DN Sarjana
Dikeluarkannya wacana akan ada evaluasi dalam PPDB sistem zonasi mendapat tanggapan yang beragam. Sudah dapat dipastikan ada dua kubu yang bersebrangan yaitu pihak yang setuju dan pihak yang menolak.
1. Kita kupas argumen dari pihak yang menolak di rubah. Sebelum diberlakukannya sistem zonasi banyak kejanggalan yang terjadi dalam PPDB. Satu sekolah yang dibilang vavorit kewalahan menolak pendaftaran calon siswa.
Berbagai strategi penerimaan dilakukan seperti membagi prosentase calon siswa mulai dari prestasi akademik, prestasi olah raga, tingkat kemiskinan, peduli lingkungan dan juga jarak tempat tinggal dengan sekolah. Masalah yg muncul justru banyak calon siswa dekat sekolah tidak bisa bersekolah di sekolah terdekat karena kalah dalam beberapa kriteria.
Dari situ kemudian muncul keluhan adanya marginalisasi persekolahan. Kastanisasi terhadap calon siswa bahkan yang paling miris adalah pungutan liar atau pungli oleh oknum sangat meraja lela.
2. Pihak yang setuju di rubah.
Tidak kalah sengitnya adalah perlawanan yang menginginkan adanya perubahan sistem zonasi dalam PPDB. Bapak Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sempat melontarkan soal penghapusan sistem zonasi sekolah.
Sebagai organisasi profesi guru terbesar, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) lewatbKetua Umum PB PGRI, Ibu Unifah Rosyidi, mendukung menilai gagasan itu diharapkan mampu memberi kesempatan setara bagi semua siswa melanjutkan pendidikan di sekolah pilihan mereka. Hal tersebut termuta dalam artikel yang telah tayang di Kompas.com dengan judul "PGRI Dukung Sistem Penerimaan Siswa Baru Dikembalikan ke Gaya Lama".
Dari kedua pandangan di atas, saya yang pernah menjadi kepala sekolah di kota di jaman RSBI dulu dan juga pernah menjadi pimpinan di sekolah pinggiran merasakan bagaimana hiruk pikuk PPDB. Saat bertugas di sekolah RSBI ini banyak memberi pengalaman dalam kepemimpinan saya. Dan dalam tulisan singkat ini saya coba uraikan.
1. Kebijakan PPDB di sekolah RSBI dan berimbas kepada sekolah lainnya aturan mainnya itu dikeluarkan atas dasar SK Bupati langsung. Disini ada perpaduan antara sistem zonasi dan kompetisi.
Saya tidak ingat betul prosentasa dalam penerimaan calon siswa baru dalam PPDB. Yang jelas mengakomodir beberapa indikator
a. Prestasi akademik tingkat kabupaten
b. Prestasi non akademik. Khusus di RSBI berlaku juara perorangan tingkatkan kabupaten dan pada bidang olah raga tertentu.
c. Perpaduan nilai rapor, nilai ujian dan nilai testing yg dibuat sekolah.
d. Juara 1,2,3 olimpiade yg dilaksanakan sekolah.
e. Kepedulian sosial seperti calon siswa pintar disekitaran sekolah. Siswa biasa yang ada dilingkungan sekolah. Siswa tidak mampu tapi pintar jauh dari lingkungan sekolah.
Jadi kami sangat rigit mengeluarkan regulasi tentu dengan rapat kordinasi dengan stake holders yang ada.
Walaupun gesekan, tekanan tetap ada, tapi produk siswa dari sekolah unggul betul betul menunjukkan keunggulan.
Berbicara tentang prestasi siswa di sekolah RSBI sudah langganan menjadi juara olimpiade nasional bahkan dua kali mewakili Indonesia menjadi tim dalam olimpiade tingkat dunia dan berhasil membawa medali emas dan perunggu.
Dari tulisan di atas saya sependapat sistem zonasi disempurnakan. Jangan ada alibi akan melahirkan kastanisasi pendidikan. Marginalisasi pendididikan. Patut kita renungkan bahwa tidak semua siswa pintar. Memiliki bakat sama. Ekonomi sama. Bahkan kasihan kalau bodoh masuk disekolah vavorit mereka akan di buli karena bodoh.
Terpenting sistem yang dibangun jelas dan terukur serta pelibatan semua pihak.
*penulis Ketua PGRI Kab.Tabanan Bali. Penulis buku. Mantan kepsek berprestasi 1 nasional tingkat SMP.