Di Bali, sekoalh rata rata membagikan rapor kenaikan kelas, walau ada yag maju karena hari Sabtu, 15 Juni 2024 bertepatan dengan pesta kesenian Bali.
Salah seorang dalam keluarga yang masih menerima rapor adalah cucu yang baru kelas 1 SD. Sampai di cucu memperlihatkan rapornya. Ada penilaian P5. Model rapornya adalah narasi yang mungkin sudah ada di aplikasi e-rapor. Lagi 1 adalah rapor belajar yang berhubungan dengan mata pelajaran.
Seperti kita ketahui rapor model sekarang tidak ada ranking. Dikaitkan dengan kesan bersaing, berebut dan kesetaraan model ini lumayan bagus karena anak akan merasa tidak direndahkan kalau dia masih kurang.
Selanjutnya saya tanya apa ada naik panggung menerima hadiah juara? Dia menjawab tidak ada. Kan tidak ada juara juaraan sekarang.
Oh, berarti benar. Tapi apakah sekolah tidak boleh memberikan hadiah prestasi buat anak?
Disinilah perlunya kelugasan sekolah dengan warga sekolah yaitu guru guru. Kalau memang ranking kelas tidak boleh, maka buatlah pola baru dalam memberikan penghargaan kepada siswa.
Bukankah prestasi layak dihargai? Dirayakan. (Silahkan baca buku Quantum Learning dan Quantum Teaching).
Sekarang tinggal mencari pemodelan bentuk prestasi sehingga tidak ada kesan penghargaan perebutan ranking. Caranya, berikan siswa atas prestasinya secara lebih spesipik. Bukan prestasi rapor. Misal"
1. Prestasi ketekunan belajar di kelas. (Ini dimaksudkan juara kelas jaman dulu).
2. Prestasi seni budaya. Bagi siswa yang sering tampil lomba seni dan budaya di sekolah maupun di luar.
3. Prestasi olah raga untuk hidup sehat.
4. Dan banyak lagi pemodelan yang bisa dilakukan sehingga tidak ada kesan berebut atau diagungkan kalau anak itu pintar.