Sesampai ditempat kos, Boy membiarkan buku yang ia pungut di gang kelinci tadi. Dari pagi ia menahan lapar. Lumayan masakan rantangan berisi sayur kol plus tempe. Telor goreng dan sambal tomat. Boy begitu lahap makan.
Selesai makan seperti biasa Boy istirahat siang sebentar sebelum mengerjakan PR. Ia mendengarkan lagu yang terdengar di radio. Tak lama ia teringat akan buku catatan itu.
Boy langsung terbangun. Ia mengambil di atas meja. Uuhh..., Boy terkejut. Dia bolak-balik buku catatan berkulit ungu muda. "Apa iya Yuli yang punya? Kok bisa. Boy tidak percaya. Ia pun membuka beberapa lembar. Benar catatan IPA.
Dihalaman 9, Boy hampir tak percaya. Ia pelan-pelan membaca. "Ternyata ada goresan begini ya." Pikir Boy. Ia meneruskan membaca.
"Kapan kau mengerti. Sebegitu lama aku menanti. Sepertinya hatimu tetap membeku. Tidakkah dirimu menyisakan secuil rindu untukku. Aku tahu kau amat berarti bagi perempuan pengagummu. Tapi aku lebih kagum dari mereka. Apa kau tidak rasakan itu?"
*catatan, syair untuk perpisahan nanti
Boy tersentak. Ia mengingat-ngjngat lagi di masa itu. Sepertinya mirip. Boy pun termangu.
"Yuli, ngapain di sini? Kan semua sudah selesai ujian olah raga?"
"Aku ingin istirahat saja."
"Kamu sakit ya? Kok pegang-pegang kaki begitu?"
"Ndak Boy. Aku pingin duduk aja. Toh besok hari tenang. Kan nanti malam minggu."
Boy terbengong. Tapi kenapa Yuli tidak bangun? Sementara Yuli juga berusaha menahan rasa sakit. Ia merasa tak perlu memperlihatkan sama Boy. Pasti ia kayak lalu. Cuek saja. Ia tak pernah membaca isyarat dan perasaan Yuli.
"Mari kita pulang, sudah sore."
Tumben Boy menjulurkan tangannya. Tentu hati Yuli sangat senang. Ia pun menjulurkan tangannya. Ketika Boy menarik tangan Yuli.
"Aduuuuh, sakiiit...."Yuli menahan sakit di kakinya. Ia hampir terjatuh, kalau saja Boy tidak segera merangkulnya.
"Yulii.., kakimu sakit ya? Kok tidak dari tadi bilang? Maaf ya, aku terpaksa merangkulmu biar tidak terjatuh."Kata Boy. Ia terlihat sedih juga setelah mengetahui kaki Yuli keseleo.
"Tinggalkan saja aku Boy. Bentar pasti orang tua ku datang karena aku belun nyampe di rumah." Air mata Yuli sedikit menetes karena menahan sakit.
"Tidak Yul. Aku harus mengantarkan mu pulang. Tidak mungkin kamu jalan sendiri. Tahan dikit ya. Aku akan papah kamu."
Ini yang ditunggu Yuli. Walau ia tahu kakinya akan sakit, tapi kerinduan agar Boy tahu perasaan Yuli yang berharap Boy mencintainya terasa diobati.
Boy pun dengan sigap memapah Yuli. Jarak rumah Yuli dengan sekolah sekitar 200 meter hari ini terasa sangat dekat. Merekapun sampai di rumah Yuli.
"Yuli, aku tidak lama ya. Aku malu nanti dilihat orang tua mu. Aku kan teman biasa yang belum dikenal oleh orang tuamu."
Walau Yuli sulit melepas kepergian Boy, tapi perkataan Boy benar juga. Ia membiarkan Yuli pergi dengan saling melepas pegangan jemari. Tentu ada getar asmara yang sangat dirasakan Yuli.
Boy tersentak dari peristiwa itu. Ia masih menatap tulisan dari Yuli. "Apakah ini ungkapan perasaan Yuli padaku? Apakah dia mencintai doriku?"
Entah keberanian dari mana, Boy terus duduk sambil menulis pada selembar kertas. Ia tak lagi berpikir tentang hidupnya yang beda kelas dengan Yuli. Ia tulis saja apa yang ia simpan dalam hati.
"Kepada teman cantikku Yuli.
Aku tak lagi mampu sembunyikan perasaan cintaku padamu Yuli. Jarak yang seolah aku jaga selama ini hanyalah ketidakberdayaan Aku meyakinkan diri, kau tak mungkin mencjntaiku. Tapi kali ini aku pasrah. Aku katakan sejujurnya. AKU CINTA KAMU YULI. Dari aku yang merindu, Boy."
Boy membaca tulisannya lagi. Lalu dia masukkan ke dalam amplop. Ia memastikan hari senin lusa, buku catatan bersama surat itu akan sampai di tangan Yuli.
Hari senin pun tiba. Hari ini tidak ada uapacar karena ujian praktek masih berlangsung.
Pagi-pagi Boy sudah datang ke sekolah. Boy seperti bermata jalang. Ia awasi kehadiran Yuli. Tidak berselang lama Yuli pun datang. Boy sedikit berlari mendekati Yuli.
"Yuli, maaf ini buku catatanmu. Aku temukan di gang. Hati-hati ya, ada isi di dalamnya. Yuuk." Boy harus cepet-cepetan. Takut kalau Yanto melihat.
Ujian praktek, terus berlangsung. Kurang lebih jam 10, siswa kelas 9 sudah selesai ujian. Mereka pulang kerumah masing-masing.
Sampai di rumah. Yuli tidak menyia-nyiakan waktu. Ia buka surat Boy.
Dibacanya pelan. Hatinya sangat berbunga. Yang ia nantikan sejak lama ternyata mendapat jawabnya.
"Terimakasih Boy. Terimakasih sayang. Ternyata buku catatan itu adalah jalan mengantar jalan bahwa Aku dan Kamu saling mencintai" kata hati Yuli sambil mencium kertas surat itu.