Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Sastra Bulan Purnama 11: Orang-orang Teater Membaca Puisi

4 Agustus 2012   04:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16 1187 6
”Teater dan puisi dua hal yang berbeda. Teaterawan dan penyair dua hal yang tak sama. Tidak semua teaterawan adalah penyair, demikian pula sebaliknya. Tetapi kita bisa menemukan seorang penyair sekaligus aktor dan sutradara teater, misalnya Rendra, atau yang lebih muda Landung Simatupang,” demikian dinyatakan oleh Ons Untoro pada pengantar buku kumpulan puisi: Sastra Bulan Purnama edisi ke 11: Orang-orang Teater Membaca Puisi.

Lebih lanjut dikatakan oleh Ons Untoro, yang selama ini mengkoordinir dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan SBP yang bertempat di Rumah Budaya Tembi, Yogyakarta, ”Seorang aktor, sebagai pemain teater bisa memikat ketika membaca puisi, tetapi seorang penyair belum tentu mempunyai kemampuan membaca puisi, tetapi seorang penyair belum tentu mempunyai kemampuan membaca puisi. Meski kita bisa menemukan, penyair yang mempesona ketika membaca puisi, lagi-lagi  kita bisa menunjuk Rendra. Yang lain, kita bisa pula menyebut Darmanto Djatman, Sutardji CB, atau Emha Ainun Nadjib dan sejumlah yang lain,”

Acara dibuka dengan pembacaan puisi oleh Meritz Hindra, yang dilanjutkan oleh penampilan Puntung CM Pudjadi bersama rekan-rekannya.

Setelah itu lampu padam. Dari arah pintu terlihat sosok dengan nyala lilin di tangan, melangkah pelan menuju ke arah panggung. Suasana senyap. ”inilah lembah gulita yang sangat dalam/kosong, hening dalam gigil yang menyudut palungnya/Anginpun lebih lirih dari sekedar desir...”. Itulah penampilan Ana Ratri yang pernah sekolah di ASDRAFI yang aktif di Pojok Budaya dan Sanggar Bambu, yang membawakan puisinya: ”Gelap”, ”Bait Akhir” dan ”Rahasia”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun