Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ramdhanku Tetap Sama

7 Mei 2019   09:05 Diperbarui: 7 Mei 2019   09:07 32 5

Nama: Wati
Judul: Ramadhanku Tetap Sama

Isi:

"Bismillahirahmanirahim, saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala." Kemarin kuucapkan niat puasa  usai menunaikan shalat isya.

Masih dalam posisi duduk dengan kedua tangan mengadah seraya berdoa, air mata tak hentinya mengalir deras sesakan dada. Di saat seluruh umat muslim bergembira menyambut bulan suci penuh ampunan ini. Aku di sini merasakan perang batin begitu hebat. Perasaan ini datang  berulang-ulang untuk kesekian kalinya.

Kemarin malam juga kulihat banyak teman-teman meminta maaf dan saling memaafkan baik di akun Whatsapp maupun di sosial media lainnya untuk memulai menjalankan ibadah puasa, sementara bibirku, kedua tanganku seakan terkunci. Aku tak mampu mengucapkan apa-apa pada siapapun, hanya air mata terus mengalir basahi pipi dan aku memilih menonaktifkan ponselku. Lalu beranjak tidur berharap tangisku bisa sedikit reda.

Memang begini caraku setiap kali Ramadhan tiba, aku memilih diam tidak menghubungi siapa-siapa termasuk ayah, ibu, suami, anak, teman. Namun, aku tetap menjalankan shalat dan puasa karena itu memang kewajibanku sebagai umat muslim.

Aku pernah terluka sepuluh tahun lalu dan tepatnya kejadian yang membuatku terluka terjadi pada bulan suci Ramadhan. Memang sangat tidak wajar terus menerus teringat yang sudah berlalu, tapi inilah faktanya. Setelah kejadian itu hidupku tidak sama lagi, aku selalu dirundung pilu, merasakan sakit luar biasa mengingat yang sudah-sudah.

Karena posisiku sekarang sebagai pekerja, aku hanya berusaha tetap tersenyum di depan semua orang.

"Bos, besok aku mau puasa, tolong ijinkan untuk bisa berpuasa," ujarku pada majikan karena ia non muslim.

"Apa itu puasa?"

"Tidak makan, tidak minum dalam batas waktu yang ditentukan," jawabku singkat.

"Nanti kamu tidak ada tenaga, bagaimana kamu menjaga nenek?" majikanku ragu jika puasa dapat menghalangi  aktivitas dan pekerjaanku.

"Jangan khawatir, aku pastikan tetap bisa bekerja," aku berusaha meyakinkan mereka puasa tidak mempengaruhi pekerjaan.

Alhamdulilah puasa pertamaku hari ini berjalan dengan baik.
Meski menyimpan banyak kesedihan yang hampir merenggut seluruh kebahagiaanku. Aku hanya mampu percayakan dan pasrahkan pada Sang yang mempunyai kehidupan bahwa semua akan baik-baik saja.

Ayah, ibu, suami dan seluruh teman aku tidak sedang marah hanya saja saat ini aku sedang belajar memaafkan dan tidak membenci, terutama memaafkan diri sendiri.

Memang terlihat konyol bagi mereka yang mengenalku, mereka selalu beranggapan.

"Wat, hidupmu terlalu dibuat serius jadi seakan diri sendiri paling menderita, galau mulu bisanya." Salah satu kalimat yang sering kudengar dan itu tertuju padaku.

Aku, tidak menyalahkan tanggapan mereka tentang  bagaimana menilaiku. Semua orang bebas berkomentar. Namun, ketahuilah setiap manusia miliki posisi tersulit yang membuatnya lemah.

Aku terjebak dalam kesedihan, itulah masa-masa sulitku, meski sering mengeluh tidak akan kulakukan berteriak pada siapapun agar bisa menolongku. Biarkan aku berusaha menyelamatkan diri sendiri, aku sadar sudah tenggelam begitu dalam karena terlalu larut dalam kesedihan.

Jadi, biarkan aku dengan caraku, diamku tidak berarti marah tidak juga membenci.

Maaf.

Taiwan, 06 Mei 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun