"Orang tuaku boleh kamu tipu. Tapi denganku jangan coba-coba. Aku bukan manusia dungu." Jesika mengambil cincin di jemarinya dan langsung melempar ke dada Alex. Alek terkejut, tapi Jesika sudah naik mobil duluan. Alex bengong sendiri, sambil merenung diri, atas semua kelakuannya selama ini.
Memang, perbuatan jahat suatu saat pasti kena getahnya. Hampir selama setahun dia menutupi aib kepada keluarga Jesika utamanya Jesika sendiri.
Saat itu di bulan Pebruari setahun lalu, mental Jesika benar-benar terpuruk. Jalinan cinta yang mereka bangun mulai SMA harus kandas karena pacarnya pergi untuk selamanya. Tabrakan beruntun di jalan tol menyebabkan mobil yang dibawa Agus berguling di jalan tol. Mungkin karena kecepatannya yaang melebihi, sehingga sulit dikendalikan. Agus terperangkap di dalam mobil dengan luka parah, sampai nyawanya tak tertolong.
Selama 4 bulan Jesika mengurung dirinya dari yang namanya pacar, walau banyak lelaki yang mendekati. Ia masih trauma dengan masa lalunya.
Ditengah kesepian dan kerinduan pada sosok almarhum Agus, hadir sosok lelaki yang bernama Alex. Alex lelaki seperti belut, kayak bunglon memang pinter menempatkan dirinya.
Dia bukan berusaha mendapatkanku, tapi Alex berusaha membuka pintu hati Ibu Jesika. Dua tiga kali Alex hadir di tengah keluarga, terutama kepada ibuku.
"Jesika. Kamu tidak bisa selamanya sendiri. Umurmu kian bertambah. Ibu juga ingin menimang cucu." Kata ibu Jesika suatu hari.
"Maksud ibu, aku harus menerima lelaki yang namanya Alex ya Bu?"
"Persis Jesika. Ibu melihat dan merasakan pemuda itu cocok denganmu."
"Yang berpacaran nanti, Ibu apa Jesika?" Jesika mementahkan ucapan ibunya. Ia tidak ingin Ibunya terperangkap  kamuflase yang namanya Alex. Ibunyapun merunduk.
Entah jampi-jampi apa yang dibawa Alex, Â hingga ibunya begitu kepincut dengan Alex.
Memang Alex di dapati ada di rumah Jesika beberapa kali. Cuman Jesika belum sempat bicara karena Alex buru-buru balik pulang.
Penampilannya memang meyakinkan. Setiap datang selalu membawa mobil sendiri. Pakaian selalu nyentrik. Mungkin juga Alex membawa oleh-oleh intuk ibunya. Cuman Jesika belum pernah menanyakan.
Hingga sekali waktu Jesika sempat berbincang sejenak dengan Alex. Ia tidak enak masuk rumah ketika Alex duduk di beranda menikmati secangkir kopi.
Pembicaraannya yang ringan dan santai. Tidak sedikitpun menyinggung masalah cinta. Jesika pun tak ingin itu terjadi karena ia masih trauma dengan peristiwa kehilangan kekasih yang sangat disayangi.
Hanya sesekali ucapan Alex mau menggiring pembicaraan soal percintaan. Sekali lagi Jesika tidak menginginkan, hingga ia palingkan kepembicaraan lain.
Entah bagaimana kemudian Alex menafsirkan Jesika telah jatuh cinta kepada Alex, hingga ia menitip sebuah cincin kepada ibunya.
Mulai saat itulah harga diri Jesika sebagai perempuan tersinggung berat. Begitu mudahkah lelaki menafsirkan perempuan itu lemah, hingga mudah dirayu?
Benar saja, suatu hari ibunya memberikan sebuah cincin dari ibunya yang konon pemberkian Alex. Dan hari itu Alex akan menyematkan kepada Jesika sebagai tanda pertunangan. Hati Jesika marah mendidih. Ia menunggu Alex dengan sabar.
Ketika Alex datang kemarahan Jesika semua ia tumpahkan. Jesika betul-betul mwmbuat Alex terdiam beribu bahasa. Hingga cincin itu dia lempar ke dada Alex.
Dalam hatinya Jesika berkata. "Aku tidak menjadikan diriku manusia dungu."