Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Siapa Menabur Angin, Dia Menuai Badai

30 Maret 2024   15:33 Diperbarui: 30 Maret 2024   15:35 173 5
Siapa Menabur Angin, Dia Menuai Badai
DN Sarjana

"Mengapa masih disini? Apa kamu masih tahan melihat pancaran mata-mata kami memarahimu? Atau umpatan kemarahan mencaci dirimu? Lihat suamimu! Dia tak lagi berpihak padamu karena kamu benar perempuan jalang. Perempuan murahan. Tak menghasilkan apa-apa. Hanya menjadi beban keluarga.
Beda dengan menantuku yang baru Rani. Dia cantik. Pintar cari duit. Sayang pada mertua."

Umpatan itu membuat dada Fitri enek. Dengan bayinya yang baru berumur 5 bulan, Fitri terpaksa mengungsi di rumah neneknya. Fitri tidak berani pulang ke rumah orang tuanya karena Fitri malu atas peristiwa setahun lalu.

Sambil memandikan anaknya Fitri menyesali keputusannya untuk menikahi Joni yang sudah dikenal masyarakat sebagai pemuda jalanan.

Entah mengapa, ketika Fitri mengalami prustasi ditinggal pacarnya, ia begitu cepat mengambil langkah.

"Fitri, coba kamu pikir baik-baik. Ayahmu sangat marah ketika kamu didengar berpacaran dengan Joni. Sebagai kepala desa, ayahmu sangat sering memarahi Joni karena membuat nama desa tidak baik. Mengapa kamu tak berpikir tentang itu?"

Walau beberapa kali ibu Fitri memperingati agar Fitri memutuskan hubungan dengan Joni, tapi semua tak mempan. Sampai akhirnya Fitri diam-diam melakukan pernikahan, tanpa diketahui dan saksi dari ayah dan ibunya.

Jadilah Fitri ibu muda hidup dengan mertua. Karena Fitri termasuk anak yqng dimanjakan, akhirnya dia tidak memiliki keahlian apa-apa.

Setahun menjalani berumah tangga, Fitri sudah memiliki seorang putri yang cantik. Dari sinilah awal prahara terjadi.

Ditengah kesulitan keluarga, Joni kembali menunjukkan karakternya sebagai anak jalanan. Pulangnya tidak menentu. Pun pekerjaannya tidak jelas.

Sampai kemudian bencana besar itu terjadi. Joni diam-diam mengajak seorang perempuan pulang. Penampilannya memang meyakinkan. Dengan berkendaraan toyota fortuner, tentu menjadi kesukaan Joni dan keluarga. Belum lagi uang banyak yang dibawa perempuan itu.

"Fitri, anakmu nangis. Cukup dulu nyucinya. Nanti Mbah yang jemur." Fitri tersadar. Ia sedikit berlari mendekati putrinya. "Pasti mau mimik susu," pikir Fitri.

#Bersambung

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun