Sayangnya, di negeri penuh anomali ini kekalahan selalu saja menyisakan cerita2 yang menyesakkan dada, dan dominan faktor non teknis. Kali ini cerita tersebut dibintangi 2 aktor besar: pendukung Indonesia yg acap kali disebut pemain ke-12 karena begitu besarnya pengaruh yg selama ini diberikan, dan SBY, Presiden Republik Indonesia.
Saat Timnas Indonesia tertinggal 0-2, sebagian pendukung berbuat ulah dg menyalakan petasan. Jangan tanya mengapa, orang yg dilanda kekecewaan dapat mengekspresikannya dg cara apapun.
Itu blunder pertama, karena akibatnya kita bisa diberi sanksi oleh FIFA.
Blunder kedua adalah kehadiran SBY di GBK. Saat gelaran AFF Cup yg lalu pun kedatangannya mendapat kritikan tajam. Apa urgensinya seorang kepala negara nonton langsung di stadion, dan apa manfaatnya bagi timnas? Ketika kemudian Indonesia gagal menjuarai AFF Cup, dan kehadiran SBY tidak memberi manfaat apa pun, beliau menjadi sasaran empuk kritikan dari pihak2 yg tidak menyukainya. Ya, itu blunder pencitraan kesekian kalinya SBY yg malah berbuah kritikan.
Tapi blunder ketiga tadi malam adalah yg benar memalukan dan memuakkan..!!! Disaat para pemain butuh suntikan moral, penonton malah berulah. Saat penonton butuh penenang, SBY malah pergi dg berwajah masam...! Tak beda dg supporter karbitan tim yg mendadak juara, ramai ketika tim dukungannya menang, tapi menghilang sebelum peluit ditiup saat kalah..! Memalukan..!
Terlebih ketika kemudian saya membaca berita di media online, beliau tidak berkenan dg perilaku penonton yg tidak santun dan bertanya kpd kapolri penyebabnya..!!
Helloooo... Dimana anda waktu anak buah di partai anda berbuat sangat tidak santun di parlemen, dg kata2 yg biasa diucapkan preman terminal?
Asal tahu saja pak, di Liga Indonesia petasan dan kembang api itu biasa. Memang dilarang FIFA, tapi pemain2 kita sudah terbiasa tuh. Wasit juga tidak menganggap itu hal yg gawat. Beberapa klub memang dihukum komdis karenanya, tapi mental di tangan komding dg sejumlah lobi.
Jangan mimpi bisa ke piala dunia kalau liga saja belum tertata.
Ketika penonton memanas, saya mengharapkan suara menggelegar dan berwibawa dari seorang kepala negara dapat meredakannya, seperti Bung Tomo di Surabaya atau Soekarno waktu di lapangan Ikada. Tapi yg saya saksikan hanyalah tindakan pengecut dari seorang penonton yang mutung/pundung.
Supporter sejati akan tetap mendukung di pinggir lapangan apapun yg terjadi sampai pertandingan berakhir.
Tapi dia yang beranjak pergi saat tim dukungannya tertinggal sementara pertandingan masih berlangsung adalah OPORTUNIS YANG PENGECUT...!!!