"Papa, aku Lisa. Aku memberanikan diri untuk mengirim surat sama Papa. Lisa mohon Papa berkenan membaca surat ini.
"Papa, Lisa baru san tamat SMP. Lisa tidak melanjutkan sekolah. Lisa kasihan sama Mama, karena Mama harus menyekolahkan adik Ferdi, dan Inka. Biarlah Lisa bekerja di toko sepatu, biar bisa mendapat uang tambahan untuk Mama.
"Papa, Lisa sudah tahu siapa Papa. Walau Papa meninggalkan Lisa semasih kelas dua SD, tapi Lisa masih terbayang wajah Papa.
"Mama pernah cerita, katanya Papa jadi direktur di sebuah BUMN. Dalam kehidupan yang sangat berkecukupan, ternyata Papa tega menghancurkan hidup Lisa dengan Mama dan adik-adik."
"Papa mencari perempuan lain. Pastinya lebih cantik dari Mama. Karena Papa harus menanggung karma, akhirnya Papa dipecat. Mulai saat itu Papa meninggalkan jejak."
"Aku tahu jejak Papa yang ada di pulau ujung timur, karena dapat kabar dari Mama."
"Papa, Lisa tidak meminta Papa, untuk pulang, apalagi mengakui Lisa dan adik-adik sebagai anak Papa. Lisa cuma meminta, Papa ikut merasakan penderitaan anak Papa.
"Sekian dari Lisa anak Papa. Semoga Papa berbahagia."
Sampai disitu Lisa menggoreskan unek-uneknya mamanya datang. Lisa menghapud air matanya di pipi. Syukur surat sudah masuk ke dalam amplop, sehingga Mama tidak tahu.
"Lisa, kamu ngapain. Tumben nulis gitu. Isi nangis lagi. Maaf Mama tidak bisa membiayai kamu lanjut sekolah ya. Kasihan adik-adik." Kata ibunya sambil membelai rambut Lisa.
"Ma, Mama jangan memikirkan Lisa lagi. Lisa sudah bahagia bisa membantu Mama. Suatu saat nanti Lisa pasti bisa sekolah."
Lisa memandangi Mamanya penuh keharuan. Ia melihat guratan-guratan di wajah Mamanya. Itu menandakan Mama menanggung beban yang sangat berat.
"Ma, Lisa kan tidak kerja hari ini. Biar Lisa yang nyetrika milik tetangga itu. Mama istirahat dulu."
Begitulah kehidupan Lisa dan keluarganya. 10 tahun ditinggal oleh Papa yang sebenarnya menjadi tumpuan kehidupan keluarga.
Bagaimana nasib Lisa nanti?