerima saya ikhlas apa adanya, dari mata juling sebelah dan tidak bisa berjalan serta berbicara, sampai sekarang sudah kembali aktif bekerja. Sungguh luar biasa dukungan dan semangat yang diberikan keluarga kepada saya. Keluarga adalah sumber motivasi saya, tanpa adanya mereka saya tidak mungkin semangat seperti ini. Saya yakin bahwa Allah tidak akan salah memberi ‘soal’ pada hamba-Nya. Akhir bulan Januari sampai dengan Maret dua kali dalam satu minggu saya ‘berkunjung’ ke kantor dengan ditemani istri. Alhamdulillah tepat bulan ke-8 saya kembali bekerja setelah cuti 7 bulan. Saya berangkat kerja jam 4.15 dan  pulang jam 19.00 setiap hari. Dari berjalan pelan-pelan sampai agak cepat sekarang. Pekerjaan saya mungkin belum maksimal seperti dulu, tapi saya yakin seiring waktu akan semakin membaik.

Harus Berprestasi

Dari kondisi yang menyedihkan, saya bertekad harus berprestasi dan tidak membebani orang lain. Anugerah Allah SWT sangat besar untuk saya. Memang kadang ada pertanyaan dalam hati saya, mengapa kami yang dipilih oleh Allah, tetapi dengan iman kami meyakini akan kehidupan gemilang yang akan Allah berikan.  Kami yakin penyakit ini dapat disembuhkan karena Allah menurunkan penyakit beserta obatnya. Yang menghibur kami adalah, karena ada firman Allah yang mengatakan “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah : 286), sertakeyakinan bahwa tidak ada orang besar tanpa tantangan besar pula. Penyakit ini pasti dapat kami atasi dan sebagai orang yang beriman, tentu saya menyadari ini semua adalah ketetapan Allah SWT. Ada kebaikan-kebaikan yang Allah SWT janjikan kepada orang yang sabar sebagaimana firmanNya “Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl : 96).

Selain itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga, semakin memotivasi saya untuk menghasilkan yang terbaik. Dengan kondisi ini malah saya semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena kami yakin Allah Maha Berkehendak. Bahkan setiap hari tidak saya lewatkan untuk Tahajud dan sholat dhuha. Untuk  tilawah, saya mengikuti program One Day One Juz (ODOJ) dan saya telah bergabung selama 9 bulan (sejak Januari 2014), dengan hasil saya selalu mendapat rangking 1 di grup. Dengan domisili di Bogor dan kerja di Jakarta saya terbiasa untuk menuntaskan ODOJ saya ketika pergi dan pulang kantor, dan Alhamdulillah 1 juz selalu saya tuntaskan ketika pergi dan pulang kantor. Awalnya mungkin sulit untuk menuntaskan 1 juz setiap hari tetapi dengan semangat dan keistiqomahan saya terbiasa untuk menuntaskan hal tersebut. Alhamdulillah dengan ODOJ saya terbantu untuk istiqomah dalam banyak hal, dalam pekerjaan ataupun dalam ibadah.
Dipublish oleh Divisi Publikasi Media ODOJ bekerjasama dengan Divisi Penulisan ODOJ
Dibawah Departemen Promosi ODOJ, Bidang Promas (Promosi & Humas) ODOJ
Info seputar ODOJ dan Pendaftaran bisa diakses di www.onedayonejuz.org

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun