Sangat istimewa dan bersejarah serta pertama kali, kunjungan presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono ke Australia. Istimewa karena Yudhoyono menjadi satu-satunya presiden RI yang memberikan pidatonya di depan Parlemen Australia, setelah Bush jr dan Hu Jintao yang juga berkesempatan memberikan pidato di depan Parlemen Australia. Bersejarah karena antusiasme masyarakat Australia dan liputan media setempat yang besar menyambut kedatangan dan pidato Yudhoyono serta Yudhoyono menjadi Presiden RI yang sudah tiga kali mengunjungi Autralia, setelah April 2005 dan September 2007, tentunya ini menjadi rekor baru bagi Presiden RI yang paling sering mengunjungi Australia semasa pemerintahannya. Yudhoyono berkunjung ke Australia dengan alih-alih menjalin kerjasama ekonomi, perdagangan dan pendidikan. Kedekatan Jakarta dengan Canberra belakangan ini khususnya pada masa pemerintahan Kevin Rudd yang berasal dari Partai Buruh dan naik menjadi PM sejak Desember 2007 itu dinilai lebih dekat dan lunak dibanding pendahulunya John Howard.
Menghapus Kecurigaan [caption id="attachment_93919" align="alignright" width="300" caption="Presiden Yudhoyono memberikan pidato di depan sidang gabungan Parlemen Australia di Canberra, Rabu (10/3). (KOMPAS)"][/caption] Kunjungan ketiga kalinya, Yudhoyono pada Maret 2010 ini, merupakan kunjungan kehormatan buat Yudhoyono, selain itu kunjungan kenegaraan ini sangat penting bagi kedua negara yang selalu diselimuti rasa curiga dalam hubungan bilateralnya. Hubungan Indonesia dan Australia selalu pasang surut. Ketegangan bahkan kemesraan yang mewarnai hubungan kedua negara ini, keduanya pernah dialami. Masih ingat ketika warga Australia dulu dikala Indonesia masih dijajah oleh Belanda dan Jepang, mendukung habis-habisan dan dengan semangat persaudaraan yang sangat, agar Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan. Banyak yang mengatakan, momentum ini merupakan masa terbaik hubungan Indonesia dan Australia. Setelah Indonesia merdeka, hubungan kedua negara tetap sama namun mengalami degradasi ketika kasus Timor-Timor yang dinamakan tragedi Balibo, saat itu Indonesia dituduh melakukan pembunuhan trerhadap lima jurnalis Australia yang sedang meliput di sana.
Episode-episode kasus pemberian visa bagi warga Papua, Schapelle Corby, nelayan yang ditangkap, travel warning, terorisme, human trafficking, manusia perahu, nelayan pelintas batas, dan yang mungkin terbaru adalah soal film Balibo. (kompas,10/03) juga mewarnai ketegangan hubungan antara Indonesia dan Australia. Kini, dengan kunjungan yang ketiga Yudhoyono ke Australia yang membawa misi kerjasama secara tak langsung juga telah mengikis kecurigaan yang menerpa hubungan kedua negara. Dalam pidatonya, Yudhoyono mengatakan bahwa Australia bukan hanya sebagai tetangga Indonesia, tapi juga teman dan mitra strategis.
”Saya ingin semua orang Australia mengetahui bahwa Indonesia adalah kepulauan yang indah, tetapi kami bukan hanya sekadar tempat bermain di pantai yang banyak pohon kelapanya,” lanjut Yudhoyono, seperti yang dikutip KOMPAS dan Siaran langsung Metro TV, pada saat Yudhoyono pidato di Parlemen Australia. Ditambah, hal yang tak terduga dan tidak menjadi agenda pidato SBY sebelumnya, yaitu tewasnya Dulmatin, seorang pemimpin jaringan teroris di Asia Tenggara yang berhasil dilumpuhkan oleh Densus 88 Anti teror. Kabar gembira ini menjadi "makanan" penutup yang sangat "manis" di tengah usaha Yudhoyono melobi dan meyakinkan Australia bahwa Indonesia bersungguh-sungguh memberantas terorisme dan membuktikan bahwa Indonesia kini bukan negara yang mendukung akan aksi-aksi radikal dan separatisme.
Respon Australia [caption id="attachment_93922" align="alignleft" width="300" caption="Yudhoyono dan Direktur Museum Perang Australia (AWM) Steve Gower (KOMPAS)"][/caption] Autralia bukan hanya menjamu Yudhoyono ketika Presiden RI itu ke sana. Respon dan antusiasme yang jarang diperlihatkan warga dan pemerintah Australia ketika seorang Presiden RI yang bertandang ke negaranya itu, bisa dilihat dengan jelas. Pers Australia yang memberitakan dan meliput kegiatan Yudhoyono selama di Australia, juga memberikan komentar yang beragam tentunya sangat positif dan optimistis. Mereka mengharapkan dengan berkunjungnya Yuhoyono dan pidatonya di depan Parlemen, dapat menjadi tolak balik untuk menjalin kerjasama dan hubungan bilateral yang konstruktif dan lebih baik bagi kedua negara. Begitu pun dengan pemerintah Australia dan PM Rudd, yang selalu memuji demokrasi Indonesia yang terus berkembang dan yang sudah pasti, Australia memuji Kepolisian Indonesia, dalam hal ini, Densus 88 yang memiliki peran penuh dalam aksi pemberantasan terorisme. Yudhoyono terus meyakinkan Australia dan Sebaliknya, Australia memberi respon positif apa yang dibawa Yudhoyono ke Australia beberapa waktu lalu. Kecurigaan yang menjadi inti permasalahan dalam hubungan bilateral kedua negara sedikit demi sedikit terkikis. Tapi yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah hal ini akan berkelanjutan, karena jika melihat hubungan Indonesia-Australia yang pasang surut, bisa saja, lobi Yudhoyono untuk meyakinkan Australia dan Pujian Australia terhadap Indonesia hanya temporer atau mungkin cuma sebatas
"manis dibibir?" NuruL
KEMBALI KE ARTIKEL