Pagi itu keluarga Subagio pergi menikmati hari santai. Subagio dan istri bersama dua anaknya yaitu Liana dan Ray sudah dari kemarinnya mempersiapkan peralatan yang akan dibawa ke obyek Wisata Bedugul.
"Ma, aku bawa selimut dan boneka ini ya?" Liana bertanya sama ibunya.
"Apa harus bawa boneka? Disana kan kita akan jalan jalan diperkebunan yang luas."
"Tapi Ma, boneka kity itu kesukaanku. Kalau tidak diajak Aku sedih." Liana merayu Mamanya."
"Ok dah, cuman kalau Mama suruh bermain bersama semua harus mengikuti."
Liana tersenyum. Hatinya pastilah sangat senang.
Setelah semua siap, perjalanpun dimulai. Mereka berangkat dari kota. Menuju Bedugul kurang lebih 1 jam perjalanan. Liana dan Ray sangat menikmati perjalanan, karena mereka baru pertamakali melakukan perjalanan jauh dan lewat alam pedesaan.
"Ma, sawah disini masih luas ya. Kelihatan indah berundag-undag. Tapi kok lebih banyak tanaman sayur dan bunga."
"Ya, memang Liana. Daerah sini hawanya sejuk. Yang cocok ditanam adalah sayuran dan bunga. Liana kan tahu saat hari hari suci diperlukan bunga yang banyak. Apalagi sayuran. Itu banyak di drop ke hotel-hotel."
Liana nampak serius memperhatikan penjelasan ibunya. Sementara Ray adiknya kelihatan tertidur. Barulah memasuki daerah Danau Beratan Ray dibangunkan.
Mereka istiraha sejenang menikmati indahnya danau Beratan. Airnya yang berwarna biru terlihat sangat luas. Secara bersama mereka kemudian membeli bakso dipinggir jalan.
Belum sempat makan bakso, seorang anak kecil yang kelihatan kumal mendekati mereka.
"Bu, minta sedekah." Tangannya tengadah ingin mendapatkan uang. Liana memandangi sejenak. Liana teringat pesan bapak, ibu guru bahwa kita tidak boleh memberi sembarangan. Semua akan membuat mereka malas bekerja. "Tapi anak ini? Dia sendiri dan kelihatan betul miskin" pikir Liana.
Liana mendekati anak perempuan tersebut, lalu berkata
"Siapa namamu? Kamu sudah makan?"
"Namaku Putri. Saya sudah makan sisa nasi tadi."
"Ya Tuhan, sisa nasi?" Pikir Liana. Rasa sedih dan kasihan berkecamuk dalam hatinya.
"Makan nasi sisa? Tunggu ya disini. Aku bawakan nasi. Jangan mendekat ya. Nanti Mamaku marah."
Liana bergegas memesan nasi untuk Putri. Tak berapa lama Putri sudah dipandu makan dengan lahap. Liana sedih memandangi.
"Putri, makan dulu disini. Jangan pergi. Ini uang untukmu. Aku makan dulu," kata Liana.
Terburu buru Liana makan untuk bisa bertemu Putri. Namun apa daya, Putri sudah pergi. Liana merasa sangat sedih.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan. Belum sampai 100 meter, keluarga Liana melihat kerumunan di pinggir jalan. Pak Subagio menghentikan kendaraan. Ternyata terlihat seorang anak perempuan sedang terkapar. Masyarakat kemudian minta bantuan kepada Pak Subagio untuk membawa anak tersebut ke puskesmas terdekat.
Mereka pun mengajak anak perempuan itu ke puskesmas. Liana memperhatikan anak perempuan itu. Ia terkejut kerena yang mereka tolong adalah Putri yang minta-minta tadi.
"Ma, dia namanya Putri. Tadi kan Mama mengusirnya saat Putri meminta kepada Mama. Liana terus mencarinya dan sempat ketemu."
Wajah Ibu Subagio terlihat sedih dan merasa bersalah. Sementara Putri sudah diturunkan oleh petugas puskesmas dengan tandu. Sementara Putri belum sadar. Terlihat darah menetes dari kepalanya.
Keluarga Subagio sepakat menunggu Putri sampai siuman. Mereka semua kelihatan sedih.
Setelah melewati pengobatan, terlihat Putri sudah siuman. Keluarga Subagio sangat senang, terlebih Putri yang merasa dapat teman sekaligus terasa keluarga perempuan.
Keluarga Subagio kemudian mohon kepada petugas kesehatan dan kepolisian untuk mengajak putri ke kota. Setelah melewati proses perjanjian dan pendataan administrasi, Putri kemudian diperbolehkan pulang.
Diperjalanan Putri dibelikan baju baru. Mereka kemudian bersama pergi ke kebun raya Bedugul. Sementara Putri belum bisa bergerak banyak. Liana siap mendampingi. Boneka yang ia sayangi di kasi Putri mendekap.
Begitulah keluarga Subagio, ada Liana yang baik hati.