Target kami di Jepara ada 4 Kriyawan; Afif, Rony, Hartono dan satu lagi  singgah di Gallery Mukodi (alm). Keempat kriyawan ini kami pilih sebagai target kunjungan karena di samping mereka  mempunyai karya yang unik dan berbeda dengan karya kriya Jepara pada umumnya, mereka juga telah mejadi peserta UNDAGI pada tahun 2016 dan 2018.
Telah menjadi hal yang umum diketahui oleh masyarakat, bahwa Jepara kaya akan kriya kayu, -- khususnya ukir yang telah menjadi konsumsi khalayak--, furniture maupun karya produk kriya lainnya. Bahkan Jepara dijuluki The World Carving Center, ini karena sejak awal abad ke-19 Jepara telah dikenal dunia tentang seni ukirnya.
Sepanjang daerah Tahunan, Senenan, dan pelosok Jepara yang lain, pada umumnya memproduksi kriya kayu dengan motif ukir ornamental, daun Trubusan atau motif Jumbai. Motif-motif ini telah turun temurun dari leluhur orang Jepara dan telah menjadi karakter ukiran Jepara yang tak hanya hasil seni budaya, tapi menjadi mata pencaharian warga Jepara.
Menilik sejarah sejenak, bahwa seni ukir Jepara telah muncul pada masa Raja Brawijaya (abad 15 M), oleh seorang seniman Prabangkara. Kemudian pada masa Ratu Kalinyamat (1549 M) atau pertengahan abad 16 M seni ukir dikembangkan oleh anaknya bernama Retno Kencono. Dan sampai hari ini, Jepara menjadi Kota Ukir yang mendunia. (detik.com)
Berabad-abad perjalanan seni ukir Jepara tentu mengalami perkembangan, baik teknik maupun motifnya. Nah, karya empat orang kriyawan Jepara ini  saya kira bisa menjadi semacam breaktrough (terobosan) karena mempunyai keunikan masing-masing.