Apakah perasaan “tidak mau disalahkan” itu salah? Jika masih dalam taraf perasaan, itu tidak salah. Tapi jika sudah sampai pada tahap tetap membenarkan perkerjaannya yang mamang salah, itu baru tidak benar. Alias salah. Dan itu “kardi” (kareppa dibi’) namanya.
Lalu apakah karena setiap orang tidak mau disalahkan kemudian tidak perlu ada pengungkapan tentang fakta-fakta kesalahan? Tentu bahkan sangat perlu. Kesalahan yang tidak diungkpkan hanya akan menjadi bom waktu dan kangker yang akan membunuh diri sendiri. Sebuah kesalahan perlu dibeberkan, dikaji dan dicarikan solusi agar ke depan tidak lagi menjadi ganjalan.
Hanya saja, perlu difahami bahwa evaluasi tidak semata-mata membeberkan kesalahan. Seorang pemimpin yang ujuk-ujuk hanya mengungkapkan “salah ini”, “salah itu”, “kurang di sana” dan “kurang disini”, sudah pasti tidak akan disenangi oleh anak buahnya. Sebab, ya itu tadi; pada dasarnya setiap orang tidak mau disalahkan.
So, evaluasi harus dilakukan bukan dengan hanya mengungkapkan kesalahan dan kekurangan. Evaluasi adalah menjabarkan tujuan dan rencana semula kemudian memetakan tentang apa saja yang sudah dicapai dan yang belum dicapai. Setelah itu, baru berbicara tentang bagian mana saja yang masih kurang baik dan perlu pembenahan.
Dengan metode ini, seseorang tidak merasa dihakimi dan ditelanjangi kesalahannya. Sebab sebelumnya telah dijelaskan dengan baik tentang rencana serta keberhasilan-keberhasilan yang sudah ia capai.
Dengan kata lain evaluasi itu dilakukan bukan untuk menyalahkan, tapi lebih untuk memberikan semangat agar pekerjaan menjadi lebih baik.