"Iya. emang kenapa?" Jawab Kang Ngatman balik bertanya.
"Kan dekat dengan tempat kita jualan?
"Ya ndak papa to?"
"Nanti jualan kita gimana Kang?"
"Ya ndak papa. Rejeki itu yang ngatur yang di sana..." Jawab Kang Ngatman sambil menunjuk jari ke atas.
"Ndak Usah khawatir dengan rejeki. Allah itu Maha pemberi rejeki pada hambanya.
Kyai Ahmad pernah bercerita; jaman dulu pernah ada yang meragukan dan menanyakan tentang kemurahan Allah pada makhluknya. Kemudian dia diminta untuk membelah batu besar, dan ternyata di dalamnya ada seekor ulat yang hidup. Dan ternyata di dalam batu pun ada makanan yang bisa dimakan oleh ulat itu.
Jadi, setiap makhluk itu sudah ada jatah rejeki masing-masing, dan semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Maka, jangan menghina Allah dengan meragukan, bahwa besok kita bisa makan atau tidak. Yang penting, kita berikhtiyar dan berdo'a. InsyaAllah, Dia akan mencukupkan," kata Kang Ngatman.
"Eh, Bune! Ciloknya sudah matang apa belum?" Tanya Kang Ngatman sambil menyiapkan sepeda onthelnya.
"Duh, lupa aku Kang! Belum aku lihat di dapur," Jawab Yu Surip buru-buru lari ke belakang, khawatir ciloknya gosong.
"Segera disiapkan ciloknya, sekalian bawa uang 50 ribu ya Bune! Di masukkan dalam amplop!" Seru Kang Ngatman.
Selang beberapa menit, cilok sudah siap di keranjang sepeda tuanya.
"Ini ciloknya sudah siap Kang! Uang 50 ribu untuk apa? Tanya Yu Surip.
"Mau aku berikan ke Lek JePe, kemarin aku dengar, anaknya sedang sakit." Jawab Kang Ngatman.
"Oh,..." kata Yu Surip mengangguk.
***