Langit jakarta sedang melayu sore itu, awannya yang mendung tak karuan diembus angin entah ke mana. Kadang ke timur, kadang pula ke barat, lalu tak berselang lama, awan bergerak ke utara. Langitnya sedang tidak baik-baik saja. Pakaian serta rambut para pejalan kaki yang hendak berjalan menuju stasiun MRT di Dukuh Atas tampak berkibar. Beberapa orang yang sudah membuka payung tampak kewalahan mengendalikannya. Sepertinya badai akan segera tiba, entah saat makan malam, atau menjelang pagi. Azan maghrib terdengar redup, meski hanya beradu suara dengan angin. Untung Jalan Sudirman sedang macet, bila tidak, maghrib akan tidak terasa seperti biasanya. Barat sedang duduk di dalam stasiun, di bawah sana, tidak ada sesuara apapun yang didengarnya, kecuali tapak kaki, orang berbicara, suara pengumuman, dan detak jantungnya sendiri. Sudah sepuluh tahun dia tidak pernah melihat wajah yang asing sekali, nyatanya wajah itu tengah berdiri di pojok kanan, tepat di samping rel kereta.
KEMBALI KE ARTIKEL