Hari Minggu 22 Februari 2015 matahari bersinar sangat cerah sejak awal pagi. Langit biru nyaris tanpa awan. Teriknya mentari membuat saya heran, ini baru Februari lho -bulan hujan, bulan basah. Kok kayak sudah musim panas? Tapi ah, sudahlah. Sebagai penggemar musim panas, yang jelas saya sih senang sekali hari ini cuacanya oke bingit.
Hari ini saya janjian dengan sahabat saya untuk menjenguk mantan rekan sekerja yang tengah dirawat di RS Dharmais, Jakarta Barat. Saya putuskan naik bus TransJakarta (TJ) koridor 6 alias K-6 jurusan Ragunan-Dukuh Atas, transit di halte Kuningan Timur lalu ganti naik busway K-9 jurusan Pinangranti-Pluit dan turun di halte RS Harapan Kita yang letaknya hanya sekitar 25 meter dari RS Dharmais.
Sebagai pengguna bus TJ K-6 dalam kadar cukup sering, dari tahun ke tahun saya perhatikan kondisi bus koridor ini semakin mengenaskan. Nah, pagi tadi –dalam situasi yang tidak ramai penumpang- saya bisa dengan leluasa mengamati keadaan kabin busway bermerek Daewoo ini. Ya begitulah… dekil as usual. Karpet penutup lantainya terkelupas di sana-sini. Lapisan langit-langitnya seperti tak pernah dijamah air sabun. Banyak bercak yang menandakan bagian tersebut sudah berjamur –setidaknya begitulah asumsi saya.
Cat di bagian pintu dan jendela sudah diserang karat. Belum lagi soal getaran saat bis berjalan. Getaran dari bodi bis ini tak ayal memicu getaran tiang-tiang penyangga di kabin bis. Apalagi sebagian baut dan mur pada tiang-tiang ini sudah raib entah ke mana, maka getaran tersebut pun menghasilkan bunyi-bunyian yang ‘wah’ banget lah. Cetaaaarrr bergetaaaarrr!! Klutuk-klutuk-klutuk-kriyet-kriyet-kriyet-ngak-ngik-ngok! Untunglah ini cuma busway. Coba kalau pesawat terbang, pasti luar biasa efeknya pada penumpang. Panik dan histeris plus pucat pasi tentunya.
Itu baru hasil monitoring saat perjalanan pergi. Saat pulang, ternyata eh ternyata, kisah sedih di hari Minggu masih berlanjut. Malah makin parah. Ketika bus yang akan saya tumpangi berhenti di halte transit Kuningan Timur, asap putih berbau aneh nggak jelas muncul diiringi suara hentakan keras. Meski ada kursi kosong, saya memilih berdiri di seberang pintu masuk. Lagi-lagi mata saya disuguhi penampakan yang mengenaskan. Kondisi pelapis bagian bawah pintu sudah… yah begitulah (silahkan lihat foto). Sepanjang perjalanan, asap putih beraroma nggak jelas seperti perpaduan bau capcai goreng campur oli campur entah-apa-lagi itu dengan setia muncul saat bis berhenti di tiap-tiap halte. Juga suara hentakan keras. Ah, rupanya suara itu berasal dari pintu belakang saat membuka dan menutup.
Demikian laporan pandangan mata dan pendengaran telinga hari Minggu ini. Semoga busway TJ K-6 secepatnya diremajakan. Bukan hanya busnya, tapi juga pengelolaannya agar bus yang dibeli dengan uang negara ini dirawat dengan baik sehingga awet dan tetap resik sampai bertahun-tahun kemudian.
Jakarta, 22 Feb 2015
Octaviana Dina