Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Angin Timur dan Seekor Anjing Hitam

18 April 2013   21:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:59 186 2

Menyesuri jalan-jalan berpasir di pingiran pesisir, merasakan hembusan angin timur yang mulai bertiup mengacau langkah,sisa-sisa kemakmuran yangmulai tampak hilang bergantikan musim kejenuhan yang tersaji di masarakat pesisir, menandakan pesta pora kemakmuran telah berakhir, karena musim telah berganti. Aku masih melanjutkan langkah melihatwadah-wadah penjemuran ikan yang mulai kosong,jaring-jaring yangmulai dirapihkan dan kapal-kapal yang lengkap bersandar, langkah terus berjalan menyusuri jalan yang semakin gelap, mulai merabah-rabah mengigat jalan-jalan yangmulai menyempit diantara rumah-rumah yang saling menyandar,aku seakan-akan sedang bukan berada di tanah kelahiranku sendiri, empat tahun memang telah aku tinggalkan kampung ini untuk pertamakalinya, ketika aku mulai mengenal jalan-jalan yang berterbangan, gedung-gedung yang menjulang menunjuk langit, dan kota-kota sejarah dengan sejutah rahasia. Banyak yang telah terjadi selama empat tahun kepergianku, warung-warung kopi yangmenjadi tempat berkumpul dan bercerita pada setiap musim sudah mulai tidak terlihat. Sepertinya kopi. disini bukanlah suatu kebanggaan lagi, atau mereka sekarang lebih senang menyedu kopi di rumah masing-masing ditemani dengan layar tv untuk melepaskan kejenuhan mereka.

Pintuh-pintuh rumah yang mulai tertutup, lampu-lampu yang mulai dinyalakan dengan redup, seakan menolak kehadiran angin yang datang,jalan yang mulai semakin gelap menampakkan kepiluhan diakhir senja, suara-suara yang terdengar samar dari dalam rumah, burung-burung yang pulang dari laut menuju kandang dan jeritan anak-anak yang bermain dihalam masjid. Suara-suara itu bercampur baur dikepalaku, seakan-akan mengumumkan dengan empeti bahwa pada akhirnya aku harus mengenang semua yang pernah berlalu disini. Lamunan itu mulai pecah ketika aku mulai menyadari seekor anjing hitam yang menatapku bersembunyi di gang satapak, aku terus berjalan mendekat dan kuliah anjing itu mulai menggoyang-goyangkan ekornya, aku mulai duduk dan mengelus kepalanya dan diapun duduk sambil mangangkat satu kaki depannya mengelus tanganku, aku buka tasku dan mengeluarkan sebungkus roti daging yang kuberikan pada anjing hitam itu sambil mulai melangkah kembali berjalan, anjing itu meniggalkan roti yang ku berikan sambil mengejar langkahku seakan aku adalah tuan barunya, aku biarkan dia untuk ikut. Disini memang banyak anjing-anjing berkeliaran tanpa pemiliknya, mereka hidup bebas tanpah pernah dirantai seperti yang dilakukan oleh orang-orang kota, memang mereka hidup saling bersentuhan tapi kulihat kepiluhan dari anjing-anjing yang diarak dengan rantai, mereka seperti budak yang dibelit dan dikekang seakan paling merana, dimana dipaksa untuk masuk kedalam rumah mereka, bahkan ranjang merekan, terlebih ketika mereka harus mengikuti tuannya ditarik berjalan-jalan ditaman, dimana mereka yang hanya saling memadang dan melihat frustasi ketika bertemu sejenisnya.

Beberapa waktu kemudian, aku telah menetap dilingkungan ini, menyewah rumah yang dulu pernah ku tinggali yang telah dijual oleh ayahku kepada salah satu kerabat ibu, aku masih mengigat akrap ibu pemilik rumah, yang dimana anak tunggalnya hilang ditelan lautan ketika memaksakan diri disaat timur berhembus, untuk pergi kelaut. Dia juga bersedia untuk membantu membersikan rumah danmemasakan untuk ku. Banyak teman dan kerabat yang telah pergi dan meninggal selam empat tahun kepergianku, semua akan terus berjalan dan aku merasa seakan-akan masih berada di awal kehidupanku atau aku memang telah berada di ujung kehidupanku ?. aku seakan semakin tersesat dari semuah kehidupan yang telah dilalui dan perubahan-perubahan yang tidak terduga yang telah aku alami, semua terasa buyar ketika anjing hitam mengeluarkan suaranya yang lantang seakan memangilku keluar dari persembunyian, kulihat dia berdiri sambil terus mengoyankan ekornya melihatku keluar dari depan pintu. Aku memutuskan untuk kembali berkeliling menyusuri setapak jalan dan mulai berbaur dengan kerumuhan orang di desa ini, masih ada dari mereka yang tidak melupakanku.

Selesai zhur aku mengisi perutku di warung nasi, di warung nasi yang kosong itu, aku mendengar suara sang pemilik yang dengan penuh semangat mengamatiku makan sesuap demi seuap, seakan-akan dia sedang memberikan makan pada seekor kucing, dengan menunjukan tanda pada satu arah yang kutanyakan padanya. Aku lalu menemukan diriku yang mulai menyusir jalan-jalan setapak, memasuki gang-gang sempit mengarah kepasar ikan yang tidak berpenjual, meraka semua sudah pulang, tidak hasil yang mereka jual, laut benar-benar tidak mengangkat ikannya, angin timur sepertinya telah mengusir ikan-ikan itu. Hingga jalanan mulai menjadi gelap aku terus menyusuri lika-liku jalan di belakang pasar hingga aku menemukan satu warung kopi yang ditunjukan penjual nasi tadi padaku.

Di warung kopi itu tidak terlalu ramai, ruangan terasa hangat dengan cahaya dari lentera lampu kaca, sepertinya warung kopi sudah mulai benar-benar tabu disini. Terlihat beberapa orang duduk dangan mengangkat kakinya kekursi, dengan keluahan-keluhan kecil yang meredah ketika gelas kopi hitan itu terangkat, terlihat sepiring gorengan juga ikut menemani mereka. Seketika mereka terdiama, ketika kakiku mulai memasuki warung kopi bersama anjing hitam yang terus mengikutiku, mereka menatap seakan penuh tanya seperti melihat pemburu datang. Aku hanya melemparkan senyum kecil tanda sapa kedatanganku dengan damai, terlihat seorang ibu-ibu tua dengan pakayan sederhana sambil mengunya sirih, bibirnya yang memerah sambil tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang hitam menyapaku, menanyakan apa tujuanku, aku membalas senyumnya sambil mengangkat dua jari tangan untuk memesan dua gelas kopi hitam sedikit pahit, dan kulihat dia mengkerutkan keningnya seakan-akan memperlihatkan ketuaanya dan menanyakan kembali untuk siapa satu gelas lagi kopi itu,aku tetap tersenyum sambil menunjuk sihitam yang duduk setenga berdiri di bawah kursi. Taklama kemudianpun dia kembali dengan dua gelas kopi yang telah aku pesan dan sepiring gorengan hangat, sebelum dia pergi meninggalkanku dia menyampaikan agar gelas kopi tidak tersentuh hewan yang aku bawa dan tidak juga ditumpah diatas lantai, kini aku yang gantian mengkerutkan kening memikirkan bagai mana cara memberikan kopi ini. Terlihat dia tersenyum memberikan sebuah tempurung kelapa sambil membalikan badan pergi kembali kedalam. Aku langsung menumpahkan isi kopi hitam itu kedalam tempurung dan memberikannya pada sihitam yang terlihat suda tidak sabar menunggu.

Tidak lama dari itu, seseorang laki-laki yang menggantungkan baju di punggungnya dengan tato-tato kasar tidak berbentuk, berdiri dari tempat duduknya terlihat menuju kearah ku, dia mendekat dan duduk tepat ditempat anjing yang ku bawa, aku hanya diam sambil tersenyum melihatnya, dan tiba-tiba dia mulai mengankat sihitam dan berteriak membuat semua yang berada diwarung melihatnya. Hayy kalian semua, dia berbicara seakan-akan menyampaikan suara sang anjing, hayy kalian semua yang ku sayang cobalah lihat gigi-gigiku panjang dan memiliki ujung yang runcing, bahkan gigi-gigi ini tidak muat dimulutku, hal ini membuatku tampil dengan menyeramkan, tapi itu membuatku senang sehingga aku bisa menggigit semua manusia yang menghinaku. Bahkan aku bisa menggigit kakinya dengan sangat keras bahkan gigi-gigiku dapat menghujam dalamkedagingnya, apakalian tahu, tidak ada hal yang paling memuaskan kecuali aku dapat menghujamkan gigi-gigiku kepada musuh-musuhku yang malang sekadar untuk memuaskan kamarahan naluria,dimana aku memutar-mutarkan kepalaku serta suaraku yang mengeram dan buluku yang meremang.

Aku adalah seekor anjing, terlihat laki-laki itu semakin keras bercerita sambil manggakat sihitam dan berjalan-jalan pelan, semua memperhatikannya dengan rasa tanya dan senyum kecil yang tertahan. Tapi dia takmenghiraukan itu semua, dia terus bercerita seakan-akan itu adalah suara sang anjing hitam, Aku adalah anjing dan anjing tidak pernah berbicara !, namun aku tahu bahwa kalian lebih mempercayai sebuah kisa dimana mayat-mayat bisa berbicara, tahuka kalian anjing-anjing bisa berbicara tapi untuk kalian yang mampu mendengarkannya. Tahuka kalian pada sebuah cerita dimana islam mulai berkembang di negri ini, disaat para wali mulai ada !. Laki-laki itu duduk dan terus melanjutkan ceritanya,dan tahuka kalian pada sebuah cerita ulama bodoh yang mengarang besar-besar ceritanya disaat dia berdiri dengan jamaahnya, dimana dia mampu membuat mereka semua menangis, bahkan beberapa diantara mereka sampai meratap-ratap hingga pingsan dan kelelahan lemas. Tapi jalan kalian salah sangkah, dia tidaklah sama dengan para ulama lain dimasa itu, bahkan disaat para jamaahnya menagis dia semakin bersemangat menyampaikan ceramanya tanpa berkedip, seakan-akan sedang menghukum mereka dari dosa-dosa. “Aku semakin memperhatikan ceritanya yang semakin aneh. “apa kalian tahu mengapa semua harga bahan baku menjadi tinggi, ikan-ikan menghilang, dan aturan-aturan jalur penangkapan ikan yang tidak jelas, itu semua karena kita terlalu banyak terhanyut pada kepalsuan, kita terlalu banyak mendengar kisa kelahiran nabi untuk mengenang hari dimana wafatnya beliauw. Dimana parayaan-perayaan hari ke empat puluh setelah kematian dirayakan dengan menghidangkan kue-kue dan gorengan seakan-akan sedang berpesta besar,dimana para jamaah itu dipanggil dengan kencang dan riang gembira unutuk menunjukan betapa dekatnya kita akan sesama, dengan azan yang dikumandangkan dengan malu-malu, dengan kelembutan seorang laki-laki yang menyerupai perempuan? Tapi coba kalian lihat yang terjadi hari ini, orang-orang meratap-ratap dinisan kubur meminta angin timur untuk lekas berhenti, mereka mengunjugi laut dengan rangkayan acara suci dan mengikatkan kain putih menuruti kebudayaan yang tak pernah berhenti.

Hai kalian dengarkan semua aku adalah anjing dan ingin bercerita kepada kalian, lihat para ulama, haji dan pendakwa yang memandang renda kepa kami para anjing, mungkin kalian pernah mendengar sebuah cerita dimana sang nabi lebih memilih merobekkan kainnya ketika sedang ditiduri oleh kucing dari pada membangunkan binatang itu, yang tanpa sengaja tidak dilakukan pada kami para anjing, dan melihat pertikayan abadi antara kami dan kucing kalian malah membeci kami, kalian menyimpulkan dengan sendiri bahwa nabi juga tidak menyukai kami, kalian mempercayai bahwa kami akan mengotoro kalian yang telah berwudu bilah bersentuan. Bahkan dengan kekeliruan dan keyakinan semu kalian, membuat kami dilarang mendekati masjit selama berabat-abat, bahkan kaum kami dihujam dengan batu dan gagang-gagang sapu oleh para penjaga masjid.

Izinkan aku mengigatkan kalian pada surata al kahfi, aku ingin mengembalikan ingatan kalian semua yang duduk disini, dimana di ceritakan tujuh orang pemuda yang tertidur didalam gua yang bersembunyi dari kejaran raja kafir dimasa itu dan mereka tidur selama tiga ratus sembilan tahun, dan izinkanku mengingatkan kalian pada ayat ke 18 surah ini, dimana menceritakan seekor anjing yang tertidur dimulut gua bersama tujuh pemuda tersebut. Aku sangat bangga sebagai seekor anjing yang namaku ada didalam kitap al quran. Maka, apakah alasan sesunggunya atas rasa jijik terhadap anjing?,mengapa kalian begitu kuat menahankan pendapat bahwa anjing itu najis, mengapa kalian beranggapan bila kalian bersentuhan dengan kami wuduh kalian akan batal dan bila bulu-bulu kami menyentuh pakayan kalian, kalian akan mencucinya sebanyak tujuh kali. Apakah ini semua ulah para kucing.

Dan sekarang seekor anjing seperti malah petaka yang buruk, aku tidak mau membebani kalian dengan masalah ku, dan terimakasih sudah mendengar ceritaku. Pemuda itu mengakhiri ceritanya sambil menurunkan anjing hitam, dia kembali duduk dimana kursinya berada. Sebelum duduk dia melepaskan senyum padaku, dan aku melihat sejuta kebingungan pada semua orang yang duduk di sini termaksut juga aku. Kulihat anjing hitam itu kembali berada di bawah kursiku, dia meminum kopi yang aku tuangkan, sepertinya dia telah puasa dengan ceritanya.

Malam ini kampung lama ini benar-benar membuat sejutah pertanyaan, yang terjadi hari ini membuatku tidak mampu terlelap, angin semakin malam yang semakin kencang yang membuat sebagian seng-seng atap rumah terangkat dan menimbulkan suara gaduh, aku bangkit dan membuka pintu berteriak memanggil si hitam, dia berlari cepat masuk kedalam, sepertinya dia mengerti perintahku, ku lihat dia menggulung dirinya di sudut lemari, aku kembali berbaring, disini aku masih sepuluh bulan lagi.

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun