Yang lalu saya sudah tuliskan pengalaman saya studi banding ke negeri Cina. Kali ini saya sedikit berbagi pengalaman saat studi banding ke Ausi (singkatan negara Australia).
Peristiwa itu kalau tidak salah tahun 2014. Saya dan beberapa teman kepala sekolah SMP berlabel RSBI dari seluruh Indonesia dengan difasilitasi oleh OECD dan Kementerian Pendidikan. Saya bersyukur dibantu oleh komite dan direstui oleh pemda.
Saat berangkat kami mulai dari Jakarta karena tidak diberikan dari Bali. Sekitar pukul 10an, kami melakukan perjalanan selama kurang lebih 7 jam sampai di Melbourne Kami mencari tempat menginap. Hotel tempat kami menginap sekelas hotel melati kalau di Indonesia. Berlantai dua dan kamarnya kecil. Hanya bedanya ada tungku pemanas. Kebetulan hari itu sedang musim dingin. Namun saya tidak merasa begitu dingin. Jadi tidurnya nyenyak2 saja.
Keesokan hari pagi pagi kami diantar ke konsulat Indonesia untuk melapor akan berkunjung ke sekolah. Di konsulat kami disambut oleh salah satunya pemuda Bali yang lulus tugas sebagai duta budaya. Kamipun berkesempatan menari bersama anak-anak di Australia.
Selanjutnya kami berkunjung ke sekolah tingkat SMP. Dari sisi bangunan sekolahnya biasa-biasa saja. Cuman yang menonjol soal kebersihan dan keamanan. Sepanjang jalan kami melihat beberapa sekolah. Tidak ada yang berisi pagar tinggi-tinggi kayak di Indonesia. Sempat kami bertanya karena sekolahnya memang aman.
Setelah sampai di sekolah kami tidak banyak cerita. Ada beberapa hal menarik
1. Dari manajemen secara umum, di atas kepala sekolah masih ada kepala lagi, mungkin setingkat head manajer. Kepala inilah yang bertugas memajukan sekolah secara umum, terutama membangun jaringan kerjasama dan mencari pendanaan dari pihak ke tiga.
2. Tidak ada pelajaran olah raga karena masalah olah raga sudah dipercaya kepada keluarga dan pihak swasta.
3. Anak-anak memakai pakaian seragam, seperti sekolah2 maju di Indonesia. Kren modelnya.
4. Sudah menggunakan papan elektronik pintar, sehingga mudah mengajar sesuai dengan sub sub materi secara detail. Hebatnya lagi pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pelajaran wajib di banyak sekolah.
5. Tidak ada penggunaan kertas dan label2 plastik aecara berlebih. Karena semakin banyak sekolah menghabiskan kertas dan plastik terbilang ikut merusak lingkungan dan pencemaran.
6. Sempat masuk ke studio seni, alat musik tertata dengan rapi. Gitar tertempel rapi di tembok. Mungkin beda dengan kita ya.
7. Kebetulan saya juga sempat kesekolah SMK desain baju. Alat2 nya sangat lengkap dan luas.
Keesokan hari kami pindah ke Sydney. Penerbangan dari Melbourne ke Sydney menggunakan pesawat kecil, sehingga pemandangan di darat terlihat agak jelas. Kurang lebih se jam perjalanan kami sudah sampai. Pemeriksaan di airport tidak begitu ketat mungkin karena perjalanan dalam negeri.
Hal menarik ketika jalan jalan memasuki wilayah kota, kita cukup membeli koin dari obyek wisata satu ke yang lain di lingkungan kota dengan naik mobil bus kecil. Kita diajak melihat kota lama. Kesan sangat klasik seperti kota tua di Jakarta. Sangat bersih. Saat itu kami melihat sekelompok orang unjuk rasa. Tidak banyak, tapi tertib dengan yel2nya.
Sekelompok seniman jalanan juga tampil. Seperti mungkin pengamen disini. Kami pun sempat ke rumah keong yang sangat terkenal. Menurut saya tidak ada yg berlebih. Disana tempat pementasan beragam seni.
Kami juga memperhatikan sekolompok seniman Aborigin, penduduk asli Australia dengan alat musik tiup yang sangat indah suarannya.
Kebetulan saya juga sempat masuk kesebuah gang. Ternyata ada pedagang laki2 orang Indonesia. Mie produk Indonesia seperti supermie banyak di jual di sana. Kamipun makan di areal rumah makan Asia termasuk Indonesia.
Kunci dari kehidupan yang saya rasakan di sana adalah disipilin dan bekerja serius. Tidak terlihat ruko2 apalagi bengkel. Mungkin hanya di suatu tempat. Sehingga jalanan menjadi rapi.